Dua bulan bukanlah waktu yang sebentar yang hanya dilalui dengan sekejap mata. Selama itu mereka selalu dibayangi oleh rasa takut akan kehilangan. Entah seberapa banyak air mata yang tumpah karena keputusasaan yang menghantui. Keegoisan mereka yang ingin terus mempertahankan kehadiran sang bungsu, meski mereka tau bahwa demi rasa ego itu Lisa harus berjuang lebih.
Tapi ternyata Tuhan telah menjawab semua do'a mereka, Lisa kembali meskipun ia tampak begitu lemah. Wajah mungil nya tampak begitu pucat, pipi berisi nya pun sudah menirus. Bukan hanya itu, selang dan kabel aneh yang masih tertempel di tubuh Lisa pun belum bisa di lepas.
Dokter Jung mengatakan bahwa alat-alat itu akan dilepas jika keadaan Lisa benar-benar sudah stabil. Ia harus bertahan lebih lama lagi dengan alat yang membuat nya tak nyaman itu. Meski terkadang Lisa sesekali memberontak karena tenggorokan nya terasa di ganjal dan perih.
"Selamat pagi, sayang." Yuri mengecup lama kening sang bungsu yang tertutupi poni. Ia selalu melakukan hal yang sama setiap saat sejak putrinya dipindahkan keruangan VVIP ini.
"Apa tidur mu nyenyak, Nak?" gadis berponi itu tampak mengedip kan matanya sekali. Sampai saat ini pun, ia masih belum bisa bergerak karena tubuhnya terasa begitu kaku. Lisa juga tidak bisa berbicara karena kini mulut nya masih tersumpal oleh intubasi endotrakeal.
Ketika melihat keadaan Lisa yang masih lemah seperti ini, tentu akan mencubit perasaan mereka. Tapi setidaknya mereka bersyukur dan lega, karena sang bungsu tak harus tertidur di dalam ruangan yang dingin dan gelap itu.
Gadis berponi itu tampak memutar bola mata hazel nya. Tentu Lisa bingung karena di dalam ruangan seluas ini hanya ada ia dan sang ibu.
"Sebentar lagi mereka akan kesini, tunggulah. Hm?" Lisa kembali mengedipkan matanya. Tanpa dikatakan pun, Yuri tau bahwa putrinya itu sedang mencari sosok anggota keluarga nya yang lain.
Wanita paruh baya itu tampak mengambil posisi duduk di samping ranjang sang bungsu. Pandangan nya tak akan lepas sedikitpun menatap wajah mungil Lisa. Tangannya juga terulur, mengusap lembut pipi tirus putrinya seakan menyalurkan kehangatan.
"Lisa-ya," gadis berponi itu melirik kearah sang ibu. Ia mengkerut kan kening nya saat melihat wajah Yuri yang memerah dan matanya yang sudah tampak basah.
"Terima kasih, Nak. Terima kasih karena kau sudah bertahan demi kami," suara Yuri terdengar parau. Jika ia kembali mengingat betapa frustasinya ia dulu karena keadaan sang bungsu yang semakin memburuk benar-benar membuatnya begitu takut.
Berada di ruangan yang dingin dalam waktu yang cukup lama, hanya ditemani oleh suara monitor yang terdengar nyaring benar-benar merupakan kenangan terburuk untuk mereka. Cukup sekali, dan mereka tak ingin Lisa menderita lebih dari ini lagi.
Mata hazel Lisa tampak memerah. Inilah yang tak ia inginkan, melihat sang ibu menangis karena nya. Ingin sekali ia bangkit dan memeluk sang ibu yang selama ini selalu menemani nya, tapi Lisa tak kuasa karena bahkan untuk menggerakkan tubuhnya saja sangat sulit untuk nya.
Sekuat tenaga Lisa mencoba, hingga tangan kurusnya terangkat mengusap wajah sang ibu yang basah karena air mata.
"Uljima, eomma."
Lisa memejamkan kedua matanya, ia benar-benar kesal. Bahkan untuk mengatakan kalimat itu saja ia tidak bisa.
"Lisa...," Yuri tertegun, ia langsung menggenggam tangan kurus sang bungsu yang hampir saja terjatuh. Tangan itu tampak bergetar dan lemah.
"Jangan dipaksakan, hm?" tak ada jawaban dari Lisa. Keadaan nya yang seperti ini benar-benar menyiksa untuk nya.
Yuri yang melihat raut wajah putrinya yang menekuk pun tersenyum. Sudah sangat lama ia tak melihat wajah Lisa dengan ekspresi yang menggemaskan ini. Yuri benar-benar merindukan nya.
![](https://img.wattpad.com/cover/234041397-288-k563732.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
Cerita PendekAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...