Semilir angin membelai tiap-tiap sela rambutmu yang berterbangan pada sapanya—pun sorot matamu terlihat gusar kepada semesta. Memerah berlinangan di ujung mata, bertanda kalah pada seisi alam.
Nyatanya akulah yang paling terluka dalam kisah ini. Aku terus terbang menyusuri bintang-bintang lalu dengan tega kau melepasku—jatuh dan membumi.
Hingga terhempas batu karang, terombak-ambik, membiru bersama ombak, lalu tenggelam di dasar samudera, tanpa secercah cahaya kamu meninggalkan aku sendiri.
Aku karam ke dasar palung, tercekik air laut dan mati bersama afeksi yang tak kunjung usai.
Luka yang susah payah dijahit, kembali mengurai pilu. Sesak menohok dada, lalu badai berkecamuk menghancurkan semesta. Hujan menjelma abadi, lalu kita abadi menjadi kenangan.
—p.s
04 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ruang ilusi ✓
Poetry𝙟𝙪𝙨𝙩 𝙖𝙣 𝙞𝙡𝙡𝙪𝙨𝙞𝙤𝙣 𝙖𝙗𝙤𝙪𝙩 𝙢𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙮𝙤𝙪. ❝Mari, 'kan kuajak dirimu menuju ruang ilusi. Bercerita dan berbagi suka duka bersama.❞ contains about part of (phosphenous) ruang ilusi ©2018, maruflaco