"Hogwarts." Ucapnya dalam hati ketika netra abu-abu miliknya melihat lapangan Quidditch.
Langit masih terlalu gelap. Matahari masih enggan menampakkan dirinya. Burung-burung pun belum meramaikan pagi dengan kicauannya. Rerumputan masih basah dengan butiran-butiran kecil embun. Dia menundukkan kepala untuk menatap sepasang sepatunya yang sedikit basah akibat menginjak rerumputan.
Kemudian mengedarkan pandangannya lagi dan berhenti ketika melihat tribun penonton. Tungkai panjangnya membawanya menuju tengah lapangan. Angin berhembus pelan seolah menyapa dirinya. Rambut pirang platina miliknya yang tertiup angin menutupi pandangannya. Sepertinya dia harus memangkas rambutnya.
Dia menelan ludahnya ketika melihat langit masih setia dengan warna gelapnya. Rasanya sulit dipercaya dia dapat kembali ke kastil tua ini. Memikirkan bagaimana tindakannya saat perang membuatnya tersenyum tipis. Father mengungkapkan kekecewaannya dengan wajah penuh amarah. Sedangkan Mum memeluk tubuhnya dengan erat dan membantah semua kalimat Father. Mum membelanya. Bahkan dia masih mengingat apa yang dikatakan Mum saat itu.
"Draco bukan Little Dragon kita lagi, Lucius. Putera kita sudah dewasa. Dia berhak menentukan jalannya sendiri. Dia Lord Malfoy selanjutnya. Dan yang terpenting adalah dia anak kita. Sudah cukup kita membawanya terlibat dalam sihir hitam. Kita hanya perlu mendukungnya jika dia ingin menyeberang ke pihak Putih."
Karena terlalu larut dalam pikirannya sendiri, Draco sangat terkejut ketika mendengar suara yang datang dari arah belakangnya.
"Rambutmu terlihat menyilaukan."
Draco memutar tubuhnya, kini dirinya berhadapan dengan sosok yang tengah berjalan menuju ke arahnya. Sosok itu hanya memakai celana santai dengan kaos berwarna biru berlengan pendek. Tanpa mengenakan jaket atau apapun yang dapat melindungi tubuhnya dari dinginnya udara pagi hari.
Sosok itu berhenti tepat di depan Draco lalu mengulurkan tangannya. Draco pun memandangnya dengan kerutan di dahinya. Kemudian sosok itu tersenyum melihat Draco yang hanya diam menatapnya.
"Aku Harry. Harry Potter. Dan panggil Harry saja, bagaimana denganmu?" Ucap Harry, dan masih belum menghilangkan senyum di bibirnya.
Draco terdiam. Beberapa detik kemudian dia meraih tangan Harry dan berjabat tangan dengannya. Harry yang melihat uluran tangannya disambut pun semakin melebarkan senyumannya.
"Draco Malfoy." Setelahnya Draco melepaskan tangannya dan membiarkannya berada di sisi tubuhnya.
"Senang berkenalan denganmu, ku harap kita dapat berteman baik. Bolehkah aku memanggilmu Draco?"
Draco mengangguk pelan sebagai jawaban. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak pernah memikirkan dapat berdamai ataupun berteman dengan Potter. Tidak. Sekarang dia adalah Harry. Dia pikir Pot- Harry tidak melihatnya ketika makan malam di Great Hall. Jadi dia berasumsi dirinya tidak akan berurusan dengan Harry. Lagipula dia memang tidak ingin memiliki urusan dengan Harry.
"Apa yang kau lakukan disini? Hari masih gelap." Harry berjalan melewati Draco dengan merenggangkan tangannya.
"Pertanyaan yang sama untukmu."
"Hei," Harry menolehkan kepalanya, "aku yang bertanya terlebih dahulu. Seharusnya kau menjawab pertanyaanku, bukan balik bertanya." Dia menatap Draco dengan ekspresi wajah tidak setuju.
Karena melihat Draco yang hanya diam, Harry melangkahkan kakinya lagi. "Kau tahu, Draco, aku tidak menyangka kau kembali ke sini. Ke Hogwarts."
Draco menaikkan sebelah alisnya, dia sedikit penasaran dengan kalimat yang akan diucapkan si pahlawan dunia sihir selanjutnya. Dia melihat kedua tangan Harry mengepal. Apakah si bodoh itu tidak membawa tongkat sihirnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
DRARRY ONESHOOT
FanfictionDrarry Oneshoot Twoshoot Multi chapter Harry Potter © J.K. Rowling Picts isn't mine Jangan plagiat