Memories

9.2K 784 89
                                    


Buat yang request angst
Tapi maaf kalo ga kerasa sedihnya


Setelah perang usai, para murid kembali ke Hogwarts. Begitu pula Harry kembali untuk mengulang tahun ketujuhnya. Hanya beberapa yang kembali. Beberapa dari mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan mereka di Hogwarts. Dan beberapa dari mereka gugur ketika berperang.

Harry tersenyum samar melihat murid tahun pertama yang menunggu giliran mereka diseleksi oleh si topi tua. Dia mengingat hari pertamanya di Hogwarts. Waktu itu dia sangat gugup dan takut jika topi seleksi memasukkannya ke asrama Slytherin. Slytherin.. setiap memikirkan Slytherin dia selalu mengingat sosok itu. Draco Malfoy. Penyihir keturunan darah murni yang mengulurkan tangannya untuk berteman, kemudian ditolak oleh Harry.

Dia menatap lurus ke arah meja Slytherin. Sosok itu tidak ada. Si rambut pirang yang selalu mengganggunya dari tahun pertama tidak duduk disana. Berkali kali matanya menelusuri meja panjang itu, tapi hasilnya nihil. Sosoknya tidak terlihat. Hermione yang melihat tingkah sahabatnya itu kemudian memegang tangan Harry yang ada di atas meja. Gadis itu ingin melemparkan senyum untuk menyemangati Harry, namun bibirnya tidak dapat diajak bekerjasama. Alih-alih senyuman hangat, bibirnya justru tersenyum getir.

"Aku tidak apa-apa, 'Mione" Harry memegang tangan Hermione dan mengelusnya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis.

Setelah seleksi asrama para murid tahun pertama dan sambutan dari kepala sekolah selesai, Hermione bangkit dari duduknya lalu keluar dari Great Hall. Gadis itu menyandarkan punggungnya pada tembok batu Hogwarts, menumpahkan tangisannya di sana. Kenapa dunia sungguh tidak adil pada Harry? Dia hanya anak kecil ketika dirinya diramalkan akan mengalahkan sang Pangeran Kegelapan. Dia anak kecil yang kehilangan orang tuanya bahkan sebelum dia bisa mengeja namanya sendiri. Dia hanya seorang anak kecil ketika dirinya menyaksikan kematian. Dia hanya ingin memiliki keluarga. Dan ketika dia memilikinya, Tuhan dengan tega mengambilnya. Ketika dia menemukan cintanya, Tuhan melakukan hal yang sama.

🐍🦁

Pagi-pagi sekali Harry melangkahkan kakinya menuju lapangan. Rerumputan masih berembun, matahari pun masih belum tampak. Langit diatasnya bersih tanpa awan. Dia mengingat hari dimana pertama kalinya dia belajar terbang menggunakan sapu. Dia mengambilkan remembral Neville yang dilemparkan oleh Draco, hal itu membuatnya menjadi Seeker termuda dan membuat beberapa murid lain iri. Bibirnya membentuk senyuman. Ingatan demi ingatan tentang pertandingan Quidditch mulai muncul. Saat pertama kali dirinya menangkap Snitch, saat dirinya jatuh dari sapu terbangnya, saat dirinya dan Draco saling mendorong untuk berebut Snitch.

Harry segera melangkahkan kakinya ke dalam kastil ketika otaknya mengingat kenangan-kenangan tentang Draco. Kakinya membawanya ke koridor dimana ruang kebutuhan berada. Tempat dirinya dan para Dumbledore Army mengabiskan waktu disana untuk berlatih banyak mantra. Tahun kelima adalah tahun yang menyebalkan. Tahun dimana dia mendapatkan bekas luka di tangannya akibat detensi yang diberikan oleh si muka kodok. Bahkan menyebutkan namanya saja Harry tidak ingin.

