Jatuh Cinta

351 17 0
                                    

Sudah hampir 10 menit perjalanan menuju rumah Alfon. Seperti sudah merasa nyaman  Arin tampak begitu biasa membonceng dibelakang motor metic milik Eza, sesekali mengular tawa karna mendengar candaan Eza yang terdengar menggelikan, hingga tak terasa dari kejauhan gang menuju rumah Alfon sudah terlihat.

Begitu Eza menghentikan motornya di depan rumah Alfon tampak Ilham dan Lena sudah terlebih dulu sampai dan menunggu mereka di teras rumah.

Tak terasa air mata Arin berhamburan melihat kondisi tubuh Alfon yang di penuhi luka. terbaring lemah di ranjang kamarnya. Kening sebelah kirinya di balut perban, lengan kananya terlihat bengkak dan terpaksa di gendong karena keseleo, belum lagi Luka-luka lecet di sekujur kaki dan badanya.

Arin masih belum bisa melepaskan genggamanya dari tangan kiri Alfon. membayangkan kejadian yang menimpa sahabatnya itu kemarin.

Bulu kuduk Arin merinding mendengar Alfon yang berkisah tentang bagaimana kecelakaan itu terjadi. Tentang bagaimana angkot itu nyaris menggiling tubuhnya, seandainya waktu itu ia tak berinisianif untuk membanting setir ke arah lain, bahkan kata Alfon motornya sempat tak terkendali dan berhenti setelah menghatam trotoar.

Arin bersyukur Tuhan masih berkenan melindungi sahabatnya itu, jika tidak mungkin saja saat ini Arin tak bisa menggenggam kembali tangan itu dengan erat.

"Jadi semua yang loe bilang ke gue semalam itu bohong Fon? lo bilang gak Apa-apa, dan ternyata sampai begini parah" suara Arin terdengar goyah

"Kalau gue bilang gue masih di rumah sakit, loe pasti bakalan kesana, terus lo Nangis-nangis...pasti palak gue tambah gegar otak, males deh gueee..." Jawabnya singut dengan gaya kemayunya

Kata kata Alfon memancing gelak tawa yang lain

"Alfon...alfon..bahkan di saat begini loe masih bisa beralasan" Arin bergumam dalam hati.

Arin tahu itu hanya sebuah alasan yang di Buat-buat sahabatnya itu agarvtidak membuat sahabatnya yang lain menjadi khawatir karenanya.

Di tengah ramai gelak tawa yang lain mendengar berbagai kelakar yang masih sempat keluar dari mulut Alfo, pandangan mata Arin sempat berpapasan dengan sorot mata Eza.

Seketika Arin berusaha memembuang jejak pandangannya pada cowok yang tengah berdiri  bersandar di pintu kamar Alfon itu. Meski Arin tahu Eza masih menatapnya hingga detik ini,  terlihat dari ujung ekor matanya, Eza bahkan sempat melempar senyum padanya.

Seketika hal itu membuat Arin jadi salah tingkah, debaran jantungnyapun berantakan tak karuan.

*
*

Sepulang mereka dari rumah Alfon, Eza mengendarai motornya dengan santai, menikmati jalanan yang terasa lebih lengang dari biasanya, membuat keduanya lebih leluasa berbincang tentang banyak hal, sesekali terlihat saling mencuri pandang dari kaca sepion.

"Rin...di ujung sana ada tukang bakso langganan gue, mampir yuk...?"

Gadis itu terlebih dulu melirik jam di lenganya sebelum mengiyakan ajakan Eza.

Otak Arin berusaha menghitung cepat, bahwa tidak akan menghabiskan waktu sampai dua jam kalau hanya sekedar makan bakso saja. Sehingga ia tak akan terlambat sampai di rumah nanti.

"Baksonya bang, dua mangkok.." Pesan Eza pada tukang bakso yang tengah sibuk melayani beberapa pelanggan

Suasananya sedang tidak begitu ramai, hanya tampak  beberapa orang yang terlihat tengah menikmati bakso yang di sajikan. dan beberapa orang lagi datang hanya untuk memesan beberapa bungkus bakso untuk di bawa pulang.

Tak lama abang tukang bakso itu menghampiri meja tempat Arin dan Eza duduk dengan membawa dua mangkuk bakso pesanan mereka.

"Waahh...mas Ezaa...sudah lama nggak nongol? begitu nongol bawa cewek..."

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang