60- Fall down

5.7K 524 45
                                    

Pagi ini suasana di mansion terasa sepi. Tentu saja karena Jisoo yang harus kembali bekerja serta Jennie yang terpaksa pergi ke kampus meskipun sebenarnya ia tak ingin.

Di dalam kamar yang luas itu, mata hazel Lisa tampak tak lepas menatap gadis blonde yang duduk di pinggir ranjang sembari memainkan gitarnya. Hari ini pun lagi-lagi Rosé tidak ingin ke sekolah. Entah karena ia yang sudah terlalu nyaman terus berada di mansion, atau memang Rosé tak ingin pergi jika tidak ada sang bungsu bersamanya.

"Rosé unnie, kau yakin tidak apa-apa jika terus membolos seperti ini?"

"Berapa kali lagi harus kukatakan padamu, eoh? Meskipun tak pernah datang ke sana lagi, tidak akan ada yang bisa memarahi kita." Gadis berponi itu menghela napas berat. Sekarang Lisa benar-benar bingung. Apakah ia harus senang atau justru khawatir?

Tapi sepertinya yang dikatakan oleh Rosé memang benar. Bukti nya sampai sekarang pun, ia tak mendapatkan panggilan peringatan dari pihak sekolah.

"Aku masih tidak percaya," Rosé terkekeh sembari menatap sang bungsu yang memilih berbaring di atas ranjang.

"Kau harus terbiasa, Lisa-ya." Gadis berponi itu hanya mengangguk sembari tersenyum. Lisa memilih untuk tak ambil pusing. Karena meskipun ia memikirkan hal ini, tetap saja tak akan ada selesai nya.

Rosé tampak melirik kearah sang bungsu karena tiba-tiba terdiam dengan pandangan lurus ke atas.

"Kau bosan?"

"Hm."

"Mau ku mainkan satu lagu?" Lisa langsung terduduk saat mendengar permintaan Rosé. Dengan semangat ia pun mengangguk.

Mata hazel Lisa tertutup karena kini terhanyut dalam alunan melodi. Suara khas milik Rosé benar-benar telah menenangkan nya. Sekarang Lisa akhirnya mengerti kenapa kakaknya itu memilih untuk menekuni bidang musik.

Diam-diam, gadis blonde itu melirik kearah sang bungsu yang tampak begitu menikmati permainan gitar nya. Senyum itupun terukir di kedua sudut bibir Rosé. Pilihan nya untuk tidak datang ke sekolah sepertinya sangat tepat. Karena dengan begini, ia akan selalu bersama Lisa.

"Kau suka?" dengan cepat gadis berponi itu mengacungkan kedua ibu jarinya sembari tersenyum. Bahkan setelah permainan gitar dan nyanyian Rosé berakhir, Lisa justru ingin mendengar nya lagi untuk yang kedua kalinya.

"Jika suka, aku bisa memainkan nya kapanpun kau mau."

"Sungguh?"

"Hm, apapun itu jika untuk mu maka akan kulakukan." Lisa tertegun. Ia menatap lekat wajah putih sang kakak dengan tatapan teduhnya.

Jika di pikir lagi, sudah begitu banyak hal yang mereka lakukan untuk Lisa. Tanpa di minta pun, ia sudah mendapatkan segalanya. Bahkan ketiga unnie dan oppa nya itu sudah memberikan begitu banyak hal yang selama ini tak pernah ia dapatkan. Salah satunya adalah kasih sayang seorang kakak.

Dan hal yang selalu membuat Lisa menjadi sedih adalah, bahwa sampai saat ini pun. Ia belum bisa melakukan apapun untuk mereka, keluarga nya. Bukannya memberikan kebahagiaan, justru ia hanya membawa kesedihan yang berujung dengan air mata.

"Ya, apa yang sedang kau pikir kan? Kau baik-baik saja kan? Kenapa matamu memerah, hm?" gadis berponi itu terhenyak saat mendengar pertanyaan bertubi-tubi yang dilontarkan oleh sang kakak. Dengan cepat Lisa pun segera mengusap kedua mata hazel nya yang mulai basah karena air mata.

"Gwenchana, unnie. Mataku hanya kelilipan." Rosé tak mengatakan apapun lagi setelah itu.

Ia tau bahwa adiknya sedang memikirkan sesuatu hingga membuat air mata itu menggenang. Tapi meski ditanya pun, Lisa tetap tak akan mau mengatakan yang sebenarnya.

Alone[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang