Berdamai

222 19 4
                                    

Jangan lupa Vote dan Komenya


Eza POV

Kupeluk tubuh wanita dalam dekapanku ini erat, tak akan kubiarkan ia menjauh lagi seperti beberapa hari yang lewat.

Masih kudengar ia terisak dengan menyembunyikan wajahnya didadaku yang kini sepertinya sudah basar dengan air matanya.

Ku kecupi puncak rambutnya penuh kelembutan sembari meresapi wangi shampoo beraroma green tea yang segar menyembul dari tiap helaian rambutnya. Wangi favoritnya yang membuatku rindu untuk kembali merengkuh tubuh mungilnya, wangi yang selalu mengingatkanku pada wanitaku satu-satunya ini.

Berhari tanpanya sungguh menyiksa, tak mendengar tawa dan celoteh manjanya nyaris membuatku gila.

Aku menahan bukan tentang gengsi seperti yang dituduhkan Ilham kemarin padaku, lebih pada rasa tak percaya diriku yang tiba-tiba menyurut saat melihat gadisku terlihat nyaman bersama pria lain. Seperti menunjukan ketidak mampuanku dalam memberi perhatian padanya.

Ataukah kasih sayang dan pengertian yang kuberikan padanya selama ini tak cukup membuatnya merasa aman untuk terus berada disisiku.

Ada rasa bersalah yang tiba-tiba menderaku, saat aku tak bisa melindunginya dan memilih pergi pada pria lain.

Aku tak marah padanya, hanya memberi waktu pada diriku sendiri untuk melihat sejauh mana sebenarnya perasaanku padanya

Dan nyatanya aku tak bisa tanpa dia

"Udah dong nangisnya, nanti jadi jelek kalau matanya bengkak sayang" ku sapu sisa air mata yang masih menggenang di sudut kelopak matanya "udah ya..kasian yang lain udah nunggu lama tu diluar" pintaku dengan nada yang lembut sambil mengingatkan Arin kalau diluar masih ada Ilham, Sisi, Amel dan Alfon yang tengah menunggu kami setelah menyelesaikan misi perdamaian mereka.

Mereka adalah tokoh-tokoh yang sangat berjasa pada hubungan kami, etah untuk kesekian kalinya aku harus mengatakan terima kasih pada ke empat sahabat ku dan Arin itu, karena jasa mereka lagi kami tetap masih bisa bersama.

Flashback Eza

Sore itu aku mengantar Karenina ke Bandara.  Adikku itu harus kembali ke Paris melalui penerbangan sore ini.

Sebenarnya ia sangat ingin bertemu dengan Arin sebelum berangkat ke Paris , namun kondisi Arin yang tengah sakit dan kesibukan Karen selama di Indonesia membuat ia akhirnya urung untuk menemui Arin.

Sepulang dari Bandara aku mencoba kembali menghubungi Arin setelah sesiang tadi teleponku tak juga dijawabnya, aktif namun tak diangkat. Entahlah mungkin Arin sedang istirahat fikirku.

Aku lega akhirnya sore itu bisa mendengar suaranya, apalagi saat ia bilang dokter sudah mengizinkan ia pulang.

Serius, wah..aku seneng dengernya yang, kamu jaga diri baik-baik ya.., nggak boleh sakit-sakit lagi

"Iya sayang..maaf ya udah bikin kamu sama yang lain jadi khawatir"

Nggak kok sayang, oh ya kamu lagi dimana sekarang, aku udah kangen nih

Fikirku sebelum berangkat ke cafe aku akan lebih dulu menjenguknya untuk melihat keadaan Arin  dirumahnya, apa lagi karena aku memang sudah sangat kangen pada pacarku itu.

Aku sempat merasa aneh saat ia terdengar gugup saat kutanya sedang dimana, namun kuanggap semua itu karena ia sedang tak ingin diganggu saja. Dan sedang fokus pada pemulihanya.

Akupun memutuskan untuk berangkat ke cafe sore itu. Pengunjung cafe lumayan ramai malam itu membuatku harus bekerja ekstra.

Sebuah notifikasi pesan dari nomor yang tidak dikenal masuk disela-sela jam kerjaku

Belenggu DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang