Bertaruh

212 20 7
                                    

Jangan lupa Vote dan Komenya

🍁🍁🍁🍁

Kembali Arin tergugu dengan wajah mencium kaca yang membatasi antara ruang ICU dan observasi, dimana dari situ ia bisa melihat kondisi Rio yang tengah mendapatkan perawatan intensif

Kelukaan hati begitu perih ia rasakan seorang diri mana kala mengingat kembali kata-kata jahat yang keluar dari mulut perempuan iblis bernama Siska dan juga bagaimana dengan tega sang Ayah mengabaikannya tanpa perasaan.

Belum selesai sampai disitu saja, begitu sampai di Rumah Sakit Arin harus kembali dihadapkan pada kenyataan pahit.

Hasil rekam medis Rio dari hasil Ct-scan, Rontgen dan beberapa pemeriksaan lainya bahwa akibat dari benturan hebat dalam kecelakaan itu mengakibatkan tempurung kepala Rio pecah, bersamaan dengan pecahnya pembuluh darah diotak. Belum lagi beberapa tulang rusuk yang patah mengakibatkan adanya komplikasi pada organ vital dalam.

Keadaan Rio yang parah itulah mengharuskanya mendapat tindakan operasi sesegera mungkin.

Bibir Arin terkatup rapat, otaknya buntu seketika saat dokter dengan terang-terangan menyebutkan jumlah nominal Fantastis yang harus Arin dan keluarga siapkan untuk operasi besar itu.

Gempuran ujian yang datang bertubi-tubi membuat Arin seakan limbung. Nalarnya buntu seketika, tak tahu harus pada siapa lagi ia mengemis pertolongan.

Berulang kali ia berusaha menyadarkan diri dengan sisa keteguhan hati bahwa pasti akan datang pertolongan Tuhan serta jalan keluar yang bisa jadi tak terduga sebagaimana sebelumnya

Ingin rasanya ia menjerit sekuat tenaga untuk melepaskan himpitan batin yang tak henti menderanya, beban berat yang seolah membuatnya kesulitan bernafas

Andaipun bisa ingin rasanya ia memprotes jalan nasib yang Tuhan gariskan padanya. Kenapa seolah tak bosan nasib buruk menghampiri dengan berbagai rupa. Mungkinkah saat ini Tuhan sedang gemar bercanda dengan suratan nasibnya.

Sesiang ini Arin hanya duduk bengong dipelataran Rumah Sakit seorang diri. Tatapan matanya kosong membias tak fokus.

Amel dan Sisi beberapa saat lalu pamit pulang sejenak untuk mandi dan mengganti pakaian setelah sarapan dikantin pagi tadi.

Ah...entah, bubur Ayam tadi serasa hanya numpang lewat saja ditenggorokan Arin. Tak berasa manis, asam, asin ataupun gurih yang mampu dicecap lidahnya, semua terasa sama hambarnya. Semua rasa yang ada nyaris terkalahkan dengan pahit kehidupan yang ia cecap saat ini.

Kalau bukan karena ide Amel dan Sisipun mungkin Arin tak akan ingat untuk mengisi perutnya. Atau bahkan gadis itu tak akan ingat kapan terakhir kali ia mengganti pakaiannya.  Sampai Alfon datang membawaknya selembar kaos dan celana panjang serta pakaian dalam yang dibelikan Amel di mini market Rumah Sakit.

Menghadapi kenyataan seberat ini serasa ingin mati saja. Sesekali air matanya turun tak terbendung, sesekali pula ia ingin menertawakan takdirnya yang sedemikian aneh, namun sedetik kemudian fikiranya kosong tak bertuan.

Diluar kesadaranya Arin berjalan tak tentu arah. Menyusuri jalanan kota tanpa perduli dengan hiruk-pikuk dan keramaian yang ada.

Menuruni sebuah bis yang membawanya kepusat kota, tempat sekumpulan gedung tinggi menjulang dengan segala aktifitas ribuan manusia didalamnya.

"Maaf...., anda ingin bertemu dengan siapa, apa anda sudah buat janji sebelumnya?"

Pertanyaan seorang petugas resepsionis membuat Arin seketika tersadar dari lamunan. Ternyata ia kini sudah berada di sebuah kantor yang letaknya disebuah gedung besar, tinggi menjulang dipusat kota A.

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang