Pagi ini, ruangan luas bernuansa putih itu tampak ramai dan sedikit heboh. Tentu saja karena rasa bahagia yang hinggap di hati mereka saat mengetahui bahwa sang bungsu sudah di izinkan pulang. Senyum lebar itu tak juga luntur dari wajah mungil Lisa. Ia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya karena akan terbebas dari ruangan yang membosankan ini.
Di saat semua keluarga nya keluar dari ruangan, Lisa masih berdiri di dalam sana sembari menatap lirih seorang wanita yang mengenakan jas putih kebanggaan nya. Dokter Jung tersenyum dan memeluk gadis jangkung itu erat. Lalu beralih mengusap surai cokelat Lisa dengan lembut.
"Aku senang karena kau sudah menemukan keluarga yang menyayangimu, Lalice." Gadis berponi itu pun mengangguk pelan.
"Jagalah dirimu, jangan merasa tertekan dan kurangi aktivitas mu. Jika dia kambuh, kau harus meminum obat mu. Arraseo?"
"Arra, gomawo dokter Jung." Wanita berumur lanjut itu tersenyum. Ia menatap punggung Lisa yang berlalu pergi hingga menghilang dari balik pintu ruangan.
Dokter Jung mengusap wajahnya kasar, ia pun menghela napas nya berat. Selama satu minggu ini, ia terus memantau keadaan Lisa. Awalnya ia berpikir, bahwa gadis itu tak akan lagi datang bersama teman nya. Tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain, rasanya dokter Jung sangat terpukul dengan kenyataan ini.
Waktu begitu cepat mengambil kebahagiaan Lisa, kebebasan yang gadis itu rasakan ternyata hanya bersifat sementara. Tapi setidaknya, ada perasaan lega yang hinggap di benak dokter Jung. Gadis itu tak akan sendiri, dia tak kan lagi menahan rasa sakit itu seorang diri. Karena ia memiliki keluarga yang begitu menyayangi nya.
"Aku hanya berharap dia baik-baik saja."
....
Dua mobil mewah tampak berhenti di halaman depan mansion keluarga park. Perlahan Yuri dan Jiyong membantu sang bungsu untuk turun dari mobil.
Mata hazel Lisa bergetar saat melihat bangunan megah di depannya ini. Meski sudah hampir satu bulan ia tinggal di sana, tetap saja ia terperangah dengan kemewahan mansion ini. Sejak satu minggu ia menetap di rumah sakit, Lisa benar-benar merindukan suasana hangat di mansion park.
"Ten, tolong bawakan semua peralatan Lisa." Lamunan gadis berponi itu buyar setelah mendengar ujaran sang ayah. Ia menoleh ke belakang dan mendapati pria berjas hitam rapi itu tampak membawa semua barang-barang milik Lisa.
Ten menatap gadis berponi di depan nya, meski gadis itu tersenyum ia dapat melihat wajahnya yang masih sedikit pucat. Tapi ini lebih baik dari pada saat malam itu. Saat itu, ia begitu gelisah dengan keadaan Lisa. Tapi karena tugasnya, ia tak bisa melihat keadaan Lisa. Dan sekarang, setelah melihat Lisa dengan matanya sendiri. Ia merasa sangat bersyukur dan bahagia.
"Lisa-ya, kamu istirahat lah di kamar. Eomma akan buatkan minuman hangat untuk mu," gadis berponi itu menoleh kearah sang ibu. Ia mengangguk sembari tersenyum.
"Kajja, aku akan membantumu." Dengan cepat Rosé memapah sang adik. Meski ia tau Lisa bisa berjalan sendiri, tapi ia tak mau jika nanti malah terjadi sesuatu pada sang bungsu.
Mereka pun segera masuk menuju mansion, Lisa mengedarkan pandangannya mencari sosok seseorang. Di saat semua anggota keluarga datang menjemputnya di rumah sakit, tidak dengan yeoja berpipi mandu yang kini tampak berdiri di ujung tangga.
Wajahnya datar, tak ada sedikit lengkungan senyum pun di sana. Meski begitu, Lisa tetap melemparkan senyum terbaiknya pada sang kakak.
"Jennie, kenapa kau tak ikut pergi bersama Jisoo dan Rosé?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone[End]✔
Short StoryAku ada tapi tiada. Kesepian telah menjadi temanku, dan hadirku hanya benalu. "Sebenarnya apa tujuan mu?" - Park Jisoo "Apa yang kau inginkan? Uang?" - Park Jennie "Kembalikan kebahagiaan keluarga ku!" - Park Chaeyoung "Aku hanya ingin diakui." - L...