Nyaris

238 21 13
                                    

Jangan lupa Vote dan Komennya

🍁🍁🍁🍁

"Kenapa Kak Rio menyembunyikan ini?" Arin menunjukan beberapa lembar surat tagihan yang sengaja ia bawa saat menjenguk Rio sore ini.

Rio diam mematung, sambil mengamati lembar demi lembar surat yang Arin tunjukan padanya.

Rio tak kunjung bersuara. Bibirnya masih rapat terkunci dengan tatapan tak lepas pada lembaran kertas ditanganya, sampai suara helaan nafas yang beratpun terdengar

"Kenapa Kak Rio nggak coba membaginya denganku atau Kak Fikri, kenapa harus menanggungnya sendiri" Arin berujar dengan nada protesnya yang sedikit meninggi, meski sejurus kemudian gadis itu hanya bisa tergugu diatas dikursi persis disamping ranjang pasien.

Air mata penuh kerapuhan berhambur tanpa bisa terbendung, menatap pedih wajah Rio yang hanya tertunduk memandang lantai.

Mimik wajah polosnya kosong tanpa bisa diartikan. Berulang kali bibirnya bergerak seolah hendak memberi jawaban namun urung terucap.

"Maaff"

Kata singkat itu yang terdengar setelah kebisuan yang menyeruak beberapa saat

"Kak Rio cuma pengen sedikit berguna untuk keluarga kita, karena selama ini Kak Rio nyaris seperti orang bodoh yang tidak bisa berbuat apapun untuk membela keluarga"

Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Rio dengan tatapannya yang masih tak bergeser kemanapun.

"Siapa bilang Kak Rio saja yang tak berguna, akupun sama tak bergunanya seperti Kakak. Anak manja yang bodoh dan lemah. Hanya bisa berdiam diri melihat kehancuran keluarga kita"

"KAMU FIKIR KAKAK NGGAK TAHU APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN SELAMA INI !!!"

Rio memekik dengan suaranya yang lantang.

"AKU TAHU SEMUA. AKU TAHU APA YANG SUDAH PAK SENDY LAKUKAN !!!"

Tenggorokan Arin terasa tercekat dan mengering bersamaan, sehingga sangat sulit untuk satu katapun lolos dari biburnya. Matanya membulat dengan kucuran air mata yang masih belum mengering dipipi dan sudut matanya.

Arin sungguh tak menyangka atas apa yang baru saja ia dengar. Kata-kata Rio bak petir yang tiba-tiba menyambar kepalanya

Bagaimana mungkin, dan rasanya mustahil Rio mengetahui rahasia yang selama ini ia sembuyikan rapat-rapat mengenai kontrak gilanya dengan Sendy.

"Aku tahu bagaimana bisa Bunda selamat dari maut, aku tahu kamu mengorbankan biaya pendidikanmu demi pengobatan Bunda selama ini...aku tahu semuanya Ariiinn..." Rio tampak begitu rapuh dengan suaranya yang terdengar melemah, seolah ia benar-benar tersiksa oleh rasa bersalah dan ketidak berdayaan yang selama ini ia rasakan

"Jangan coba menghibur Kakak dengan menganggap Kakak ini tak tahu apapun tentang semua yang sudah kamu dan Kak Fikri lakukan diam-diam"

Tangis Riopun pecah, wajahnya kian merunduk. Tubuhnya yang bergetar mengisyaratkan kelukaan batin yang dalam

"Dari sekian banyak hal buruk yang menimpa keluarga kita, selama itu pula Kakak hanya bisa jadi penonton" Rio meremas rambutnya kasar dengan mimik wajah putus asa yang begitu tergambar jelas saat ini

" Bahkan disaat tau kalau Kak Fikri sampai harus menjual apartemenya  untuk menutup sisa hutang Ayah, Kakak Rio nggak bisa membantu apapun"

Tak ada lagi yang terdengar dalam kamar perawatan itu selain hanya suara tangis yang beradu dari kedua saudara kandung yang tengah sama-sama meratapi kepedihan nasib yang harus mereka jalani.

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang