Meski hawa sejuk menyelinap hingga membuat tubuh menggigil, tak satupun dari mereka yang menghiraukan nya. Penampilan yang tak beraturan, dan wajah terlihat begitu sembab. Tapi mereka tetap tak ingin kembali sekedar untuk merehatkan diri.
Keluarga park tampak terduduk di depan ruangan ICU, sejak tadi mereka tak beranjak dari sana. Begitu enggan untuk pergi meninggalkan sang bungsu yang berada di dalam ruangan itu seorang diri.
"Appa, eomma!" perhatian mereka kini beralih pada sosok yeoja dengan surai hitamnya yang tampak berlari. Wajahnya terlihat sangat panik dan begitu berantakan. Tidak ada bedanya dengan mereka saat ini.
"Dimana Lisa? Eomma, katakan dimana Lisa," Yuri menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis. Tangannya pun terulur, mengusap lembut surai hitam milik putrinya.
"Jisoo-ya, adikmu akan baik-baik saja. Percayalah, dia anak yang kuat. Lisa akan baik-baik saja," Jisoo memeluk erat sang ibu yang kini kembali menangis terisak. Padahal dengan sekuat tenaga Yuri mencoba membendung air mata ini, namun tetap saja tidak bisa. Rasa sesak di dadanya belum kunjung hilang. Hingga ia pun tak tau bagaimana cara untuk melepaskan nya.
Melihat keadaan putri bungsunya yang terbaring tak berdaya, di dalam ruangan yang mencekam itu seorang diri benar-benar menyayat perasaan Yuri. Ia hanya ingin putrinya selalu tersenyum, namun yang di dapatnya hanya wajah pucat dari Lisa.
Jisoo mengusap punggung sang ibu, ia tau bahwa saat ini perasaan ibunya sangat hancur. Di saat mereka berpikir bahwa semua akan baik-baik saja, namun justru yang terjadi adalah sebaliknya.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Lisa bisa seperti ini?" Jisoo menoleh ke arah sang sulung yang mendeku di hadapan sang ibu. Saat pertanyaan itu di lontarkan, tak ada satupun dari mereka yang menjawab. Tentu saja hal ini membuat Sehun bingung.
"Wae? Aku yakin pasti terjadi sesuatu padanya hingga ia bisa mengalami hal ini."
"Dia seperti ini karena ku," perhatian mereka kini beralih pada gadis berpipi mandu yang berdiri tak jauh dari tempat mereka sekarang. Ia tertunduk, enggan untuk menunjukkan wajahnya yang begitu berantakan sekarang.
"Apa maksud mu, Jennie-ya?"
"Bukankah sudah aku katakan? Semua ini karena ku, ini salah ku. Dia datang menarik tanganku saat ada mobil yang melaju ke arah ku. Kami sama-sama terjatuh dan..., dia. Dia tidak sadar kan diri setelah itu," suara Jennie terdengar begitu parau. Jika mengingat hal itu lagi, rasanya ia begitu takut. Bahkan sekarang tubuhnya terus bergetar dan pikiran nya pun begitu kalut.
"Ini bukan salah mu, unnie." Jennie mendongak, menatap lirih gadis blonde yang baru saja keluar dari ruang ICU.
"Dia kambuh saat kami menaiki wahana di taman bermain. Seharusnya aku melarang nya untuk pergi, tapi ketika melihat nya. Aku tidak bisa mencegahnya. Ku pikir semua akan baik-baik saja, tapi ternyata aku salah." Gadis itu tersenyum, tapi entah kenapa terlihat begitu menyakitkan.
Rose benar-benar menyesali keputusan bodohnya. Jika saja dia tetap keras kepala dan melarang Lisa pergi, maka adiknya itu tak akan menderita seperti ini. Tapi sekarang semua sudah terjadi, yang tersisa hanya penyesalan tak berujung. Dan Rose benar-benar tersiksa dengan itu.
"Jennie unnie, apa kau masih membencinya?" gadis berpipi mandu itu tertegun. Pertanyaan dari Rose telah membuat ia tak bisa mengatakan apapun lagi.
"Jika saja Lisa tidak datang menyelamatkan mu, mungkin kau yang akan terbaring di sana."
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
ContoAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...