Pantai

98 17 4
                                        


Setelah merapikan barang-barang mereka dikamar masing-masing, para kumpulan remaja itupun memutuskan untuk bermain di pantai pasir putih itu.

"Es degannya seger tuh, Uncuk beliin lah, lo kan anak sultan." Ucap Lucas tanpa beban.

"Hm.."

"Apaan hm doang.."

"Sana buruan beli, gue yang bayarin."

"Beneran?"

"Lo nanya lagi, gak jadi gue traktir."

"Oke-oke, gue pesen dulu njir."

Menikmati indahnya pemandangan pantai dan sejuknya angin sore yang mampu menenangkan hati. Miya menatap ombak yang berlari ke tepi pantai, sejuknya angin pantai membuatnya nyaman dan tak ingin beranjak dari tempatnya duduk sekarang. Tak beralaskan apapun, ia duduk dipasir tanpa peduli celananya akan kotor. Seseorang tiba-tiba datang dengan membawa satu buah kelapa muda yang tentunya sudah siap untuk diminum. Miya mendongak, senyumnya terbit begitu saja kala pria itu duduk disampingnya.

"Makasih."

Hening.

Miya sibuk meminum es kelapa muda yang tadi dibawakan oleh Arthur, sedangkan pria itu sibuk menatap Miya yang minum dengan tanpa dosanya.

Kan Arthur juga pengen minum es degan 😶

"Ngapain lihatin gue terus?" Tanya Miya saat ia sadar jika Arthur terus menatapnya.

"Terserah gue, mata-mata gue."

"Dih itukan dialognya Mas Al."

"Korban sinetron."

"Biarin, lo udah suka kan sama gue?"

"PD gila."

"Halah tinggal bilang suka aja susah amat. Kalau suka tuh bilang suka, gak usah gengsi, lagian gue kan cakep, jadi gak terlalu malu-maluin lah kalau digandeng." Arthur terperangah tak percaya dengan tingkat kepedan Miya yang sudah overdosis.

"Gimana Thur? Kapan nembaknya? Gue udah lumutan loh nungguin lo nembak gue."

"Emang siapa yang mau nembak lo?"

"Lo lah."

"Gue mah ogah."

"Ck, yaudah gue yang nembak lo. Lo mau terima gak kalau gue nembak lo?" Kini Miya tak peduli dengan sekitarnya. Masa bodo juga dengan prinsipnya yang menanti Arthur menyatakan cinta padanya.

Arthur menatap Miya datar, ia tak membalas perkataan Miya, pria itu justru memilih bermain pasir.

"Arthur, gue suka sama lo. Lo harus mau jadi cowok gue titik gak pake koma." Dan rasanya, Arthur salah jika menghampiri Miya tadi. Kepala Miya kayaknya kena pukul kemarin, makanya jadi gesrek.

"Kepala lo apa masih sakit?" Miya dengan bingung menggelengkan kepalanya.

"Enggak, kepala gue baik-baik aja. Cie khawatir ya."

"Enggak deh, coba besok lo periksa ke dokter. Pasti ada yang geser."

"Masak iya?" Miya dengan polosnya menyentuh kepalanya yang kemarin terluka.

"Iya gue yakin 1000 persen. Otak lo gak beres." Arthur lalu berdiri, pria itu melangkah meninggalkan Miya yang masih mencerna ucapan Arthur. Namun belum ada satu menit, Miya tersadar dan segera mengejar Arthur.

"Arthur..!!"

"Gue suka sama lo, pokoknya lo harus jadi cowok gue titik."

"Gak."

"Mau..!!"

"Enggak!!"

"Harus mau."

"Harus enggak."

"Mau atau gue cium?!"

"Yaudah cium aja kalau berani."

Skipppp...

-
-
-

"Aduhh, ponsel gue ketinggalan di kamar." Ame yang baru beberapa langkah di depan vila segera putar balik menuju kamarnya saat sadar jika ponselnya tertinggal.

Namun langkahnya memelan saat melihat Ajun dan Yola tengah duduk santai dihalaman depan villa. Ingin putar balik tapi ia tak dapat hidup dengan ponsel, oke, Ame harus bisa melewati rintangan yang cukup berat itu. Iapun melangkah, fokus pada satu titik, yaitu kamarnya. Terus melangkah hingga tanpa sadar jika disampingnya kini sudah berdiri pria tampan yang akhir-akhir ini menghiasi hari-harinya.

"Datar amat mukanya." Ame menoleh, ia terkejut namun sedetik kemudian wajahnya dihiasi oleh senyuman.

"Ngagetin aja.."

"Mau kemana?"

"Ambil handphone gue, ketinggalan dikamar."

"Gue temenin, biar gak kelihatan sendiri."

"Anjim."

"Haha.."

Kalian tau? Dibalik canda tawa mereka ada hati yang retak, patah, dan hancur berkeping-keping. Eakkkk haha

Masih Aruna lihat kebersamaan mereka yang begitu membuat Aruna iri pada Ame. Jihoon memang sering tertawa bersamanya, namun Aruna akui, tawa Jihoon lebih lepas saat ini dibanding saat bersamanya dulu.

***

Jika yang lain tengah galau-galaunya dengan pasangan masing-masing, maka beda dengan Key dan Cio yang asik bercengkrama mesra dipinggir pantai. Membuat istana dari pasir pantai nyatanya mampu membuat Key bahagia. Cio senang melihat senyum orang yang ia cintai. Ya cukup tau, Key memang cantik sejak dini.

"Key.."

"Hm?"

"Aku jadi gak sabar pengen cepet-cepet nikah sama kamu."

"Pffttt bwahahaha anjir, gue baru tau kalau Cio bucin.." bukan Key pelakunya, namun si pria berkulit sawo matang dengan hidung mancungnya itu yang membuat keributan dadakan.

"Astogehhh hareudang ei, melihat Neng Key pujaan hati aing ternyata sudah dimiliki orang lain, yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat aing sendiri.." baiklah, Cio jengah melihat tingkah alay dari sahabatnya ini.

"Tin, lo gabut apa?" Tanya Key yang cukup kesal pada Justin.

"Gue gabut?? Hei mana ada pasal Justin bin Dadang itu gabut.. Oh no, oh no, no no no no no no... Hahaha.." Cio menggeleng pelan, menatap Justin prihatin. Mana masih muda lagi. Untung cakep, coba enggak, mungkin sekarang Justin sudah tenggelam ditengah laut.

Double up guysssssss

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang