Keadaan koridor siang ini terlihat lengang karena para siswa dan siswi masih berada dalam kelas untuk mengikuti pelajaran. Tapi tidak dengan Lalice yang meminta izin pada sonsengnim untuk pergi ke toilet. Sejak pagi tadi dada Lalice terasa sangat nyeri. Hingga ia sudah tidak sanggup untuk menahannya lagi.
Gadis bertubuh jangkung itu tampak melangkah tertatih. Bertumpu pada dinding koridor agar tubuh kurusnya tidak tumbang menghempas lantai yang dingin. Deru napas nya terdengar memburu dengan keringat dingin yang membasahi tubuh.
Tangan kurus milik gadis berponi itu terus meremas dada kirinya, rasa sakit yang luar biasa menjalar ke seluruh tubuh. Tanpa belas kasih walau sekarang ia tengah berjalan dengan tenaga yang tersisa.
Lalice mengunci dirinya didalam bilik toilet. Rasa sesak di dadanya semakin menjadi. Sungguh, ini masih terlalu cepat jika dia harus kambuh. Lalice merogoh saku seragam nya mencari beberapa tabung obat untuk meredakan rasa nyeri di dadanya.
Memilih beberapa pil bewarna putih dan langsung meneguknya tanpa air. Matanya mulai memerah dengan bibir bawah tergigit agar erangan rasa sakit itu tak terdengar. Sesekali Lalice mencoba untuk mengatur pernapasan nya yang sesak.
"Jebal, jangan bermain dengan ku sekarang," ditengah rasa sakit yang menyeruak, Lalice kembali berujar lirih.
Rasa sesak ini lebih sakit dari sebelumnya. Hingga gadis bermata hazel itu harus sekuat tenaga untuk menenangkan diri agar rasa nyeri di dadanya hilang.
Setelah memastikan rasa sesak itu mulai memudar, Lalice kembali membuka kedua matanya yang sempat tertutup. Ia beruntung karena obat yang di teguk nya bekerja dengan baik. Karena jika tidak, mungkin sekarang ia sudah terkapar di dalam bilik ini seorang diri.
"Sudah berapa lama aku disini?" Lalice tersadar bahwa dirinya sudah lama terhanyut dalam rasa sakit. Ia memilih untuk segera kembali ke kelas atau dirinya benar-benar berada dalam masalah.
Kaki jenjang milik Lalice mulai melangkah meninggalkan bilik toilet. Tapi ia kembali menghentikan langkahnya ketika sepasang mata hazel itu mendapati seorang siswi yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu.
Lalice menatap siswi dengan surai hitam lurus itu bingung. Almamater yang dikenakan nya berbeda pertanda bahwa mereka tidak berada dalam satu angkatan. Dan yang membuat ia heran, kenapa siswi itu tiba-tiba menghadang jalannya? Apa dia tidak mengikuti pembelajaran?
"A-aku hanya ingin memberikan ini padamu." Lalice kembali menatap siswi dihadapan nya itu jengah karena tiba-tiba ia menyodorkan sebuah paper bag bewarna putih.
Siswi dengan surai hitam itu tampak mengulum bibir nya karena tidak juga mendapatkan respon dari Lalice. Ia tahu, gadis berponi dihadapan nya ini pasti merasa bingung.
"Setidaknya ganti seragam mu, sunbaenim."
"A-apa?"
"Kenapa? Apa aku salah bicara?"
Lalice terkesiap ketika mendengar ucapan siswi dihadapan nya ini, tidak menyangka jika ada siswi yang memanggilnya dengan seformal itu.
Gadis berponi itu beralih menatap seragamnya yang terlihat sangat berantakan. Apalagi baju yang awalnya basah, kini mulai kering karena terlalu lama dibiarkan.
Lalice menghela napas kasar. Penampilan nya tidak akan seberantakan ini jika pagi tadi tak bertemu dengan kumpulan yeoja yang selalu merundung nya. Namun meski ia mengelak untuk bertemu pun, takdir justru berkata lain.
Gadis bermata hazel itu kembali mendongak, menatap siswi yang masih setia berdiri dihadapan nya. Bahkan lengkungan senyum di bibir nya tak juga memudar sedari tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
Kısa HikayeAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...