Rasa Getir

245 25 6
                                    

Jangan lupa Vote dan komenya

Hanya berselang beberapa menit setelah kepergian Sendy, rombongan Amel, Sisi dan Alfonpun tiba dengan membawa banyak oleh-oleh yang mereka beli kusus untuk Bunda.

Kedatangan mereka sontak membuat suasana yang semula sepi menjadi lebih ramai.

"Kalian jadi jarang kemari ya sekarang, apa nggak kangen sama Bunda.., Padahal dulu kalian hampir tiap hari lho kesini" protes Bunda sembari menikmati sepotong roti yang mereka beli tadi

"Kita nggak sempat main-main lagi Bunda, jadual sekolah aja padatnya bukan main"

"Iya Bunda..., mau pacaran aja kita nggak sempat" Amel menimpali perkataan Sisi namun malah melempar pandanganya pada Eza dan Arin

"Hhmm....kalian ya.., sudah mulai pacar-pacaran" meski wajah bunda berhias senyum namun pandangannya terlihat menyelidik

"Kitakan sudah besar Bunda.., masak nggak boleh pacaran"

Bunda mengusak puncak rambut Amel gemas, mendengar rajukan manja dari gadis yang terus saja menempel dipundaknya "Jangan sampai fokus kalian terganggu dengan hal-hal yang nggak penting" bunda menasihati

Topik demi topik obrolan silih berganti, diselingi dengan tawa yang tak putus menebar kehangatan keseluruh penjuru ruangan

Suasana seperti ini bukanlah hal yang langka dulu, saat mereka masih duduk dibangku SMP.

Hampir setiap hari Amel dan Alfon  menghabiskan waktu bersama dirumah Arin sepulang sekolah, untuk mengerjakan tugas bersama atau sekedar main saja.

Kebiasaan itu mulai jarang terjadi semenjak mereka mulai duduk di kelas XI SMA. Seabreg kegiatan sekolah dan dan tumpukan tugas yang harus mereka kerjakan membuat mereka jarang bisa kumpul seperti ini.

"Sisi juga sekarang jarang menginap disini lagi ya"

"Iya Bunda.., rumah Sisi sekarang jauh, maaf kalau Sisi jadi jarang nengokin Bunda"

"Nggak apa-apa nak, yang penting kalian semua selalu rukun dan ingat selalu sama Bunda ya.."

"Iya Bunda" mereka menjawab serempak sambil memeluk Bunda Arin bersamaan.

Ada rasa nelangsa yang menyelinap dalam lubuk hati Arin yang tiba-tiba menyeruak hingga tak dapat ia tahan saat memeluk tubuh Bundanya.

Rasa getir yang semula mulai samar menghilang perlahan muncul kembali meski tak diundang

Bunda yang begitu baik, Bunda yang memiliki hati yang begitu tulus, Bunda dengan cintanya yang begitu besar telah dihianati dengan keji oleh laki-laki yang begitu dicintainya.

Arin masih erat memeluk tubuh Bunda meski sejak beberapa detik lalu yang lain sudah melepaskan peluka mereka. Arin masih setia  menyandarkan kepalanya pada pundan wanita paruh baya itu.

Air mata tak lagi mampu dibendung dan mengalir deras menorobos pertahanan Arin. Pelukanya makin mengerat dengan isak yang masih berusaha untuk terus ia tahan

Amel terus memberi kode dengan menyolek pinggang Arin berulang kali agar gadis itu berhenti, namun sepertinya Arin sangat sulit mengendalikan perasaanya.

"Kenapa sayang" Bunda menepuk-nepuk pundak Arin

"Hey...malu dong, udah gede masih juga manja" Alfon yang duduk disndaran sofa menggoyang-goyangkan pundak

"Ariiin..." Panggil Bunda dengan suaranya yang lembut

"Masih kangen Bunda" gadis yang sedari tadi hanya terdiam itu pun akhirnya bersuara

"Ha ha ha.., baru juga semalam nginapnya" tawa Bunda menyeruak menyadari tingkah kolokan putrinya meski tengah berada dihadapan teman-temanya.

Arin terlebih dulu menyeka air mata yang membasahi pipinya sambil berusaha kembali mengontrol suasana hati yang sempat tak terkendali tadi, sebelum akhirnya menyuguhkan senyum palsunya pada Bunda.

"Malu dong sayang, sudah gadis masih saja kolokan" Bunda memanyunkan bibirnya sembari mengusap sudut mata Arin yang masih menyisakan kristal bening.

"Liat tuh.., apa ngga malu sama Eza" Ucap Bunda sembari mengayunkan dagunya mengarah pada cowok yang sedari tadi lebih banyak diam di single sofa diujung sana

Degh

Arin dan Eza saling tatap, munerka-nerka maksud ucapan Bunda tadi, mungkinkah Bunda menyadari arti keberadaan Eza disini, atau sikap Bunda hanya sebatas kebetulan saja karena belum terbiasa dengan keberadaan Eza

Dari kejauhan Eza terlihat mengulum senyumnya, pasti lidahnya kelu saat ini atau bahkan ia kesulitan walau hanya untuk menelan ludanya karena gugup, meski air wajahnya terlihat dibuat senormal mungkin.

"Kamu harus terbiasa dengan sikap manja anak-anak ini ya Za.., Bunda sudah menganggap Amel, Sisi, Alfon, Ilham, Fitri, Lena seperti anak-anak Bunda sendiri, Begitupun kamu Eza.., semua sahabat-sahabat Arin bukan lagi orang lain bagi keluarga ini"

Eza mengangguk, seperti berusaha mencerna kembali perkataan Bunda yang diakhiri dengan senyuman lembut dibibirnya.

"Tu Zaa..., itu berarti tandanya loe udah sah diterima"

Sontak perkataan Alfon yang seperti menjurus hendak membongkar rahasia yang ada membuat yang lain bereaksi bersamaan dengan menajamkan tatapanya ke arah Alfon.

Bahkan meski hanya dari gerakan bibir saja Amel mengirimkan kode ancaman pada Alfon "Gue obras mulut loe nanti"

Alfon langsung dapat membaca adanya  signal ancaman dari semua sorot mata yang terarah padanya, terlebih Amel yang terlihat hendak menelannya hidup-hidup, hingga cowok kemayu itupun segera memberikan klarifikasi singkatnya

"Jangan salah sangka ya Zaa..., sah diterima jadi genk kita maksudnya, bukan yang lain"

Suasana yang sempat menegang karena ulah Alfonpun kembali mencair.

Bunda memilih untuk pergi kedapur untuk menyiapkan menu setelah meminta sahabat-sahabat Arin itu untuk makan siang bersama nanti.

Mereka yang tak bisa menolak permintaan Bunda akhirnya hanya bisa pasrah. Amel, Sisi dan Alfon memilih untuk ikut Andil membantu Bunda dan Mbak Asih didapur, sedang Eza masih setia duduk diruang tengah sambil memainkan ponsel miliknya.

"Assalamualaikum"

Suara salam terdengar dari ruang tamu rumah Arin

"Waalaikumsalam"

Semua yang ada diruangan itu spontan menjawab dengan pandangan mata tertuju pada asal suara

Semua memandang pada sosok yang tiba-tiba  muncul dari ruang tamu, terlebih Amel yang tengah menyiapkan menu dimeja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semua memandang pada sosok yang tiba-tiba  muncul dari ruang tamu, terlebih Amel yang tengah menyiapkan menu dimeja makan.

Tatapan mereka yang tiba-tiba bertemu membuat keduanya terkesiap, terpana hingga beberapa saat, namun sedetik kemudian saling membuang pandang


Siapa ya sosok yang datang ini, ada yang bisa nebak atau bantu jawab?

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang