62- Say It

4.5K 494 45
                                    

Pagi ini mentari kembali bersinar seperti biasanya. Mereka terbangun lalu di sambut oleh serayu angin yang membelai lembut. Sudah cukup lama mereka menetap di villa mewah ini. Berlibur melepaskan semua beban yang ada di hati maupun pikiran. Dan hari ini, mereka akan kembali ke Seoul untuk melakukan aktivitas seperti biasa.

Gadis blonde itu tampak mengusap wajahnya dan memilih duduk di kursi ruang makan. Ia menatap satu persatu keluarga nya, namun tak menjumpai sang bungsu di sana.

"Dimana Lisa?"

"Bukankah dia ada di kamar?" Rosé terdiam sejenak. Kemudian ia mengangguk setelah mengingat bahwa tadi adiknya itu meminta Rosé untuk keluar terlebih dahulu.

Ia tidak tau pasti kenapa Lisa terlalu lama berada di toilet. Rosé memang sudah berniat untuk menunggu sang bungsu dan pergi sarapan bersama, tapi tiba-tiba adiknya itu meminta nya untuk tak menunggu. Ingin sekali Rosé bertanya tapi ia mengurung kan niatnya dan memilih keluar.

"Tidak biasanya Lisa terlambat seperti ini. Apa terjadi sesuatu?" gadis blonde itu menatap sang ibu yang duduk di hadapannya. Mendadak raut wajahnya berubah menjadi gusar setelah mendengar ujaran Yuri.

"Tapi eomma, tadi Lisa terlihat baik-baik saja. Aku yakin dengan hal itu."

"Kalau begitu aku akan melihat nya, kalian lanjutkan saja sarapannya." Rosé beralih menoleh kearah yeoja bersurai hitam yang sudah berdiri dari kursinya.

"Aku ikut."

"Ani, kau harus memakan sarapan mu. Arraseo?" Rosé menekuk kan wajahnya kesal karena tak diizinkan untuk pergi bersama kakaknya itu. Padahal sekarang ia benar-benar khawatir dengan keadaan Lisa.

Jennie yang duduk di samping Rosé tampak menatap nya sembari terkekeh. Sepertinya adiknya itu tak bisa pisah sedetik pun dengan Lisa. Padahal ia baru saja bersama dengan Lisa, tapi sekarang tiba-tiba ingin bertemu lagi dengan sang bungsu.

"Ya, unnie menertawakan ku?"

"Mwo? Aniyo, aku tidak tertawa." Rosé memajukan bibir bawahnya sembari melirik sang kakak kesal. Jennie yang melihat wajah menggemaskan Rosé benar-benar tak kuasa menahan tawanya.

"Ya! Berhenti lah tertawa, unnie."

"Rosé-ya, sepertinya kau tidak bisa jauh-jauh dari Lisa. Apa sekarang kau sudah merindukan nya?" gadis blonde itu tak menjawab dan memilih untuk segera menyantap sarapan di hadapan nya. Sedangkan Jennie terus tertawa saat melihat wajah Rosé yang memerah.

"Aku mengerti perasaan mu. Aku pun juga sama. Sekarang, aku sangat ingin melihat senyum lebar nya itu."

....

Kran air di kamar mandi tampak terbuka meskipun bak besar itu sudah terisi penuh. Di dalam sana, gadis berponi itu terlihat mendeku dengan mata yang mengkerut menahan sakit.

Tangan kurusnya terulur meremas baju bagian dada kirinya yang terasa begitu nyeri. Bahkan ia mengigit bibir bawahnya kuat agar erangan sakit itu tak dapat di dengar oleh siapapun. Rasa sakit ini, sudah sangat sering ia rasakan selama liburan. Lisa selalu menahan dan menyembunyikan nya. Ia tak ingin siapapun tau hingga semua rencana menyenangkan ini akan berakhir dengan sia-sia.

"Ukh..., kenapa harus sekarang?" air mata itupun jatuh karena rasa sakit yang ia tahan sekarang benar-benar sangat menyakitkan. Jika sebelumnya ia bisa bertahan, tapi untuk saat ini rasanya begitu sulit.

Namun sesakit apapun itu, Lisa harus terlihat baik-baik saja. Ia tak ingin menunjukkan rasa sakit ini di hadapan keluarga nya. Sudah cukup selama ini ia selalu membuat mereka khawatir. Sudah cukup dengan air mata yang tumpah hanya karena dirinya. Sudah cukup, dan Lisa tak menginginkan nya lagi.

Alone[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang