Selepas senja itu pergi. Aku hanya bisa diam tak bergerak di ruang pekat malam bersama rindu untukmu yang kupeluk erat. Kamu yang biasa memberiku temu. Di renggut habis jarak tanpa kepastian.
Sungguh, aku marah pada sisi kelam jarak. Membuatku harus memeluk erat rindu yang menjalar liar setiap kali senja pergi.
Ah—perihal rindu. Ia selalu begitu kejam dalam menjarah apa-apa yang ada dalam kalbu. Senja tak indah lagi. Saat kamu sudah cukup berani untuk meninggalkan diri. Jarak yang jauh. Menjadi penyakit bagi cinta yang selalu patuh pada jatuh.
Sungguh, aku hanya merindukan kamu.
Namun—waktu tak mengizinkan kita untuk merayakan sebuah temu.
Kini, semangkuk penantian aku siapkan dalam meja kenangan. Segelas kopi turut hadir untuk memberikan makna dari kepahitan. Temaram lampu kota, menjadi tontonan bagi jiwa yang sudah lelah akan cinta. Gempitanya malam bisu, menjadi saksi akan aku yang tengah merindukan kamu.
—p.s
16 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ruang ilusi ✓
Poetry𝙟𝙪𝙨𝙩 𝙖𝙣 𝙞𝙡𝙡𝙪𝙨𝙞𝙤𝙣 𝙖𝙗𝙤𝙪𝙩 𝙢𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙮𝙤𝙪. ❝Mari, 'kan kuajak dirimu menuju ruang ilusi. Bercerita dan berbagi suka duka bersama.❞ contains about part of (phosphenous) ruang ilusi ©2018, maruflaco