51- Changed

8.3K 711 60
                                        

Hidup itu dipenuhi oleh misteri dan kenyataan pahit yang harus bisa diterima oleh hati. Tidak selamanya kehidupan yang kita jalani itu selalu mulus. Karena apa yang kita inginkan, terkadang tak berbanding lurus dengan apa yang Tuhan tetap kan untuk kita.

Entah sudah berapa banyak siang dan malam yang mereka lalui. Menit dan jam yang berganti seiring waktu, hari dan minggu yang bertukar dengan begitu cepatnya. Tapi mereka masih berada di tempat yang sama, terus berharap bahwa semua akan baik-baik saja. Bahkan mereka telah melupakan liburan yang sudah di rencanakan jauh-jauh hari karena kini pikiran mereka hanya di penuhi oleh Lisa.

Sudah hampir dua bulan gadis berponi itu terbaring lemah tak sadarkan diri di ruangan yang dingin. Meski selama itu, belum ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ia akan tersadar dari tidur panjang nya. Ia tampak begitu lelap dengan mimpi nya, hingga begitu enggan untuk membuka mata.

Selama itu pula, gadis blonde itu tidak ingin pergi ke sekolah dan memilih untuk tetap berada di rumah sakit menemani sang bungsu. Tak akan ada yang berani untuk memarahinya, bahkan selama apapun itu ia akan bebas untuk tidak datang ke sekolah. Percuma jika ia sekolah tapi pikiran nya hanya tertuju pada sang adik. Ia tetap tak akan bisa tenang.

Di ruangan yang dingin itu, Rosé tampak duduk di samping ranjang Lisa sembari menatap wajah mungil adiknya yang semakin memucat. Ia tak pernah bosan menatap wajah teduh itu, perasaan nya justru akan tenang jika sudah melihat wajah sang bungsu.

Tangannya terulur, menyikap poni sang adik yang sudah memanjang hingga hampir menutupi matanya. Jika di pikir lagi, Lisa akan marah jika ada seseorang yang menyikap poni keramat nya ini. Tapi tidak dengan para unnie nya, Lisa tak akan mungkin memarahi mereka.

"Apa tidur mu begitu lelap hingga lupa bahwa disini kami sedang menunggu mu bangun, Lisa-ya?" gadis blonde itu berucap lirih sembari mengusap lembut pipi sang adik yang terlihat menirus dan pucat. Meski sudah cukup sering ia melihat pemandangan ini, entah kenapa rasanya tetap menyakitkan.

Seperti biasanya, tidak ada jawaban apapun dari sang adik. Yang terdengar hanya suara monitor seakan ialah yang selama ini menjawab semua ucapan Rosé.

Meski ia tau tak akan mendapatkan respon apapun dari Lisa, namun Rosé terus saja berbicara seolah-olah ia sedang mengobrol bersama sang adik. Berharap di tengah-tengah pembicaraan nya itu, Lisa akan merespon meski hanya dengan sentuhan jari saja.

"Lisa-ya, kau tau? Sekolah terasa sangat membosankan bila kau tidak ada. Bukankah aku juga pernah mengatakan hal ini padamu?" Rosé terkekeh pelan saat mengingat moment yang terjadi dulu. Saat dimana ia dengan antusias nya bercerita pada Lisa betapa bosannya belajar di sekolah tanpa kehadirannya.

Tapi sepertinya, adiknya itu tak akan pernah bosan untuk belajar. Lisa sangat pintar, meski cuma sekali baca buku saja ia akan bisa menjawab semua soal yang diberikan oleh ssaem. Jangan heran Rosé mengetahui hal ini, karena dia selalu menanyakan keadaan Lisa di kelas pada Eunha.

"Saat kau sembuh nanti, kau harus mengajari ku. Setelah itu kita akan bersenang-senang mengganti hari-hari yang kita lewati tanpa melakukan apapun. Katakan saja padaku apa yang kau inginkan, unnie mu ini tak akan pernah mengecewakan mu." Gadis blonde itu tersenyum sembari mengecup hangat punggung tangan sang adik yang tertutupi oleh infus. Tidak sampai di situ, ia juga mengecup kening Lisa cukup lama.

"Kau masih disini, Nak?" Rosé terhenyak lalu menoleh. Ia mendapati sosok sang ibu yang kini menghampiri nya. Yuri juga tampak mengenakan baju khusus yang sama seperti Rosé.

"Eoh, eomma. Wae geurae?"

"Diluar ada teman-teman mu yang menunggu," Rosé membulatkan kedua matanya terkejut. Tidak biasanya mereka akan datang secepat ini. Gadis blonde itu pun berdiri, lalu mengecup sudut bibir sang adik. Sebelum pergi, Rosé tak akan lupa memberikan kecupan ini. Bahkan hampir di setiap saat.

Alone[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang