Jangan lupa Vote dan Komen
Perlahan Arin tampak mengerjap matanya, mencoba mengumpulkan puing-puing memorinya yang terserak setelah hampir 2 jam lebih gadis itu tertidur dengan begitu pulasnya.
Pandangan mata Arin menyapu ke seluruh penjuru ruangan, mencari seseorang yang mungkin bisa ia tanya tentang keberadaanya saat ini.
"Sudah bangun nak, bunda dan kakakmu pulang sebentar untuk mengambil beberapa perlengkapan yang kamu butuhkan"
Setelah memandang sepintas sosok yang kini tengah menemaninya didalam kamar perawatan, nyaris sama sekali Arin tak menunjukan reaksi apapun, bibirnya terkatup rapat dengan air wajah yang mendingin
Ayah meletakkan lembaran map dari tanganya yang tadi tengah ia baca, kemudian pria itu beranjak dan melangkah menuju ranjang perawatan dimana putrinya kini tengah terbaring
"Apa kamu butuh sesuatu sayang, ayah akan mengambilkanya untukmu"
Arin tak juga bergeming maupun bersuara, seperti tak sama sekali ingin menanggapi apapun yang ditawarkan Ayahnya.
"Arin"
Gadis itu terperanjat saat tiba-tiba Ayah menggapai jemari tanganya dan menggenggamnya dengan erat
"Maaf kalau semua ini terjadi karena Ayah, sungguh Ayah minta maaf sayang" pria itu tertunduk lesu
Arin menarik kuat tanganya agar terlepas dari genggaman tangan pria tua yang kini duduk disampingnya itu.
"Ayah tahu sekarang pasti kamu sangat membenci Ayah, ayah tahu ayah salah nak..Ayah mohon maaf. Tolong beri Ayah kesempatan untuk dapat memperbaiki kesalahan Ayah nak"
Arin memalingkan wajahnya seolah tak ingin memandang wajah pria yang dulu sungguh menjadi idolanya itu.
Pria yang dianggapnya sebagai cinta pertama baginya di dunia ini, sosok pahlawan keluarga yang ia jadikan sebagai panutan. Namun semua berubah seketika setelah malam itu, dimana Arin akhirnya tahu topeng yang selama ini dimainkan oleh Ayahnya.
Kini dalam benaknya sosok Ayah tak lebih dari seorang penipu dan pembohong belaka.
"Ayah mohon Arin..., beri Ayah kesempatan nak, Ayah akan coba untuk memperbaiki semuanya" Arin mendengar isakan tangis dari pria itu, wajahnya masih hanya tertunduk penuh penyesalan, menangis tergugu memohon pengharapan
"Apa ayah yakin akan bisa memperbaiki semuanya seperti sedia kala jika aku memberi Ayah kesempatan dan kata maaf, apa Ayah akan bisa mengobati luka hatiku yang terlanjur dalam ini..., apa Ayah fikir Bunda akan bisa memaafkan Ayah setelah mengetahui semua rahasia kebusukan Ayah.., jawab Ayah...jawab!!" isak dan pekikan suara Arin tak terelakan lagi, air matanya tumpah dengan Pandang nanar pada Ayahnya
"Beri satu alasan saja padaku yah..., Satuu..Saja alasan yang paling bisa aku terima, kenapa sampai Ayah bisa menghianati Bunda seperti ini, hah"
Ayah berulang kali terlihat menyeka air matanya yang jatuh, deru tangisnya seolah membuat ia kesulitan berkata-kata, entah karena dicekat rasa berdosa atau karena memang tak ada jawaban yang bisa ia jadikan senjata untuk membela diri
"Kenapa Ayah diam, bukankah Ayah tak menemukan jawabanya sampai detik ini, karena memang Bundaku tak layak menerima penghianatan ini yah...Bundaku tak pantas untuk Ayah hianati... bahkan Ayah terlalu berdosa untuk dapat mengakui itu"
Arin tak lagi bisa menahan kobar amarah yang sejak malam itu berusaha ia redam, demi menutupi semua dari Bunda tercintanya.
Ketidak sanggupanya untuk melihat kesakitan yang akan Bundanya rasakan saat mengetahui penghianatan yang dilakukan oleh Ayahnya membuat Arin akhirnya merana seorang diri, dan membiarkan dirinya larut dalam kelukaan hati yang dalam.
