After the war

10.4K 952 71
                                    

Maafkan aku yg ga jago bikin judul 😭😭




Apa yang kau harapkan dari perang? Tentu saja kedamaian. Tapi apa yang kau dapatkan setelah peperangan selain kedamaian? Kehilangan, kesedihan, penyesalan. Mereka yang berduka dan bersedih karena kehilangan sosok yang disayangi tidaklah salah. Mereka yang menyesal karena tidak dapat menyelamatkan nyawa orang yang mereka sayangi juga tidak salah. Tapi satu hal yang harus diingat, mereka yang gugur dalam peperangan pastinya bangga karena kedamaian yang mereka impikan telah terwujud. Pengorbanan mereka tidak sia-sia.

Selain hal-hal tersebut, Harry menyadari satu hal. Dia mencintai rivalnya, musuhnya selama enam tahun di Hogwarts. Draco Malfoy. Pemuda berwajah aristokrat itu telah menyelamatkan nyawanya ketika dia ditangkap oleh Death Eater di Malfoy Manor. Draco mengatakan tidak mengenal Harry yang waktu itu wajahnya membengkak disana sini. Padahal Harry sangat yakin Draco mengenalinya. Namun Pangeran Slytherin itu tidak mengatakannya pada bibinya, Bellatrix.

Lalu ketika Harry merebut tongkat sihir Draco, dia sangat yakin jika Death Eater termuda itu sengaja mengendurkan pegangannya pada tongkat Hawthorn miliknya sehingga Harry dapat merebutnya dan menggunakannya.

"Sedang memikirkan apa?"

Suara itu membuat Harry menolehkan kepalanya, lalu bibirnya dikecup oleh kekasihnya yang ikut duduk di sampingnya. Harry tersenyum kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada danau hitam di depannya.

"Memikirkan kenapa waktu itu kau membiarkan aku merebut tongkat sihirmu. Aku tidak menyangka penyihir berdarah murni sepertimu sangat bodoh membiarkan tongkatmu direbut dan membuatmu tidak memiliki tongkat."

"Berterimakasihlah padaku. Tanpa tongkatku kau tidak akan menjadi pahlawan dunia sihir."

"Percaya diri seperti biasanya, Ferret." ejek Harry, lalu dia menyandarkan kepalanya pada bahu Draco.

"Hal dasar yang harus dimiliki oleh seorang Malfoy."

Draco mengelus rambut berantakan Harry. Jemari pucat Draco dapat merasakan kelembutan pada tiap helai rambut berwarna hitam itu.

"Jika kau melakukannya lebih lama mungkin aku akan tertidur."

"Apakah bahuku dan elusan pada kepalamu senyaman itu, Potty?"

"Yeah.. dan bisakah kau diam sebentar, Malfoy? Aku butuh tidur siang." jawab Harry yang saat ini telah menutup matanya.

"Kau bisa tidur di kamarku, Love. Lagipula hanya aku yang menghuni menara head."

"Tapi cuaca hari ini sedang bagus. Aku tidak ingin melewatkannya."

Draco menaikkan sebelah alisnya mendengar argumen Harry, "Dan kau pikir dengan kau tidur itu kau tidak melewatkannya?"

"Oh, diamlah, Dray. Aku sangat mengantuk."

"Ya, ya. Terserahmu saja Mr Harry famous Potter."

Setelah itu keduanya terdiam. Sepertinya Harry telah tertidur. Tangan Draco masih setia mengelus kepala Harry dan membiarkan Harry menjadikan bahunya sebagai bantal. Anak Yang Terpilih itu sepertinya akhir-akhir ini kurang tidur. Matanya dihiasi dengan lingkaran hitam. Tapi hal itu masih tidak dapat mengurangi pesona iris kehijauan dibalik kacamata bulat itu.

Draco tidak menyangka jika pernyataan cintanya diterima oleh Harry. Sesungguhnya dia tidak sengaja mengatakannya. Dia hanya terlalu frustasi dan menganggap dirinya hanya berhalusinasi bahwa Harry menghampirinya di tepi danau hitam. Lalu dia mengatakan segalanya dan tersadar jika Harry adalah nyata --bukan bagian dari halusinasinya-- ketika bibir lembab Harry menyentuh bibirnya.

