Aku kangen dunia sihir. Padahal ga pernah ke sana :')
Ruang rekreasi asrama Gryffindor terlihat sepi. Hanya bunyi kayu terbakar di perapian yang terdengar. Lagipula siapa orang bodoh yang masih terjaga pada jam tiga dini hari? Berbaring diatas ranjang empuk dan bergelung di bawah selimut tebal yang hangat terdengar lebih menarik daripada meringkuk sendirian di sofa di depan perapian seperti Harry.
Remaja dengan bekas luka di dahi yang berbetuk sambaran petir itu merebahkan dirinya di sofa, dengan tangannya yang memegang peta perampok. Matanya masih setia melihat satu jejak kaki dengan label Malfoy yang berjalan di koridor. Apa yang dilakukannya? Untuk apa dia berkeliaran di malam hari? Kira-kira seperti itulah pertanyaan yang singgah di kepala Harry.
Harry terkejut ketika merasakan pundaknya ditepuk pelan dan diiringi dengan suara yang memanggil namanya.
"Oh, maafkan aku, Harry"
"Tidak apa 'Mione. Apa yang kau lakukan disini?" Harry mengubah posisinya menjadi duduk, lalu Hermione ikut duduk di sampingnya.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang kau lakukan disini? Dan.." Hermione melihat peta di tangan Harry, "apa kau masih menguntit Malfoy?"
Harry rasa akan sia-sia jika dirinya berbohong pada Hermione, dia gadis yang susah untuk dibohongi. Jadi Harry hanya menganggukkan kepalanya.
Hermione mendesah lelah setelah menyandarkan punggungnya pada sofa, "Aku tidak tau harus berkomentar apa lagi. Aku hanya berharap kau tau konsekuensinya. Dan aku ingin kau bahagia"
"Maafkan aku" kata Harry.
"No, Harry" Hermione menegakkan duduknya kemudian memegang tangan Harry, "you do NOT have to" gadis itu menekankan pada kata tidak, tangannya sedikit meremas jemari Harry, "jangan meminta maaf, kau tidak melakukan kesalahan" Hermione tersenyum memandang sahabat yang dikenalnya sejak tahun pertama mereka di Hogwarts.
"Thanks, 'Mione" senyuman merekah di bibir Harry, "aku tidak tau bagaimana jadinya jika aku tidak mengenalmu"
"Apa Ron masih meledak-ledak?"
Harry tertawa pelan mengingat sahabat berambut merahnya itu memandangnya seolah baru saja bertemu dengan dementor. Wajahnya pucat pasi, tapi itu tidak berlangsung lama karena setelahnya Ron berteriak dan mengeluarkan beberapa sumpah serapahnya. Untungnya Hermione sempat merapalkan mantra peredam, jadi orang lain tidak dapat mendengar teriakan Ron dan pembicaraan mereka.
"Tidak. Mungkin dia sudah lelah"
"Lagipula dia harus mencoba menerima kenyataan. Bukan begitu?" Hermione tersenyum jahil.
"Ku rasa begitu" Harry tertunduk memandangi tangannya yang masih digenggam oleh Hermione. Dengan kedua pipinya yang memerah.
"Sejak kapan kau menggemaskan seperti ini, Harry? Kenapa aku baru menyadarinya?" Hermione dengan heboh menarik kedua pipi Harry hingga dirinya tertawa terbahak-bahak karena Harry berteriak kesakitan.
🐍🦁
Paginya Harry sedang berada di Great Hall untuk sarapan. Mata hijaunya menangkap sosok Draco Malfoy yang baru saja memasuki Great Hall. Namun si Slytherin perlahan melangkahkan kakinya mundur lalu berbalik dan berlari keluar dari Great Hall ketika mata silvernya bertemu dengan mata emerald Harry. Tanpa pikir panjang Harry berlari mengejar Draco, mengabaikan teriakan Ron yang menanyakan kemana dirinya akan pergi.
Harry segera membuka peta perampoknya untuk mencari keberadaan Draco. Pemuda jangkung itu cukup cepat ketika berlari, mungkin karena kakinya lebih panjang daripada kaki Harry. Ketika label Malfoy telah ditemukan, Harry segera melangkahkan kakinya menuju ke tempat dimana Draco berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRARRY ONESHOOT
FanfictionDrarry Oneshoot Twoshoot Multi chapter Harry Potter © J.K. Rowling Picts isn't mine Jangan plagiat