"Ayah tahu apa yang paling membuatku sakit yah" Arin berusaha menekan emosinya dalam-dalam, diusapnya air mata yang semakin deras mengalir dari kelopak matanya
"Ayah merendahkan Bundaku dengan penghiatan yang Ayah lakukan dengan Siska. Apa Ayah masih ingat, Bunda yang mengantarkan Ayah pada kesuksesan yang Ayah raih saat ini, Bunda yang selalu mendampingi Ayah saat Ayah belum jadi siapa-siapa, siang malam wanita yang ayah hianati itu menanti Ayah dirumah dengan cintanya, melayani semua kebutuhan Ayah, menghormati Ayah melebihi siapapun"
Arin terisak pilu dengan suara yang tercekat dikerongkongan, begitupun Ayah yang menangis tergugu dengan deraian air
mata yang membanjiri pipinya"Siang malam Bunda mendo'akan kesuksesan Ayah, tapi saat Tuhan mengabulkan semua dengan tega Ayah menusuknya dengan penghianatan, apa Ayah fikir ada yang lebih sadis dari itu"
"Maaf nak...Ayah salah...Ayah tahu itu, Ayah sungguh berdosa pada Bunda jadi tolong beri Ayah kesempatan untuk bisa menebus kesalahan Ayah Arin"
"Dengan apa Ayah akan menebusnya, jawab yah...dengan apa!!"
Kedua makhluk yang terikat dalam hubungan darah itu masih saling merutuki kepiluan yang harus mereka rasai
"Aku berikan Ayah satu kesempatan" Arin berusaha menyeka air matanya, mengeringkan sisa kristal bening yang masih terus meleleh dikedua sisi pipinya
"Tinggalkan wanita penggoda itu, maka aku akan memaafkan Ayah dan menganggap semua ini tidak pernah terjadi, aku akan menyimpan cerita ini untukku sendiri seumur hidupku"
Ayah mendongakkan wajahnya seketika, seperti berusaha membaca kesungguhan dari setiap ucapan putrinya itu.
"Arin"
"Kesempatan ini hanya sekali yah, tinggalkan Siska dan kembalilah menjadi Ayahku seperti yang dulu"
"Arin..maaf nak, tapi sungguh ini tidak semudah seperti yang kamu bayangkan, Ayah tidak bisa meninggalkan Siska untuk saat ini"
"Kenapa, Ayah lebih memilih Siska ketimbang Bunda, begitu"
"Bukan begitu sayang, adikmu masih terlalu kecil untuk Ayah tinggalkan nak"
"Siapa bilang adikku, berani sekali Ayah bilang dia adikku...." Arin memekik keras dengan sorot mata yang berkilat hebat menunjukan rasa tidak terimanya.
"Arin"
Ayah mencoba kembali untuk meraih tangan Arin dalam genggamanya namun secepat itu pula gadis itu menepisnya, hingga suara ketukan pintu itu mengakhiri perdebatan mereka
Tookk..tokk.. tokk
Suara ketukan pintu terdengar membuat Arin segera memalingkan wajah dan berusaha membersihkan sisa-sisa air mata yang masih menggenang di kedua kelopak mata indahnya
Krieet
Suara deritan terdengar bersamaan dengan daun pintu yang terbuka seiring dorongan dari luar.
"Selamat sore Om"
"Sore.., silahkan masuk Ham..., Arin baru saja bangun" Ayah menyapa ramah Ilham yang baru saja datang dan memberi salam padanya
Air wajah Ayah berubah menegang saat mendapati kehadiran sosok lain yang ikut muncul dari balik pintu.
"Kenalin ini Eza Om.., teman Ilham juga teman Arin disekolah"
Ayah tampak hanya menganggukan kepala dengan menujukan ekspresi wajah yang tak terbaca saat Ilham memperkenalkan sosok Eza.
"Ilham..Eza..."
Arin berusaha bangkit dari tempat tidur seraya melambaikan tangan dengan ceria untuk menyambut kedatangan sahabat dan kekasihnya
"Gimana keadaan loe Rin?"
"Udah baikan kok Ham, seperti yang loe liat..gue udah mulai sehat"
Eza masih hanya membisu saat Arin melayangkan pandangan ke arahnya, dengan sungguh-sungguh ia tampak mengamati keadaan Arin
"Gue nggak apa-apa kali Zaa..., jangan liatin gue begitu, guekan jadi malu" Arin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan saat Eza dengan intens memandanginya.
Raut tegang masih tergambar jelas diwajah Eza, seperti tak ingin begitu saja percaya dengan semua yang ditampilkan Arin pada setiap gerak gerik dan tarikan garis wajahnya yang menampakan keceriaan yang jelas terlihat begitu dipaksakan.
Kamu bisa boongin yang lain tapi nggak dengan aku sayang
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu Dosa
RomanceKeceriaan gadis berparas cantik idola SMA Nusa Bangsa bernama Ariana Kamilla harus lenyap seiring gerusan cobaan hidup yang harus ia alami. Penghianatan, kehilangan, tipu daya, dan kejinya pemerkosaan yang dialami Ariana diusia belia, menjerumuskan...