Kejadian itu terjadi dua minggu yang lalu. Dan kini dirinya tidak tau bagaimana cara menjelaskan semua ini pada para sahabatnya. Dia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, dia sangat yakin Pansy akan mengetahuinya. Insting gadis itu memang patut dipuji. Dan sepertinya Harry juga belum mengatakan apapun pada dua teman Gryffindornya. Buktinya wajah Draco belum dihiasi dengan beberapa memar dan hidungnya belum patah.

🐍🦁

"Sudah kuduga!" komentar Hermione dan Pansy dengan kompak. Lalu kedua gadis itu saling menatap dan dilanjutkan dengan tertawa.

"Kau juga mengetahuinya, Parkinson?" tanya Hermione.

"Tentu saja. Kau tidak dapat meragukan instingku. Dan panggil aku Pansy saja."

Hermione mengangguk, "Panggil aku Hermione."

"Aku sudah menebaknya, Pans." kata Draco yang kini mengusap wajahnya dengan telapak tangannya.

"Wait, wait.. Kau? Kau mengetahuinya dan tidak mengatakan apapun padaku 'Mione?" Ron menatap Hermione dengan ekspresi terkejut.

"Tentu saja. Aku sudah mengetahui bahwa Harry menyukai Draco dari tahun keenam. Kau saja yang tidak peka. Dasar laki-laki!" cibir Hermione yang mendapat persetujuan dari Pansy.

"Kau... tidak marah, Ron?"

Pertanyaan Harry membuat seluruh mata mengarah pada pemuda berambut merah itu.

"Tentu saja aku marah! Kau tega sekali tidak memberitahuku, Mate. Ku kira kita sahabat."

"Errr.. bukan itu maksudku, Ron. Kau tidak marah aku berhubungan dengan Draco?"

"Oh.. itu.." Ron menjeda kalimatnya, sialan sekali Weasley satu itu! membuat Harry dan Draco gugup saja. "Aku tidak mempermasalahkan siapapun orangnya, asal kau bahagia aku ikut bahagia." lanjutnya.

"Aku tidak tau bisa sedewasa ini, Ron." ujar Hermione.

"Lagipula kalau boleh jujur aku masih tidak dapat membayangkan kau menjadi adik iparku."

Mereka tertawa mendengar pernyataan jujur Ron. Kecuali Draco, tentu saja. Keturunan Malfoy itu hanya tersenyum tipis.

"Lalu bagaimana dengan kalian?" Tanya Draco pada Theo dan Blaise yang dari tadi tidak mengatakan sepatah katapun.

"Aku tidak masalah." jawab Theo.

"Ini hidupmu, jalani apapun yang kau mau."

Draco tersenyum mendengar jawaban dari Blaise, sahabatnya yang satu itu memang sedikit pendiam tapi hanya dia yang benar-benar mengerti Draco.

"Blaise kau membuatku jatuh cinta padamu, Dear." Pansy menatap pemuda dengan nama belakang Zabini itu dengan senyuman di bibirnya.

"Hei! Cari milikmu sendiri, jangan menggoda milikku."

"Dasar posesif!" setelah mencibirnya, Pansy pun memukul lengan Theo yang melotot padanya.

Harry tersenyum melihat interaksi sahabat Draco itu. Lalu pandangannya bertemu dengan mata abu-abu kekasihnya. Calon Lord Malfoy itu tersenyum hangat padanya. Sekarang perasaan lega menghampiri dadanya, akhirnya mereka tidak perlu menyembunyikan hubungan mereka dari para sahabat mereka.

"Oh, hentikan tatapan penuh cinta itu, Harry. Aku alergi."

Lagi-lagi celetukan Ron membuat mereka tertawa. Dan Harry tertunduk dengan wajahnya yang memerah karena malu.





END

Yg request drarry backstreet dr temen masing², udah aku buatin ya. Makasih udah sabar nunggu

DRARRY ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang