Tampanya Pacarku

247 11 0
                                    

Eza menggenggam jemari Arin erat sambil membimbingnya keluar dari ruang OSIS, wajah keduanya terlihat Malu-malu, perasaan bahagia tentu tak dapat mereka tutupi.

Senyum yang tak henti mengembang dari wajah keduanya serta binaran dari kedua sorot mata mereka sudah menunjukan jelas suasana hati mereka yang tengah berbunga-bunga.

Berulang kali Eza memandang wajah Arin yang tak henti bersemu merah menggemaskan. genggaman tangan Ezapun semakin mengerat  seolah tak ingin terpisah, Namun tanpa diduga, Tiba-tiba Arin melepaskan genggaman tangan itu, yang sontak  membuat Eza sedikit kaget.

Eza mengerutkan keningnya dengan dua alis mata yang nyaris salisng bertemu, mendapati perubahan sikap Arin yang Tiba-tiba.

Arin terlihat menyebar tatap matanya sampai ke setiap sudut tempat di sekitar ruang OSIS, seperti tengah mencermati keadaan sekitar

"Kenapa Rinn....?"

"Aku takut ada yang liat kita Zaa...aku malu..., aku masih belum siap kalau Anak-anak nanti tau tentang kita"

"Jadiii..?" Tanya Eza seperti tak memahami maksud perkataan Arin

"Hhuufftt....." Arin menghela nafas, mencoba memilih kata yang tepat agar Eza tidak salah paham

"Ini yang pertama bagiku Za...., aku butuh waktu untuk menyesuaikan diri, aku belum siap untuk menghadapi perubahan yang Tiba-tiba terjadi nanti"

Eza terdian sesaat seperti mencerna maksud penjelasan Arin barusan "Kamu pasti masih kaget ya..., karena mungkin ini terlalu cepat. Aku bisa memahami itu, ok...untuk sementara kita sembunyikan dulu hubungan kita sampai kamu benar benar siap"

Arin menarik kedua sudut bibirnya lebar hingga memunculkan senyuman yang merekah sempurna "Makasih ya zaa..."

Eza membalasnya dengan sebuah senyum yang tak kalah manis.

*
*

Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00. Sekitar 15 menit yang lalu Arin dan Eza memutuskan untuk berpisah sesaat dikoridor sekolah karena tak ingin mengundang kecurigaan dari pada anggota OSIS yang sore itu masih berkutat di sekitar dilingkungan sekolah, untuk mempersiapkan semua kelengkapan acara amal.

Persiapan sudah hampir 90% rampung. Tampak wajah wajah lelah tergambar  dari Anak-anak panitia. sesekali candaan mereka umbar sebagai obat penghilang kejenuhan yang datang menyerang.

Arin dan kedua sahabatnya Amel dan Sisi tampak duduk disudut ruangan aula, memperhatikan sesi latihan tim kesenian sekolah yang akan menunjukan kemampuan mereka esok di acara charity.

Sore itu Amel dan Sisi sengaja menunda kepulangan mereka untuk menemani Arin yang masih akan menunjukan laporan keuangan yang ia buat pada Pak Cipto.

"Mel, Si, kalau lelamaan mending kalian pulang duluan aja, gue nggak Apa-apa kok sendirian, lagian disinikan masih rame...?"

"Emang tu laporan penting banget ya, sampe harus di serahkan secepatnya sama pak Cipto"

"Pesan Dimas, setelah selesai laporanya minta dibalikin ke do'i lagi sih..., ntar do'i yang serahin ke Pak Cipto langsung, cuma gue fikir kalau nantibsetelah diperiksa Pak Cipto ada kesalahan  kan gue bisa langsung revisi.., kasihan kalau semua harus di handle si Dimas, do'i juga banyak tuga yang lain"

Amel dan Sisi mengangguki penjelasan Arin barusan.

"Rin, itu Pak Cipto...!!!" Sisi menunjuk ke arah seorang pria yang baru memasuki gedung aula.

mereka bertigapun bergegas menemui pria itu.

"Pak..."

Sapa Arin sambil sedikit membungkukan badanya memberi hormat pada pak Cipto

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang