Lalice terdiam, menatap seorang pria setengah baya didepannya. Bertubuh tegap dibaluti oleh kemeja putih dan jas berwarna hitam. Wajahnya terlihat tegas meski sorot matanya tampak sayu.
"Lisa-ya..." Gadis berponi itu mengkerut kan keningnya. Bingung? Tentu saja, ia justru melirik ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa pria itu tak salah memanggil orang. Tapi nyatanya, di jalan yang sepi ini hanya ada Lalice dan pria asing itu
"Appa menemukan mu." Gadis berponi itu menegang ditempat ketika pria bertubuh tegap itu memeluknya dengan sangat erat. Pelukan seakan ia menyalurkan sebuah kasih sayang yang selama ini tak pernah ia berikan pada sang anak. Sebuah pelukan yang penuh akan kerinduan, bahkan tak bisa dipungkiri bahwa kini suara isak tangis itu mulai terdengar memecahkan keheningan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya Tuhan kembali mengizinkan Jiyong untuk bertemu dengan putrinya. Seorang anak yang selama ini tak pernah ia berikan kasih sayang layaknya seorang ayah. Seorang anak yang sudah ia cari selama bertahun-tahun hingga akhirnya hanya menemukan jalan buntu dan keputusasaan.
Rasa bahagia dan bersalah ini bercampur menjadi satu. Jiyong tak kuasa untuk membendung air matanya lagi. Ingin rasanya ia terus memeluk putri bungsu nya yang sudah lama ia rindukan. Tapi yang didapatinya adalah sebuah penolakan dan rasa takut.
Gadis berponi itu tampak tak nyaman dan segera melepas pelukan itu dan melangkah menjauh dari Jiyong. Ada perasaan takut yang menyelimuti nya jika kembali teringat dengan kejadian malam tadi.
"Maaf, paman. Sepertinya Anda salah orang. Saya permisi." Tanpa pikir panjang Lalice segera membalikkan tubuhnya. Ia tak tau kenapa perasaan nya menjadi gusar. Lagi pula sekarang langit sudah mulai gelap, ia tak yakin akan baik-baik saja jika terus berada di sana.
"Lisa, tunggu." Dengan cepat Jiyong menahan tangan Lalice. Hingga gadis berponi itu tersentak karena terkejut.
"Lepaskan aku. Apa paman sudah gila?" Jiyong segera melepas genggaman tangannya dari lengan Lalice. Ia dapat melihat dengan jelas wajah takut dari gadis bertubuh jangkung itu.
Lalice tidak habis pikir pria asing itu sampai menahan nya seperti ini. Bahkan sangking paniknya, ia sampai mengeluarkan kata yang terdengar tidak sopan untuk ia lontarkan pada orang yang lebih tua. Tapi jika kalian yang berada diposisi Lalice, apa yang akan kalian lakukan? Bertemu dengan pria asing di tengah jalanan sepi seperti ini, tentu saja panik bukan?
"Paman siapa, hah? Aku bukanlah Lisa yang Anda cari, namaku Lalice." Jiyong tampak menatap wajah putri bungsunya itu lirih. Terasa menyakitkan ketika putri kandung mu sendiri bahkan tak mengenali mu. Seakan ada yang mencubit perasaan hingga terasa teramat perih.
"Lisa-ya, kau tak mengenaliku? Kau tak mengenali appa mu sendiri?" Suara Jiyong terdengar begitu parau. Bahkan Lalice yang berdiri di hadapan nya pun terdiam.
Pernyataan pria itu, mampu mengguncang perasaan Lalice. Kenapa disaat seperti ini, ada seseorang yang mengaku sebagai ayahnya? Lalice tak tau harus bereaksi seperti apa, hanya saja ucapan pria itu tak terdengar masuk akal baginya.
"Paman jangan bercanda. Ayahku sudah meninggal, jadi berhentilah membodohi ku." Sekali lagi, perasaan Jiyong kembali tercubit. Ia mengusap wajahnya yang basah karena air mata. Tak habis pikir bahwa putrinya sendiri mengatakan hal seperti itu.
"Lisa-ya, apa eomma mu tidak pernah menceritakan ku padamu?" Lalice menggeleng kan kepalanya pelan. Jiyong kembali mengusap wajahnya tak percaya dengan apa yang terjadi. Bagaimana bisa selama bertahun-tahun lamanya Seohyun menyembunyikan hal sebesar ini dari Lalice, anaknya sendiri.
"Paman, dengar. Sepertinya Anda salah orang. Aku sama sekali tidak mengenalimu. Jadi biarkan aku pergi." Lalice sedikit membungkukkan badannya dan segera berlalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
Cerita PendekAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...