Meski pagi sudah menjelang, tak satupun dari keluarga park yang beranjak pergi meninggalkan rumah sakit sekedar untuk membersihkan diri. Semalaman mereka terus terjaga, enggan untuk menutup mata karena bayang-bayang rasa takut itu terus saja menyelimuti mereka.
Walau matahari telah bersinar menyilaukan, namun tak setitik pun cahaya itu masuk ke dalam ruangan yang dingin dan mencekam ini. Hanya cahaya lampu redup yang kini menyinari dengan suara monitor yang terdengar begitu nyaring.
Entah sejak kapan gadis blonde itu terus terduduk sembari menggenggam tangan adiknya yang terasa begitu dingin. Matanya pun tak lepas memandang begitu pucat nya wajah sang bungsu saat ini. Meski ia sudah ditegur berkali-kali oleh perawat, namun ia masih juga enggan untuk pergi meninggalkan sang adik seorang diri.
Ia begitu takut untuk pergi walaupun hanya selangkah saja, karena selama ini ia selalu gagal untuk memastikan bahwa adiknya baik-baik saja. Ia tak ingin hal seperti itu terjadi lagi, sudah cukup dengan segala kebodohan nya selama ini dengan selalu meninggalkan sang bungsu sendirian dengan rasa sakit nya.
"Rosé-ya, kau tak ingin pulang?" gadis blonde itu terhenyak saat mendengar suara lembut dari sang kakak. Yeoja dengan surai hitam itu tampak mengusap lembut bahu sang adik.
"Aniyo, aku akan tetap berada disini."
"Kau juga harus istirahat, Rosé. unnie tidak ingin kau sampai melupakan kesehatan mu," Rosé hanya diam tak menjawab apapun. Jika boleh jujur, ia tak berniat sedikit pun untuk pergi meninggalkan ruangan ini.
Merasa diabaikan, yeoja itu pun menghela napas berat. Ia tau bahwa saat ini perasaan adiknya itu sedang tak karuan, karena dirinya pun juga begitu. Di saat kedua adiknya terus menangis menumpahkan rasa sakit, tapi ia tetap harus kuat demi menjadi penopang adik-adik nya.
Tapi ia juga tidak bisa diam saja saat melihat mereka yang terus saja menyiksa diri dengan melupakan kesehatan mereka sendiri. Jisoo tak pernah menginginkan hal ini. Jika saja sang bungsu mengetahui tingkah keras kepala para unnie nya ini, mungkin ia juga akan marah dan kesal.
"Rosé-ya, setidaknya kau harus sarapan. Sejak malam tadi kau belum memakan apapun," gadis blonde itu menoleh ke arah Jisoo. Kemudian ia beralih menatap sang bungsu.
"Aku tidak selera, unnie."
"Jadi kau ingin mengabaikan kesehatan mu sendiri? Rosé-ya, jika Lisa tau bahwa kau bersikap keras kepala seperti ini. Mungkin ia juga akan marah padamu. Apa ini yang kau inginkan?" Rosé menggigit bibir bawahnya gusar. Mana mungkin ia menginginkan hal itu, sampai kapanpun ia tak ingin dirinya menjadi sumber kemarahan sang adik.
"Tapi aku tak ingin meninggalkan Lisa sendirian disini, unnie." Jisoo terdiam. Suara Rosé sudah terdengar begitu serak. Mungkin karena semalaman ia terus saja menangis.
"Lisa tidak sendiri, Rosé-ya. Dia memiliki kita keluarga nya yang akan selalu menemani nya," gadis blonde itu mulai terisak sembari menggenggam tangan sang bungsu dengan erat.
Membayangkan bahwa dulu adiknya selalu seorang diri, benar-benar mencubit perasaan Rosé. Entah seberapa banyak perjuangan yang Lisa lakukan, dan sekarang. Ia berjuang melawan takdir, demi keluarga nya.
"Mianhae, jika boleh aku egois. Aku ingin kau tetap bersama ku. Kau harus bertahan demi kami, apapun yang terjadi. Jebal, Lisa-ya." Suara isak tangis itu mulai memecahkan keheningan.
Walau satu hari saja, Rosé sudah sangat merindukan senyum manis milik sang bungsu. Senyuman itu sudah menjadi candu untuk nya dan juga keluarga nya. Senyuman yang membawa kebahagiaan untuk mereka. Namun kini senyum itu hilang, menyisakan sebuah gurat wajah penuh kelelahan dari sang bungsu. Begitu pucat seakan tak ada darah yang mengalir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
Historia CortaAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...