Di tahun keenam dengan aksinya sebagai penguntit Draco Malfoy, dia menemukan fakta bahwa ruang kebutuhan juga digunakan oleh si Slytherin itu untuk memperbaiki Vanishing Cabinet. Sangat jenius. Bagaimana bisa seorang murid memperbaiki benda hebat seperti itu? Dan di ruang kebutuhan juga dirinya dan Draco pertama kali berciuman. Pertama kali berbagi kehangatan tubuh, pertama kali menjejaki surga yang hanya dapat diraih oleh mereka berdua.

Harry masih ingat bagaimana mahirnya bibir Draco ketika mencium bibirnya. Lidahnya yang mengajak lidah Harry bermain, meski Harry membalasnya dengan kaku. Ngomong-ngomong itu pengalaman pertamanya berciuman menggunakan lidah. Lalu di ruangan itu pula Draco perlahan melucuti seluruh kain yang melapisi tubuh Harry. Menjamah seluruh inchi tubuh Harry. Meninggalkan tanda dimana mana. Di leher, dada, perut, paha dalam, lengan, dan bahkan di pantat Harry.

Tanpa terasa air mata mengalir di wajah Harry. Dia mengusapnya, namun itu berakhir dengan sia-sia karena air mata itu tidak berhenti mengalir.

🐍🦁

Harry sedang berada di ruang rekreasi asrama Gryffindor, menulis surat untuk Narcissa Malfoy. Satu lagi sosok ibu yang menolong hidupnya. Lady Malfoy itu memaksa Harry agar memanggilnya dengan sebutan ibu setelah pertemuan mereka di persidangan. Mereka pun sering bertukar kabar melalui surat. Sekedar menanyakan kabar dan dilanjutkan dengan bercerita tentang kegiatan sehari-hari.

Harry merebahkan dirinya di sofa berwarna merah itu, kemudian menutup matanya. Berbagai memori mengenai peristiwa saat perang menyerbu otaknya. Saat dirinya melihat mayat Remus dan Tonks, saat terakhir Severus yang digigit oleh Nagini, saat dirinya mencari sosok Draco yang tidak terlihat dimana pun. Saat dirinya akhirnya menemukan Draco yang terbaring di lantai dengan bekas luka gigitan Nagini di bagian perpotongan lehernya. Saat dirinya menangis dan berteriak histeris memanggil nama Draco.

Kemudian ingatannya membawanya melompati waktu, ketika dirinya berada di Malfoy Manor untuk menghadiri pemakaman Draco. Suasana Manor sangat hening, hanya isakan kecil Narcissa yang terdengar. Saat itu Harry menangis dalam diam, air matanya mengaliri pipinya dan dia tidak berusaha untuk mengusapnya. Saat dia akan memberikan penghormatan terakhir, Narcissa mencoba tersenyum padanya, namun gagal.

Dirinya menundukkan kepalanya untuk mengecup bibir Draco. Bahkan sebelum dikebumikan pun pria itu terlihat sangat tampan dengan setelan mahal yang melapisi tubuhnya. Setelah membisikkan "aku mencintaimu" dia pun mundur dan kembali berdiri di samping Hermione.

"Harry?"

Harry terkejut dan seketika membuka matanya ketika mendengar seseorang memanggilnya, Hermione. Dia mendudukkan dirinya dan membiarkan Hermione duduk di sampingnya. Hermione mengusap pipi Harry yang basah. Sejak kapan dirinya menangis? Kenapa dia tidak menyadarinya?

"Kau merindukannya?" Pertanyaan yang Hermione lontarkan tidak mendapatkan jawaban.

"Aku yakin dia juga sedih jika melihatmu bersedih seperti ini" suara Hermione terdengar bergetar.

Ketika Harry menolehkan wajahnya, dia melihat sahabatnya itu menangis. Kemudian keduanya berpelukan dan menangis di ruang rekreasi yang kosong itu. Menumpahkan segala beban yang mereka simpan selama ini.








END

DRARRY ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang