Jangan lupa Vote dan Komennya
🍁🍁🍁
"Mas Sendy jangan becanda deeeh.., Desain interior masih sekedar hoby aja buat aku. lagian aku nggak punya basic yang menyakinkan sebagai desainer"
"Hey siapa bilang...kamu sudah sering menang kompetisi interior desain-kan, itu sudah cukup untuk jadi modal buat kamu lebih percaya diri tentunya, lagian gambar-gambar yang pernah kamu tunjukan ke Mas waktu itu ok kok. Ayolah Arianaa.." tukas Sendy
"Hahaha...sekedar kompetisi online apa yang bisa dibanggakan Mas, itu mah cuma iseng-isengnya aku aja"
"Bukanya waktu itu kamu sering cerita juga kalau dulu Ayahmu sering mengajak kamu buat datang ke pameran-pameran desain, paling tidak itu bisa jadi acuan buat kamu"
Mendengar perkataan Sendy barusan seketika lamunan Arin melayang kemasa lalu. Dimana dulu Ayahnya Hendry Wicaksono kerap kali mengajaknya pergi ke pameran-pameran konstruksi dan desain. Hendry Wicaksono yang berlatar belakang seorang Arsitek sungguh tahu betul bakat seninya yang menurun pada putri bungsunya dibidang desain sejak Arin masih duduk dibangku SMP.
Bakat Arinpun kian terasah saat ia kerap kali mengikuti dan memenangi berbagai kompetisi dan loba desain secara online.
Dari situlah cita-cita untuk menjadi seorang desainer interior berawal, dan sungguh harapan itu yang sampai detik ini ingin Arin wujudkan, melanjutkan kuliah diluar negeri dan mewujudkan impian terbesarnya.
Kali ini permintaan Sendy sungguh terdengar seperti gurauan. Bagaimana pengusaha muda kaya raya dengan banyak koneksi seperti Sendy tidak menunjuk saja sebuah konsultan yang menyediakan jasa Desain interior profesional. Dan malah memilih seorang siswa SMA yang bahkan tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mendesain apartemen yang baru di belinya
"Baiklah, Mas beri waktu kamu buat berfikir dan mempertimbangkan tawaran ini, asal kamu tahu saja ya..Mas berani bayar mahal lho untuk itu"
Tatapan gaya bahasa Sendy yang penuh tanda tanya membuat Arin akhirnya meloloskan satu pertanyaan pada pria tampan yang sedang duduk sambil menyesap kopi dalam genggamanya.
"Me-mang kalau boleh tahu berapa bayaranya?" tanya Arin dengan ragu-ragu"
"Ha ha ha" kembali Sendy tergelak dengan kerasnya, menyadari umpanya langsung disantap, pria itu tak lagi perduli saat semua tatapan mata kini tertuju padanya
"Mas...jangan keras-keras dong ketawanya"
Sendy bahkan tak lantas mengecilkan suara tawanya, meski gadis dihadapanya dengan mata yang mendelik juga suara yang lirih namun penuh penekanan tengah berusaha mengingatkanya
"50 juta, Mas akan bayar kamu 50 juta, bagaimana?"
Mata Arin seketika semakin membulat sempurna, entah kenapa rasanya ia kesulitan menelan air liurnya sendiri begitu mendengar nominal angka yang disebutkan Sendy barusan.
Sepanjang perjalanan pulang hingga tiba dirumah Arin tak henti memikirkan tawaran yang berikan Sendy tadi. Menimbang-nimbang kemungkinan untuk menerima tawaran pria yang sedikit tidak waras itu.
Dalam benaknya Arin berfikir, dengan uang itu tentu ia akan bisa segera melunasi biaya tagihan sekolahnya, bahkan sisanya bisa ia pakai untuk menyicil biaya operasi Bunda berikut biaya perawatan yang mencapai 100 juta pada Sendy.
Begitu sampai dirumah, setelah membersihkan diri dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang tidurnya. Arin menatap langit-langit kamarnya yang mungil dengan fikiran yang masih terus menerawang. Akhirnya gadis itupun membulatkan tekat untuk memberanikan diri menerima tawaran yang berikan Sendy padanya.
Sungguh ini tawaran yang mungkin tidak akan datang dua kali, maka tentunya Arin tak akan melewatkanya begitu saja.
Siang itu sepulang sekolah, setelah meminta izin terlebih dahulu pada seniornya untuk datang terlambat Arinpun pergi ke kantor Sendy untuk menyatakan kesanggupanya menerima tawaran yang diberikan Sendy kemarin.
Dengan tanpa melalui banyak kesulitan, setelah memasuki gedung megah yang menjadi kantor pusat perusahaan yang didirikan oleh Sendy. Arin terlebih dulu melapor pada staf resepsionis guna membuat janji temu dengan CEO perusahan itu.
Tak perlu menunggu lama sampai akhirnya iapun diantar kelantai 40 dimana ruangan Sendy berada.
Siang itu Arin datang masih dengan seragam putih abu-abu layaknya pelajar SMA, seketika semua mata tertuju pada gadis cantik yang di disambut langsung oleh Krisna begitu tiba dilantai 40 dimana ruangan Sendy berada.
Saat Krisna mempersilahkanya masuk mata Arin seketika dimanjakan dengan sebuah ruangan yang sangat luas dan mewah, bahkan lebih besar dari kantor Ayahnya dulu. Segala yang berkaitan dengan Sendy semua memang terkesan simple, seperti ruangan yang Arin masuki saat ini. Ruangan dengan gaya minimalis modern disetiap sudut dan bagian kantor.
Warna Abu, hitam dan putih yang mendominasi dari mulai dinding, futniture dan segala interior yang ada. Mengesankan keeleganan si empunya tentunya.
Seorang pria tengah duduk dengan elegan diatas kursi kebesaranya dibalik meja kerja yang besar dan megah. menghadapi beberapa tumpuk dokumen dihadapanya. Tampak sesekali jari-jarinya terlihat menarikan bolpoint diatas lembaran kertas yang tengah ia periksa dengan begitu teliti.
"Selamat siang Ariana, silahkan duduk"
Tanpa memberi pandang sedikitpun, pria itu menyapa dengan masih tampak menyibukan diri dengan lembaran-lembaran kertas dihadapanya.
Arin yang masih berdiri kaku tampak sedikit terkejut. Merasai perbedaan yang kental terasa diruangan kantor ini. Sendy sungguhlah pribadi yang berbeda dibanding dengan biasanya. Pria yang tak banyak bicara tapi ramah itu terlihat semakin berwibawa saja.
Setelah beberapa saat membiarkan Arin dengan berbagai imajinasi yang menerawang dengan mata yang tak henti mengamati setiap sudut ruang itu. Barulah Sendy mulai terlihat bereaksi.
Ditutupnya sampul dokumen yang sedari tadi ia amati tanpa berkedip, pria itupun tampak bangkit dari duduknya dan melangkah menuju sofa dimana Arin sudah terlebih dulu duduk disana.
"Kamu sudah makan Ariana?"
Bahasa yang Sendy gunakan kali ini terdengar sangat formal, membuat sisi canggung dalam diri Arin menadadak bangkit.
Arin yang kikuk hanya bisa tersenyum seraya menggelengkan kepalanya polos.
"Ha ha ha, ok...bagaimana kalau kita ngobrol sambil makan saja, Mas juga kebetulan sudah lapar"
"E..e...tapi Mas.., aku masih harus ke toko buku nanti. Tadi juga cuma izin sebentaran doank. Takut nanti kelamaan nggak enak."
Sendy terlihat mengangguk-anggukan kepalanya sambil berfikir.
"Ok"
Pria itu meraih benda kotak pipih yang tadi ia letakkan diatas meja kerjanya. Dan kemudian terdengar melakukan sebuah panggilan
"Kris siapkan mobil, aku mau keluar bersama Ariana..."
Tak lama berselang Sendypun mengajak Arin untuk kembali turun ke lantai bawah. Arin sadar betul bila saat ini ia sungguh tengah menjadi pusat perhatian semua orang. Hampir disetiap mata yang ia jumpai di koridor, lift bahkan lobby gedung, semua tengah memperhatikannya. Lebih tepatnya mencari tahu siapa dirinya.
Seorang gadis remaja biasa berseragam putih abu-abu berjalan dengan begitu santai bersama seorang pria tampan, matang, sukses, kaya dan populer dinegeri ini.
Arin hampir dapat membaca arti setiap tatapan yang tertuju padanya. Antara iri, curiga dan ingin tahu tentanng keberadaanya didekat Sendy saat ini.
Tapi Arin mencoba untuk abai dan tidak ambil pusing dengan semua itu, toh ia bukan siapa-siapa dan tidak melakukan hal yang memalukan hingga harus merasa takut. Hanya saja ada rasa minder saat melirik pada sosok yang saat ini tengah berdiri disebelahnya sambil mengukir senyum diwajah tampan yang sekelas Artis terkenal itu.
"Sabat Ariiiin, ini ujian....ujian..ujian" gumam Arin dalam batinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu Dosa
RomanceKeceriaan gadis berparas cantik idola SMA Nusa Bangsa bernama Ariana Kamilla harus lenyap seiring gerusan cobaan hidup yang harus ia alami. Penghianatan, kehilangan, tipu daya, dan kejinya pemerkosaan yang dialami Ariana diusia belia, menjerumuskan...