32- Retaliation

9.7K 929 124
                                        

Gelap, ruangan itu terlihat gelap dan hening. Ia menahan sakit seorang diri, dengan wajah yang basah karena air mata. Ia tak mengerti, kenapa harus mengalami hal yang sama berulang kali. Rasanya menyakitkan dan menyesakkan. Tapi ia tak tau harus melakukan apa untuk melepaskan rasa sakit ini.

Dadanya terasa ngilu, bibir nya pun kini kelu. Untuk mempertahankan kesadaran nya saja sudah sangat sulit untuk gadis itu. Mata hazel nya bergetar, menatap lirih pintu hitam yang masih tertutup dengan rapat. Di dalam hati ia berharap, seseorang akan datang untuk membantunya.

"Appo...," gadis berponi itu merintih, dengan tangan kurusnya yang terus meremas seragamnya. Rasanya sangat sakit, sungguh. Entah berapa lama lagi ia akan bertahan dengan rasa sakit ini.

"Lalice?" gadis jangkung itu mendongak, matanya kini mulai menggenang ketika melihat sosok yeoja yang kini berdiri di ambang pintu.

Yeoja dengan surai hitam itu membekap mulutnya terkejut. Dadanya terasa begitu sesak ketika melihat gadis berponi yang sudah meringkuk di atas lantai yang dingin.

"Wae geurae? Kenapa seperti ini?" perlahan ia melangkah menghampiri Lisa. Ia benar-benar terkejut dengan keadaan ruangan itu yang basah serta pil obat yang sudah berserakan dimana-mana.

Tangannya terulur meraih wajah mungil Lisa yang basah. Ia mengusap nya lembut dan memeluk nya erat.

"Seharusnya aku tidak meninggalkan mu sendiri, Lalice. Mian, jebal mianhae." Lengkungan senyum itu terukir di kedua sudut bibir Lisa. Tangan kurusnya mengusap punggung temannya itu lembut.

"Gomawo, Eunha-ya...."

"Apa yang kau--- Lalice? He-hei! Lalice!" Eunha berteriak panik saat tubuh gadis berponi itu tiba-tiba melemas. Bahkan ia tak dapat mendengar suara Lisa. Dengan isak tangis, Eunha segera membawa Lisa keluar dari ruangan yang menyesakkan itu.

Air mata itu tak mampu lagi ia tahan saat melihat wajah mungil Lisa yang penuh dengan memar. Apalagi saat menyadari bahwa mata hazel itu sudah tertutup, membuat Eunha panik dan gelisah.

"Lalice! Ya, buka matamu!" Eunha berucap di tengah isak tangisnya. Mengguncang tubuh Lisa tapi tetap saja ia tak membuka matanya.

"Andwae, Lalice!" Eunha menoleh dan mendapati dua yeoja dan satu orang namja kini berlari ke arah nya. Wajah mereka tak kalah panik dengan Eunha sekarang, tapi yang paling menarik perhatian disini adalah reaksi gadis blonde itu yang terdiam bak patung.

"Apa-apaan ini?" Rosé berujar dengan suaranya yang serak. Eunha menoleh ke arah gadis blonde itu yang kini wajahnya tampak memerah dengan air mata yang membasahi wajah putihnya.

Perlahan ia melangkah, lalu terduduk di samping gadis berponi yang tak sadarkan diri.

"Apa yang terjadi?" air mata itu luruh, pandangan nya tak lepas menatap Lisa yang pucat dengan luka memar di sekitar wajahnya.

"Kenapa..., seperti ini?" tangan gadis blonde itu terulur, mengusap wajah Lisa yang basah.

"Siapa yang melakukan ini pada Lisa?!" Rosé berteriak marah karena tak ada satupun diantara mereka yang menjawab pertanyaan nya. Isak tangis nya belum juga berhenti. Rasa sesak itu kembali menghampiri nya karena lagi dan lagi ia terlambat untuk membantu Lisa.

"Rosé-ya, tenang lah. Sekarang kita harus membawa Lalice ke ruang kesehatan."

"Kau meminta ku untuk tenang? Lihat keadaan Lisa sekarang! Bagaimana bisa aku tenang?" Eunha menepuk pelan bahu gadis blonde itu mencoba untuk menenangkan nya. Ia tahu bahwa saat ini gadis itu sedang diselimuti oleh kemarahan dan kesedihan, tapi sekarang keadaan Lisa lebih penting.

Alone[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang