Setelah Sehun keluar, Irene dengan cepat mengunci pintu dan berlari ke dalam kamarnya. Rencananya sama sekali tidak berhasil, Sehun masih sama dengan Sehun yang dulu. Tidak ada perubahan sama sekali.
Irene menggendong Vivi ke dalam kamarnya. "Apa aku harus menitipkan mu pada Derrick? Apa kamu tidak apa-apa?" Tanya Irene. Vivi mengangguk.
"Ahh.. Baiklah, ayo kita menuju ke apartemen sebelah." Irene menggendong anjing itu dan membawanya ke apartemen Derrick. Irene memencet tombol bell dan tidak butuh waktu lama, Derrick pun muncul di balik pintu itu.
"Um... Derrick, boleh aku minta tolong?" Tanya Irene. Derrick hanya mengangguk.
"Bisa tolong jaga dia untuk ku, aku akan mengambilnya suatu saat nanti, tapi sekarang Sehun tidak ingin melihatnya, jadi aku minta tolong, hanya untuk sementara kok." Irene memberikan anjing itu kepada Derrick. Derrick pun hanya diam.
"Kenapa? Apa itu terlalu berlebihan?" Tanya Irene.
"Apa ini aman?" Tanya Derrick.
"Apa maksudnya aman? Tentu saja dia aman, dia tidak rabies." Ucap Irene.
"Bukan itu, saya percaya nona Irene tidak akan memelihara hewan yang memiliki rabies, tapi apa ini aman untuk saya? Maksudnya Ekhmm... Tuan Sehun." Bisiknya di akhir kalimatnya.
"Ya, aku akan menjamin keselamatan mu, lagi pula memang nya dia akan membunuh mu hanya karena seekor anak anjing lucu?" Tanya Irene. Derrick menarikan bahunya menandakan dia sendiri juga tidak yakin tentang itu.
"Jangan tegang Derrick, Ini percaya saja, tolong jaga dia, hari ini aku harus kembali ke rumah Sehun, terima kasih atas batuannya." Ucap Irene.
"Nona bisa memanggil saya kapan saja." Ucap Derrick.
"Akan aku ingat itu." Irene kembali ke apartemennya dan masuk ke kamarnya. Dia harus membereskan semua baju nya dan memasukkannya kembali ke dalam koper. Lagi-lagi Irene harus kembali ke rumah itu.
Walaupun sebenarnya rumah itu nyaman dan enak untuk di tinggali, hanya saja untuk apa jika Irene selalu di kurung di dalam kamarnya. Itu membuatnya bosan setengah mati.
"Kamu sudah makan siang?" Tanya Sehun yang tiba-tiba saja muncul di kamar Irene. Irene hanya menggeleng.
"Kita makan siang di luar aja, ayo cepat." Sehun tidak membantu Irene sama sekali, tapi hanya menonton Irene yang sedang kerepotan memasukkan semua baju nya ke dalam sebuah koper, Entah itu muat atau tidak, Irene saja tidak begitu yakin.
"Sabar sedikit hun, astaga." Sehun langsung menarik tangan Irene dan langsung membawanya masuk ke dalam lift.
"Kamu ini kenapa? Aku belum selesai memasukkan nya dan kamu sudah menarikku. Kamu itu seperti tidak pernah makan saja." Ucap Irene kesal.
"Itu karena aku bosan melihatmu bekerja sangat lama, percepat gerakkan mu." Ucap Sehun.
"Ya aku tidak mau bekerja cepat-cepat jika bukan hal yang benar-benar penting." Jawab Irene pelan.
"Hei, makan itu adalah hal yang penting, aku tidak ingin mati kelaparan." Ucap Sehun kesal.
"Belum ada orang yang mati kelaparan hanya karena melewatkan makan siang Sehun." Ucap Irene kesal. Sehun tidak menjawab ucapan Irene lagi. Sehun hanya menarik tangan Irene menuju ke dalam mobil nya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.
Irene menutup matanya karena tidak berani melihat ke depan. Benar-benar sangat mengerikan jika berada di posisi Irene. Sehun sudah seperti siap untuk mati di detik-detik seperti ini.
"Buka matamu, kita sudah sampai." Ucap Sehun datar.
Irene berusaha membuka kedua matanya, dan yang pertama kali dia lihat adalah sebuah gedung yang sangat besar di depan mereka.
"Kita di mana?" Tanya Irene.
"Turun saja, kita akan makan siang di sini." Ucap Sehun. Sehun lalu turun lebih dulu dan membukan pintu untuk Irene. Irene turun dari mobil Sehun dan langsung di gandeng oleh Sehun.
Irene cukup terkejut dengan apa yang di lakukan Sehun sekarang. Dia melihat tangan nya yang di gandeng erat oleh Sehun, seperti dirinya tidak ingin kehilangan Irene. Sehun langsung membawa Irene ke dalam lift dan memencet tombol ke lantai paling atas.
"Kita makan di paling atas?" Tanya Irene.
"Ya, Apa kamu keberatan?" Tanya Sehun. Irene menggeleng. Dia sama sekali tidak keberatan. Malah Irene ingin tahu bagaimana rasanya makan di tempat yang tidak biasa.
Tidak lama, mereka sampai di lantai paling atas. Sehun mengajak Irene keluar dai lift dan di sana benar-benar kosong. "Apa memang setiap hari seperti ini?" Tanya Irene.
"Aku menyewa satu lantai agar tidak ada yang mengganggu kita." balas Sehun.
"Ha? Satu lantai? Apa itu tidak berlebihan?" Irene melihat sekelilingnya. Ini benar-benar luas, mungkin ada seratus meja di sini. Memang sih pemandangannya sangat bagus, tidak ada atap lagi, kita bisa langsung melihat ke langit dan ke luar gedung dari ketinggian.
"Jangan bahas itu lagi, aku tidak ingin mendengarnya." Sehun langsung menarik Irene ke salah satu meja. "Duduk saja dan nikmati makan siang nya." Sehun mendudukkan Irene di hadapannya dan dia duduk di seberang Irene.
"Bukankah lebih bagus jika kita ke sini di malam hari?" Tanya Irene sambil melihat sekeliling. Ya memang mungkin seharusnya Sehun mengajak nya saat malam hari, mereka bisa makan malam sambil menikmati bintang di malam hari.
"Kalau begitu kapan-kapan aku akan mengajak mu ke sini lagi." Gumam Sehun sambil membaca menu makanannya.
"Pesan saja apa pun yang kamu mau." Ucap Sehun. Irene mengambil buku menu yang ada di hadapannya itu. Irene cukup terkejut ketika membuka nya. Bukan hanya gedung ini yang tinggi, tetapi harga makanan nya juga tinggi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Psycho Husband ✔️
Fanfiction[COMPLETE] R18+ Seorang CEO tampan - Oh Sehun - yang terkenal dengan kepribadian nya yang dingin dan tegas, semua orang melihatnya seperti manusia yang terlahir dengan sangat sempurna. Namun tidak bagi Irene, Sehun memiliki sisi yang menyeramkan ya...