Akhirnya

53 10 4
                                    


Setelah mendengar penjelasan dari Yozi, Arthur dan Uncuk bahkan tak bisa mencerna apa yang Yozi katakan. Terlalu mustahil untuk seorang Acha dan Nabila melakukan hal gila seperti itu. Dan Sella, untuk apa ia bertingkah seperti itu jika pada akhirnya Ibunya pergi meninggalkannya?

Semua terlihat bodoh jika soal uang dan cinta.

"Gue udah kirim bukti ke kalian, sekarang tinggal kalian yang harus laporin gue. Foto itu cukup jadi bukti kalau Acha dalang dari semua ini."

"Lo tetep sahabat kita Yoz, kita lebih dulu kenal sama lo sebelum Acha hadir di hidup lo." Ucap Cio yang sudah tak lagi emosi.

"Sekarang lo udah tau kan Thur kalau cewek polos kayak Acha juga bisa buat orang mati?" Tanya Miya dengan nada sarkas.

"Hmm."

"Tuh kan, kalau masalah Acha aja selalu no comment." Arthur hanya melirik Miya tanpa berniat membalas ucapan gadis itu.

"Dir.." panggil Uncuk.

Dira menoleh, "apa?"

"Gue mau ngomong sama lo, empat mata." Uncuk berdiri, mau tak mau Dira juga ikut berdiri. Mereka keluar dari ruangan meninggalkan para manusia yang masih sibuk dengan pikiran masing-masing.

Ajun menatap Ame, gadis itu menunduk dalam. Aruna yang melihat itu meraih tangan Ajun membuat pria itu menatapnya. Aruna mengangguk seolah memberi kode pada Abangnya agar menghampiri Ame.

Ajun tersenyum, ia lalu mendekati Ame.

"Me, ikut gue sebentar."

"Ha?"

"Ikut gue.." Ame melihat Aruna yang tersenyum padanya, ia lalu menarik sudut bibirnya ikut tersenyum tipis. Lalu beranjak dari duduknya dan mengikuti kemana Ajun pergi.

"Lo gak mau ngomong sama gue?" Tanya Qiana pada Haruto tentunya.

"Enggak, males. Ngomong apa coba, gak ada yang penting."

"Ishh, Haruto mah gitu. Gak jadi sayang."

"Eh iya-iya, yaudah ayo keluar, kita cari eskrim. Katanya Qiana suka cari eskrim."

"Keuwuan macam apa ini Dek?" Tanya Aruna dengan nada sok kesal. Pasalnya dua bocah itu malah uwu-uwuan di depan Justin yang notebene nya jomblo. Kan kasihan anak orang.

"Iri bilang bosss.."

"Mau ikut ah.." Justin mengikuti Haruto dan Qiana, ia takut berada diantara kakak kelasnya. Takutnya nanti bahas masalah orang dewasa, kan ribet jadinya.

Kini hanya tinggal Aruna, Jihoon, Miya, Arthur, dan Yozi. Key dan Cio lebih dulu keluar karena Cio merasa kepanasan didalam ruangan. Sedangkan Somi dan Lucas memang tak ada sejak tadi, mereka tengah sibuk karena sudah lama tak bersama. Jangan tanyakan dimana Yola dan Ben, tentu mereka tak ada disana.

"Gue mau keluar, kalian gak usah takut gue kabur. Kalaupun kalian gak laporin gue, gue bisa laporin diri gue sendiri. Gue keluar dulu." Yozi keluar tanpa mendengar seorang pun membalas ucapannya. Sejujurnya hatinya sakit, tapi tak apa, ini karena kesalahannya sendiri.

"Ekhmm.. Thur.." panggil Miya pada pria yang kini tengah bermain game di ponselnya.

"Hm?"

"Keluar yuk.." ucap Miya setelah melihat Jihoon yang sepertinya ingin berbicara pada Aruna.

"Males ah, game gue lebih penting."

"Thur.." Miya mencubit pinggang pria itu membuat Arthur menatapnya garang. Miya mengode pria itu untuk melihat kearah Jihoon yang juga menatapnya.

"Ngobrol dong, yaudah ayo keluar." Miya menarik tangan Arthur dan keluar dari sana. Kini hanya tinggal dua manusia yang tampaknya masih canggung untuk berbicara bersama.

Ditempat lain, Dira berhenti melangkah. Ia berdecak kesal karena Uncuk tak segera berhenti dan terus melangkah, padahal mereka sudah berada di di depan gedung rumah sakit sekarang.

"Mau ngomong apa sih?!" Tanya Dira kesal.

Uncuk menghela nafas, ia berbalik dan menatap Dira dalam.

"Ayo baikan Dir.."

"Ha? Gak paham."

"Kita baikan, gue gak mau kita diem-dieman terus. Kalau bisa kita sekalian balikan."

"Gak dulu."

"Ca.. plis.." bentar, bolehkah Dira terbang sekarang? Barusan Uncuk memanggil namanya dengan nama panggilan itu lagi? Ca? Ica? Ahhh.. mau baper tapi gengsi.

"Kita baikan aja. Gak usah balikan."

"Kenapa?"

"Yah Mama Bang Uncuk tuh kayak macan."

"Gue udah bilang semuanya sama Mami Papi, Papi oke-oke aja kalau kita pacaran. Mami yang gak bisa terima.."

"Lo gila?"

"Enggak.. tapi gue yakin, setelah tau kalau Nabila lakuin semua kejahatan itu, Mami pasti gak suka sama dia lagi. Percaya deh.."

"Terus gimana sama Mama Papanya Dira? Papa udah bilang kalau dia gak mau besanan sama Kakaknya sendiri."

Uncuk tersenyum, "Maksud ucapan lo, berarti ada niatan buat balikan sama gue?"

"Ha? Apa? Enggak lah.. kan cuma tanya doang."

"Biar gue yang urus Om Hanbin, kalau masalah Tante Lisa kayaknya udah oke."

"Yakin?"

"Hm.. lo yakin gak mau balikan sama gue? Gue udah mau berjuang lagi loh.."

"Kita lihat aja, kalau lo bisa ambil hatinya Papa sama buat Mak lo mau terima gue, bisa kita bicarakan baik-baik hubungan antara gue sama lo."

"Oke deal.."

"Gak usah senyam senyum.."

"Tapi Dir, gue ada satu permintaan." Ucap Uncuk serius.

"Apa?"

"Jangan ada Alex diantara kita.."

Mata Dira memincing, "Cemburu lo kalau gue bawa-bawa si Alex?"

"Yaiyalah."

"Ya gitu rasanya, dulu gue juga cemburu setiap lo bawa-bawa si Nabila dihubungan kita. Yaudah sih 0-0 kan."

Uncuk tersenyum lebar, ia lalu menarik Dira ke pelukannya. Cara bicara Dira menbuatnya gemas, hingga tak tahan seperti ini.

"Jangan berantem lagi ya Ca, gue takut.."

"Apasih lebay anjir.." Dira mencubit punggung Uncuk membuat pria itu mengaduh.

Aduh Buyung, Author hanya bisa tersenyum dibalik layar melihat keuwuan anak-anakku :)

Oke guys ada kesalahan teknis, part nya ketukar :)

Hrusnya part Akhirnya dulu baru Apakah Ending.

Sorry, jdi part apakah ending aku hpus dlu

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang