Pagi tiba, namun sayangnya mentari kembali enggan untuk memancarkan sinarnya. Akhir-akhir ini cuaca memang sulit di prediksi, dan sekarang adalah salah satunya.
Angin pagi berhembus menyejukkan, membuat siapapun menggigil karena kedinginan. Apalagi langit yang tampak gelap seakan siap untuk menurunkan hujannya.
Di dalam kamar luas itu, tampak seorang gadis berponi yang tengah berdiri diam di depan cermin. Matanya sembab, dan ia terlihat berbeda dari biasanya. Tangan kurusnya terulur, mengusap lembut seragam sekolah bagian dada kirinya. Ia tersenyum tipis. Malam tadi, Lisa sama sekali tak mampu untuk tidur dengan nyenyak. Rasa nyeri itu kembali dan menemani malam sunyi nya.
Mata hazel milik gadis jangkung itu kini beralih menatap sebuah botol kecil bewarna putih yang sengaja ia letakkan di atas ranjang. Biasanya Lisa tak perlu membawa benda itu ke sekolah, karena rasa nyeri di dadanya terkadang masih bisa ia tahan. Namun kali ini, sepertinya ia harus kembali bergantung pada obat itu.
"Jebal, hari ini jangan berulah."
....
Seluruh anggota keluarga park kini tampak menikmati sarapan pagi mereka di ruang makan. Seperti biasa, dalam hening tanpa bersuara. Disaat keluarga nya yang lain sibuk menyantap sarapan mereka, tapi tidak dengan Lisa yang hanya diam menatap makanan yang sudah ada di depan nya.
Nafsu makan itu hilang entah di bawa kemana. Apalagi jika Lisa kembali mengingat peristiwa yang terjadi sore kemarin, ia kembali enggan meski sekedar untuk menatap para unnie nya.
"Lisa-ya, wae geurae? Kenapa tidak menyentuh sarapan mu?" gadis berponi itu tersentak kaget saat mendengar ujaran lembut milik sang ibu.
"A-ah, miane eomma."
"Apa makanan nya tidak sesuai dengan mu, Nak?"
"A-aniyo, appa. Aku menyukai makanannya," Lisa berujar panik. Ia tak sadar bahwa sedari tadi dirinya yang melamun menjadi pusat perhatian keluarga nya yang lain.
Dengan gusar, Lisa mulai menyantap sarapan paginya. Meski tidak nafsu makan, setidaknya ia harus memakannya agar kedua orang tuanya tidak khawatir. Lisa tak ingin lagi membuat mereka mencemaskan keadaannya. Ia tak menginginkan hal itu.
Tanpa siapapun yang menyadari nya, diam-diam gadis blonde itu melirik kearah Lisa. Kening nya mengkerut karena merasa ada yang aneh dari gadis berponi itu. Ingin sekali ia bertanya, tapi Rose kembali mengurung kan niatnya.
"Aku sudah selesai," Jisoo berucap sambil berdiri dari kursinya.
"Cepat sekali, unnie. Bahkan makanan mu belum habis," gadis dengan surai hitam itu menoleh kearah Rosé.
"Ada pekerjaan yang harus unnie kerjakan," Jisoo membalas ucapan sang adik sembari memberikan nya kecupan di kedua pipi putih Rosé.
"Ya, unnie. Lalu bagaimana dengan ku?" gadis berpipi mandu itu berujar kesal. Tentu saja karena ia tak mendapatkan kecupan dari sang kakak. Jisoo tersenyum gemas, ia pun menghujami pipi mandu itu dengan kecupan.
"Bagaimana, puas?"
"Hm, pergilah. Unnie bisa terlambat," Jennie pun kembali menyantap sarapannya. Sedangkan Jisoo tampak memberikan kecupan nya pada anggota keluarga nya lain. Hingga kini langkah nya terhenti tepat di samping kursi Lisa.
Mata hitam Jisoo dapat melihat wajah mungil gadis berponi itu dengan lekat. Mata hazel milik sang bungsu terlihat sayu. Gadis dengan surai hitam itu pun mengulum bibir nya gusar, lalu berbalik tanpa memberikan kecupan pada Lisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
Short StoryAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...