Pagi ini langit tampak begitu cerah dengan langit birunya. Cahaya mentari pun berhasil menyelinap masuk melalui celah-celah jendela hingga terasa sedikit menyilaukan.
Didalam ruangan luas bernuansa putih, gadis berponi itu tampak masih terbaring di atas ranjang. Perlahan ia membuka mata hazel nya, lalu tersentak kaget saat sebuah kecupan itu berhasil mendarat di kening nya yang tertutupi poni.
"Selamat pagi, Lisa ku." Gadis berponi itu tampak menatap lekat sang kakak yang kini tengah tersenyum ke arahnya.
"Kau mengejutkan ku, unnie." Gadis blonde itu terkekeh saat melihat wajah sang bungsu yang menekuk. Ia pun mengambil alih posisi dan duduk di samping ranjang Lisa.
"Miane, aku hanya ingin membalas mu. Kau ingat, dulu kau juga mengagetkan ku dengan kecupan tiba-tiba mu itu." Lisa mengkerut kan kening nya saat mendengar ujaran sang kakak. Cukup lama ia terdiam, akhirnya ia tersenyum sembari tertawa ringan.
Uhuk~
"Ya, Lisa. Jangan paksakan dirimu," Rosé berujar sembari mengusap lembut punggung sang bungsu.
Sudah dua hari berlalu sejak proses ekstubasi yang menyiksa Lisa. Meskipun sekarang ia sudah terbebas dari benda asing itu, tetap saja tenggorokan nya masih terasa sedikit perih. Bahkan untuk menelan saja sangat sulit untuk nya.
"Rosé unnie, kau tidak ke sekolah?" gadis blonde itu melirik kearah sang bungsu yang kini tampak setengah duduk. Kemudian ia pun menghela napas panjang.
"Bukankah sudah ku katakan padamu? Aku tidak akan ke sekolah sebelum kau sembuh, Lisa-ya." Rosé berujar lirih.
Setiap pagi, adiknya itu akan selalu melontarkan pertanyaan yang sama. Padahal ia sudah mengatakan berkali-kali, bahwa Rosé tak akan bersekolah jika tidak ada Lisa bersama nya. Tapi sepertinya sang bungsu tak menginginkan hal itu. Dapat dilihat dari raut wajah Lisa jika Rosé mengatakan hal yang sama jika adiknya itu bertanya.
"Aku dengar kau tidak pergi ke sekolah sejak aku ada di sini, unnie. Itu sangat lama. Ada begitu banyak pelajaran yang akan kau tinggalkan," Rosé hanya diam sambil menatap sang bungsu yang terus mengomel dengan suara serak nya itu. Entah kapan terakhir kali ia mendengar Lisa yang berbicara panjang lebar seperti ini.
Perasaan Rosé tercubit jika melihat wajah mungil Lisa yang masih tampak pucat, dan pipinya yang tak lagi berisi. Tapi setidaknya ini lebih baik daripada ia melihat wajah sang bungsu yang tertupi oleh masker oksigen hingga ia tak dapat melihat wajah Lisa dengan benar.
Meski suara Lisa terdengar begitu serak, itu lebih baik daripada ia harus mendengar suara monitor di setiap harinya. Rosé hanya ingin sang bungsu terus bersamanya. Ia ingin terus melihat senyuman manis yang telah menjadi candu untuk nya.
"Hal itu bukanlah sesuatu yang harus kau pikir kan."
"Mwo?"
"Tidak ada yang lebih penting daripada kau di hidupku, Lisa-ya. Aku ingin terus menemani mu, aku tak ingin meninggalkan mu seorang diri lagi." Gadis berponi itu terdiam sembari menatap lirih sang kakak. Mata hazel nya bergetar. Kalimat itu akan selalu berhasil menghangat kan perasaan nya.
Di saat ia berpikir akan ditinggal seorang diri, tapi ternyata ia memiliki keluarga yang selalu menemani nya. Meski terkadang Lisa merasa bersalah karena terus menerus membuat keluarga nya khawatir dan bersedih. Tapi disisi lain ia juga merasa bahagia, karena kini kehadiran nya sudah berarti untuk mereka.
Rasa sakit yang selalu menghantui nya ini bahkan tak kan terasa karena kehangatan keluarga yang selalu mereka berikan kepada Lisa.
"Lagi pula, tidak akan ada yang bisa memarahi ku di sana. Kau lupa siapa ayah kita?" Bibir Lisa berkedut saat mendengar ujaran kakak nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
ContoAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...