Hari ini, esok dan selamanya

318 18 2
                                    

Begitu bersemangatnya Arin menggandeng tangan Kak Rio, keduanya berjalan menuju terminal kedatangan, senyum tak pernah surut dari wajah cantiknya, seolah tak sabar ingin melepas rindu pada saudara laki-laki yang selama berbulan bulan ini hanya didengar suaranya dari sambungan telepon

Pesawat yang di tumpangi kak Fikri ternyata mengalami delay selama kurang lebih 30 menit,  sehingga membuat mereka harus menunggu lebih lama lagi.

"Dek, pesawatnya udah landing..?" Rio menunjuk pada papan informasi, dimana disana tertera bahwa pesawat yang ditumpangi kak Fikri baru saja mendarat.

Arin dan Rio yang dari tadi disibukan dengan ponselnya masing-masing segera beranjak dari duduknya untuk menyambut Kak Fikri yang pasti akan segera muncul dari pintu kedatangan.

Benar saja, tampak dari kejauhan seorang cowok tinggi, tampan berkulit putih tengah menggiring kopernya. Pria tampan itu melempar senyum pada Arin dan Rio yang sudah lama menanti sedari tadi.

Arin melambaiankan tangan dengan semangat sambil tersenyum tak sabar untuk segera memeluk kakak laki lakinya itu

"Huuww..." Arin segera berhambur memeluk kakaknya itu dengan erat, begitupun kak Fikri yang membalasnya dengan melambungkan tubuh adik kesayanganya itu sambil berputar putar

"Norak iiihh..."

Arin menyebikkan bibirnya membalas ucapan kak Rio, yang di iringi gelak tawa dari ketiganya

Serupa dengan Arin, Kak Fikri memang ekspresif dalam menunjukkan perasaan sayangnya. Memeluk, mencium sudah biasa ia lakukan baik pada bunda ataupun Arin.

Tanpa sungkan iapun merangkul dan memeluk Ayah ataupun Rio adiknya, meski hal itu pada umumnya jarang di lakukan antar sesama pria, karena pada dasarnya rasa canggung pada pria lebih tinggi pada hal-hal yang berkaitan dengan kontak fisik.

Kak Fikri yang sudah kelaparan karena sejak berangkat tadi  belum sempat sarapan mengajak kedua adiknya untuk singgah terlebih dahulu disebuah resto tak jauh dari bandara.

"Pasti nanti bunda ngomel kalau tau kita makan di luar, soalnya tadi bunda sudah masak banyak buat kita"

"Ya jangan bilang bundaa...kalau kita sudah makan, siapkan saja sedikit ruang di perut kalian supaya nanti saat sampai rumah masih bisa makan lagi"  dengan santai Kak Fikri memperingatkan kedua adiknya agar nanti tak membuat bundanya yang susah payah menyiapkan makanan menjadi kecewa.

Merekapun menikmati suasana makan itu dengan penuh kearaban, saling melepas rindu dengan obrolan ringan dan cerita seputar keseharian yang sempat terlewat selama beberapa bulan terakhir.

"Bulan lalu Ayahkan pergi ke kota B, apa kak Fikri ketemuan sama Ayah..?"

"Uhuk..uhuukk.."

Rio menyodorkan sebotol air mineral pada kak Fikri yang tiba-tiba saja terbatuk

"Makanya kalau lagi makan jangan di tanyain terus, keselekkan jadinya" dengan nada agak ketus Rio mengingatkan Arin yang terus saja mencecar Kak Fikri dengan berbagai pertanyaan

"Ya maaaff..., lagian pertanyaanku kan nggak aneh-aneh" ucap Arin dengan nada menyesal,

"Sudah-sudah.., ayo cepat selesaikan makanya, kasihan bunda sudah nunggu" Kak Fikri berusaha menengahi

Sebelum mereka pulang Arin menyempatkan berfoto selfie dengan kedua kakaknya, yang tentu akan ia gunakan untuk mengerjai Eza sang pacar kesayanganya.

Sesampainya dirumah Bundapun menyambut putra sulungnya dengan sebuah pelukan hangat, kecupan kak Fikripun mendarat di kening bunda, hingga memancing bulir bening menetes dari kedua sudut mata wanita paruh baya itu.

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang