[Di Bawah Langit Biru, Aku Menunggumu]
Netraku menatap jendela yang menghadap keindahan semesta. Detik demi detik kuhabiskan dengan melayangkan beribu pertanyaan,
Kapan kau pulang?
Ragaku telah berpisah begitu imaji berterbangan dan renjana berkuasa. Langit yang menjadi saksi ketika untaian nelangsa merasuki.
Aku masih di sini.
Banyak yang bertanya—mengapa tidak menyerah saja? Kata mereka, kau tak akan pulang. Namun, akal dan hatiku sudah tidak sejalan sedari awal.
Birunya bumantara semakin lama aku tatap, semakin menjengkelkan. Mengejekku karena menunggu hal yang tidak pasti.
Merpati pun tak pernah memberi kabar lagi, tentang kepastian kapan kau akan pulang. Pohon jeruk di depanku pun lama-lama semakin mengering, tidak ada lagi kata-kata indah keluar darinya.
Seakan-akan semuanya menyuruhku untuk menyerah pada keadaan dimana sebenarnya aku memang sudah kalah.
Jadi sekali lagi,
K a p a n
k a u
p u l a n g ?Karena di bawah langit biru,
Aku masih
m e n u n g g u m u .—p.s
22 Juli 2020
note from author :
jangan lupa vote dan komen ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ruang ilusi ✓
Poetry𝙟𝙪𝙨𝙩 𝙖𝙣 𝙞𝙡𝙡𝙪𝙨𝙞𝙤𝙣 𝙖𝙗𝙤𝙪𝙩 𝙢𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙮𝙤𝙪. ❝Mari, 'kan kuajak dirimu menuju ruang ilusi. Bercerita dan berbagi suka duka bersama.❞ contains about part of (phosphenous) ruang ilusi ©2018, maruflaco