Botol putih itu berputar. Dan tap, berhenti tepat didepan seorang gadis cantik bernama Anindira."Dare or Dare?"
"Heh, truth or dare ya, jan maen-maen lo bocil." Qiana cengengesan, ia lalu kembali mengucap pertanyaan pada Dira.
"Truth or Dare Sumanto?"
"Yee Sumanto lagi, ck gue pilih truth aja deh."
"Yah gak asik lo." Dira tersenyum menang, mereka mau tanya apa soal Dira? Gak ada, orang Dira selalu terbuka sama mereka. Ekm maksudnya terbuka bukan soal pakaian ye, terbuka soal beban hidup yang teramat besar segede bola bekel :)
"Cepetan kasih gue pertanyaan."
"Gue aja." Qiana yang mau membuka suara tiba-tiba di sela oleh Somi, gadis itu tersenyum miring.
"Anindira Sumanto, lo udah pernah ane-ane sama Uncuk?" Semua orang menatap Somi horor, "Ane-ane apaan njir?" Tanya Aruna sok polos.
"ENA-ENA ARUNA.." balas mereka serempak.
"Oh. Yaudah lanjut."
"Kok gue emosi ya. Huft.."
"Ayo Dir jawab."
"Belum, gue masih ting-ting kalau kalian mau tau."
"Ah jjinja?"
"Gak usah sok ngorea lo kuda laut, udah gue jawab, sekarang puter lagi botolnya."
"Okelah." Key hendak memutar botol itu, namun suara Somi lagi-lagi menghentikannya.
"Kita buat peraturan."
"Apelagi malih?!"
"Yang gak bisa jawab dapet hukuman, dan hukuman itu adalah..." 6 gadis itu menatap Somi was-was, masalahnya jika Somi memberi hukuman itu artinya bukan hukuman biasa.
"Hukumannya adalah cium salah satu cowok-cowok buaya itu." Tangan panjang Somi menunjuk kumpulan beberapa pria yang tak lain dan tak bukan adalah para temannya sendiri. Uncuk and the geng.
"Lo gila?"
"No, I'm not crazy."
"Okelah gue setuju, puter aja lagi botolnya." Berbeda dengan para temannya, dua orang gadis yang duduk berhadapan itu seperti tengah memikirkan sesuatu.
"Huuu Truth or Dare Aruna?" Aruna tersentak, ia tak sadar jika botol itu tepat mengarah kearahnya.
"Ayo bisa yok.. pilih satu yok."
"Truth."
"Ih kenapa pada gak seru sih. Pilih Dare napa." Sungut Miya kesal sendiri.
"Ya suka-suka gue lah."
"Aruna, Ben atau Jihoon?" Mendengarnya, Aruna merasa gila, bisa-bisanya Miya melontarkan pertanyaan tak bermutu itu.
"No one."
"Harus pilih satu sayang."
Aruna menatap Ame yang juga tengah menatapnya. Ia lalu tersenyum, "Ya Ben lah. Diakan cinta pertama gue."
"Bego." Dira, yang ada disamping Aruna mengucapkan kata itu dengan lirih yang hanya dapat didengar oleh Aruna.
"Puter lagi.."
"Waww, ayo Qiana sayang pilih mana."
"Oke, gue pilih dare karena dari tadi gak ada yang mau sama dare."
"Cielah, gayaan."
"Cium Haruto sekarang." Mata Qiana seketika membulat, apa-apaan ini?
"Heh Sumanto, main nyuruh gue nyium adek lo, mikir dong disana banyak orang."
"Mana peduli gue. Udah sana cepet, katanya pilih dare."
"Ya tapi, yang lain aja plis. Apa gitu, Azwan deh gak papa, sumpah."
"Heh enak aja adek gue, Haruto aja sana, adek gue masih suci jadi jangan digrepe-grepe." suci dia bilang? Orang Qiana udah pernah dicium dipipi sama Azwan. Eh tapi, kan nyium bukan dicium, jadi dek Azwan memang masih suci. Udahlah terserah.
"Gue itung sampai tiga, kalau lo gak cepetan, gue jamin darenya semakin meresahkan."
"Satu.." Qiana masih bimbang.
"Dua.." Qiana mulai terdiam.
"Ti__" Dan Qiana mulai menghilang dari hadapan, iya Qiana berlari menuju sekumpulan anak pria disana.
Dari sini mereka memantau pergerakan Qiana, ia terlihat membisiki sesuatu ke Haruto. Dapat mereka lihat, Haruto nampak terkejut. Namun apa yang dilakukan Haruto selanjutnya membuat mereka hampir kehabisan nafas.
"Wow.."
Haruto mendekatkan wajahnya ke wajah Qiana, dan cup. Singkat, tak lama, namun terasa. Asekkkk 😂
Percayalah, wajah Qiana memerah sekarang. Sama seperti anak-anak gadis, anak-anak pria pun juga ikut menganga melihat kejadian bar-bar itu didepan mereka. Sungguh tak berakhlak dua bocil itu bund.
Tersadar, Qiana segera berlari dan memeluk Aruna sangking malunya. Sedangkan Haruto hanya terkekeh melihat tingkah gadisnya.
"Haaaaaa dia beneran cium gue, gini dong." Qiana memeragakan aksi mereka tadi dengan kedua tangan yang didekatkan layaknya orang ciuman.
"Badan gue panas dingin, gue malu huaaaa."
"Parah, guys sekarang Qiana sudah tydak suci." Celetuk Miya.
"Halah bilang aja lo iri kan, lo gak pernah dicium kan?" Tanya Qiana songong.
"Siapa bilang, Ame belum pernah, Dira juga belum pernah." Berbeda dengan Ame yang tertawa, Dira justru membeku. Kejadian dimana ia dicium secara tiba-tiba oleh Uncuk terlintas dipikirannya. Dan ia lupa tak menceritakan tentang itu ke para sahabatnya.
"Udah lanjut lagi.." ucap Ame tak sabaran.
"Yuhuuuu.."
"Ame.."
"Truth or Dare?"
"Truth."
"Ck, lama-lama gue ubah jadi DoD sumpah."
"Jadi Ame, siapa yang sekarang ada dihati lo?"
Semua orang terdiam, mulut Somi kayaknya minta di jahit, kenapa suka asal ngomong sih?!
"Gak ada siapapun."
"Bohong deh.."
"Beneran ya.."
"Terus Jihoon gimana?" Tuh kan, bibirnya minta di setrika aja.
"Dia kakak kelas kita lah." Yang ini juga sok molos.
"Halah ngeles mulu cabe rawit."
"Anjay lu."
Dibalik kebahagiaan mereka, ada satu gadis yang sedari tadi memperhatikan mereka di atas balkon villa. Ia terus menatap lurus kearah taman villa yang ramai akan canda tawa mereka.
Yah, hanya 7 gadis yang sedari tadi berbagi canda tawa. Sedangkan satu gadis lainnya memilih mengurung diri di kamar dengan alasan capek.
"Yola." Dengan cepat gadis itu mengusap airmata yang entah sejak kapan hinggap dipipinya.
Ia menoleh, dan hatinya terasa dihantam sesuatu yang keras saat orang yang akhir-akhir ini terlintas diotaknya ada didepannya.
"Kak Ben.."
Haha hai lama up kan
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