Menghindar

220 21 6
                                    

Jangan lupa Vote dan Komennya

Sepanjang perjalanan pulang kebisuan terasa lebih mendominasi, keduannya lebih asik bercanda dialam fikiran masing-masing

Rasa bersalah pada Eza pekat menyelimuti benak Arin, terlebih setelah kejadian dipantai tadi, sungguh Arin hanya bisa merutuki kebodohanya. Dalam hati ia berjanji akan menceritakan semuanya pada Eza, ia tak mau rasa bersalah selalu menghantuinya.

Arin masih ingat, mereka pernah saling berjanji untuk saling terbuka, dan tak ingin membangun sebuah hubungan diatas sebuah kebohongan.

Pintu pagar rumah Arin sudah mulai nampak dari kejauhan, jam sudah menunjukan pukul  dua belas malam saat mereka sampai, kira-kira hampir lima jam mereka menempuh perjalanan

Sendy terlihat mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Arin, gadis itupun turun dengan perlahan dan mulai melangkah menuju ke rumah dengan Sendy mengikuti dari belakang

Baru beberapa langkah Arin berjalan terdengar suara motor berhenti tepat didepan pagar, suara motor yang sangat akrab ditelinganya.

Mata Arin terbelalak saat mengingat jelas siapa pemilik suara motor itu, dipalingkanya pandangan ke luar pagar rumahnya, dan betapa terkejutnya Arin saat itu.

Cahaya lampu penerangan dihalaman rumahnya yang cukup terang jelas menujukan wajah seorang cowok yang kini tengah berdiri diluar pagar.

Sorot mata itu menatap lurus pada Arin dengan tatapan penuh kekecewaan. Tak sepatah katapun yang dia ucapkan sampai Arin yang menyadari itu segera berhambur berlari untuk menghampiri sosok Eza yang malah terlihat melangkah mundur menuju motornya.

"Eza tunggu..., Eza please Eza tunggu Ezaaa..., Eza please dengerin aku dulu Ezaa..."

Bruum

"Ezzaaaaaa"

Arin sempat menggapai dan menarik jaket yang Eza kenakan namun begitupun Eza sama sekali tak menghiraukanya, langkah kecewa yang dikayuh membawa laki-laki itu bergerak lebih cepat untuk menaiki motor dan pergi meninggalkan Arin yang masih tergugu memanggil namanya.

Selama hampir 9 bulan mengenal Eza, tak pernah sekalipun Arin melihat wajah semenakutkan itu, tak pernah sekalipun Eza marah ataupun berkata kasar, laki-laki itu selalu memanjakanya dengan cinta, begitupun saat seharusnya ia marah karena ulah Arin yang kerap membuatnya jengkel maka dengan begitu sabar ia hanya akan tersenyum dan memberikan pelukan maafnya, namun tidak dengan malam ini, Eza mengabaikanya

"Ezaaa.."Arin terduduk dipinggir jalan tepat didepan rumahnya, menatap tubuh Eza yang bahkan sudah lenyap dikegelapan malam

"Ariana...Ariana..Kamu ngga apa-apa" Sendy dengan sedikit berlari menggapai tubuh Arin dan membantu gadis kecil itu untuk bangkit

"Maafkan Mas, ini semua salah Mas.., kalau Mas nggak maksa kamu buat ikut kesalah pahaman ini nggak akan terjadi, Mas janji akan bicara dengan pacarmu nanti"

"Nggak Mas...aku mohon Mas nggak ikut campur dalam Maslah ini, biar aku aja yang nyelesaikan Masalah ini"

"Kamu yakin?"

Arin mengangguk ragu, namun ia sadar betul kalau semua ini adalah salahnya, salahnya karena tidak jujur mengatakan yang sebenarnya pada Eza, maka ialah yang seharusnya menyelesaikan semua ini tanpa mengikut sertakan orang asing dalam hubungan mereka.

Setelah Sendy terlebih dulu pamit pada kedua orang tua Arin, pria itupun pulang, meninggalkan Arin dengan wajah yang masih terlihat sendu.

Semalaman Arin tak kunjung bisa memejamkan matanya, entah sudah berapa kali ia berusaha  menghubungi Eza, namun tak sama sekali mendapat jawaban, begitupun saat ia mengirimkan chat permintaan maaf dan berusaha memberi penjelasan tak satupun mendapatkan balasan, bahkan Eza sama sekali tak membukanya, Arin tahu Eza benar-benar marah kali ini.

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang