73- Hatred

4.8K 520 56
                                    

Dengan langkah yang lunglai, yeoja bersurai hitam itu tampak berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tidak peduli dengan hawa sejuk yang menyelimuti nya saat ini bahkan wajah yang sudah sembab karena tangis.

Tangannya terangkat menatap ponsel sang bungsu. Perasaan gelisah itu kembali menghampiri nya. Ia takut, sangat takut. Untuk berpikir jernih saja sangat sulit untuk nya sekarang.

"Jisoo-ya, kau dari mana saja?"

"Oh, Seokjin." Yeoja itu tampak terkejut atas kehadiran kekasihnya. Ia tidak menyangka Seokjin akan datang secepat ini setelah ia menelpon nya beberapa menit yang lalu. Dari raut wajah namja itu, tampak sekali ia sangat khawatir dengan keadaan Jisoo saat ini.

"Wae geurae? Kau terlihat sangat berantakan," Jisoo sama sekali tidak menjawab. Justru sekarang tubuhnya mulai bergetar dengan sangat hebat. Seokjin yang menyadari bahwa yeoja yang berada di hadapan nya ini tengah menahan isak tangis pun memeluknya untuk memberikan ketenangan.

"Hei, tenang lah. Semua akan baik-baik saja. Kau jangan khawatir."

"Bagaimana bisa, sampai saat ini pun aku belum menemukan Lisa dan Jennie. Kau tahu betapa takut nya aku saat ini?" lagi dan lagi, air mata itu luruh membasahi pipi. Seokjin tahu bahwa Jisoo sangat mencemaskan keberadaan kedua adiknya, tapi jika Jisoo terus menangis seperti ini, maka tidak akan baik untuk dirinya sendiri.

"Jisoo-ya, Nak. Kenapa kau menangis? Lisa dan Jennie, dimana mereka?" yeoja bersurai hitam itu tersentak melihat kehadiran Yuri. Sekarang apa yang harus ia katakan, Jisoo tidak bisa membayangkan betapa sedihnya sang ibu setelah mengetahui bahwa ia tidak dapat menemukan keberadaan kedua adiknya.

"Eomma, miane."

"Kenapa kau meminta maaf, Nak? Semua baik-baik saja, kan?" suara lembut sang ibu sangat menyayat perasaan Jisoo. Ia beralih memeluk Yuri dengan sangat erat. Menyembunyikan air matanya agar tidak terlihat lemah dihadapan Yuri.

"Aku tidak menemukan mereka, eomma."

Deg

Rasa takut dan gelisah itu kembali menjadi satu hingga membuat perasaan Yuri menjadi tidak karuan. Ia tidak tahu kemana kedua putrinya itu pergi, dan sekarang ia benar-benar mengkhawatirkan mereka.

"Tapi aku menemukan ponsel Lisa di tepi taman. Dia menjatuhkan nya."

"Lisa," dengan tangan yang gemetar wanita paruh baya itu meraih ponsel mahal yang di tunjukkan oleh Jisoo.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Dimana Lisa ku? Dimana Jennie? Kenapa hal ini bisa terjadi?"

"Eomma, tenanglah. Appa sudah melacak ponsel Jennie. Mereka akan mencari keberadaan nya dan juga Lisa. Semua akan baik-baik saja. Jennie dan Lisa, mereka akan kembali. Percayalah, mereka akan kembali. Lisa, dia sudah berjanji akan kembali, eomma." Yuri kembali menangis dalam pelukan Jisoo. Ia tidak kuasa menahan isak tangisnya, sekarang ia benar-benar takut.

Setelah apa yang terjadi pada keluarga nya belakangan ini, Yuri menjadi takut jika terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap putri-putri nya. Ia tidak sanggup untuk membayangkan hal itu, Yuri tidak ingin hal seperti itu terjadi. Tidak pernah ingin, sampai kapanpun.

"Eomma mohon, kembalilah..."

.
.
.

Deru napas memburu itu terdengar memecahkan keheningan diiringi oleh suara tawa yang terdengar begitu memuaskan. Meski gadis mandu itu sudah tampak begitu lemah, tidak sedikit pun muncul rasa iba di hati yeoja itu untuk berhenti melampiaskan amarah nya.

Alone[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang