Ingatan

93 16 27
                                    


Bosan, itulah yang dirasakan Dira.

Ia sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, dan sekarang ia tengah berada di kamarnya sendiri. Awalnya tadi ia tak menyangka jika kamarnya berubah. Tak seperti kamar yang ia kenal.

Padahal kan seingat Dira, kamarnya itu bercat putih polos, tapi kenapa tiba-tiba berubah jadi warna biru? Sejak kapan ia suka warna biru?

Terus kenapa ada poster bergambarkan wajah Uncuk? Sejak kapan ia menjadi fans dari pria cebol itu?

Terus sejak kapan sarung bantalnya bermotifkan gambar-gambar anime? Dia kan sukanya oppa-oppa korea bukan jamet-jamet jepang.

"Gue siapa? Ini dimana? Arghh gue kenapa sih? Kok jadi bego.."

"Sprei gue kenapa gambarnya gini sih? Sejak kapan gue jadi wibu? Gak gue banget ini mah."

Dira beranjak, gadis itu berjalan menuju lemarinya. Ia lalu membuka dan mencari sesuatu disana.

"Aduh.." Dira mengusap kepalanya saat merasakan sesuatu yang cukup berat jatuh mengenai kepalanya. Ia diam sejenak guna meredakan nyeri di kepalanya.

Dira lalu melihat apa yang barusan mengenai kepalanya, sebuah album foto yang berada tadinya tepat berada diatas lemari.

Gadis itu duduk bersandar pada lemari, mulai membuka halaman pertama album foto itu.

Halaman pertama, sebuah foto dirinya dan para sahabatnya yang menggunakan seragam smp. Halaman kedua, foto dirinya dan juga Alex, ah pria itu, dimana dia? Kenapa pria itu tak datang saat ia tengah sakit?

Dihalaman ketiga, foto mereka wisuda. Tunggu, wisuda?

"Kapan gue wisuda?" Dira memejamkan matanya, merasa pusing.

Ia lalu melanjutkan melihat halaman selanjutnya di album foto itu.

Halaman keempat, dia yang tengah berfoto dengan Aruna mengenakan baju putih dan rok hitam polos dengan dandanan yang terlihat seperti anggota MOS. Halaman-halaman selanjutnya, masih sama, foto tentang dirinya dan para sahabatnya. Dan terakhir, dihalaman tersebut terdapat sebuah amplop coklat yang terselip di samping foto dirinya dan Aruna.

Perlahan ia membuka amplop itu, menemukan sebuah surat yang terlihat sudah sedikit kusam.

"To : Anindira,, from : Maxime Cristiano."

Entah mengapa, menyebut nama Max membuatnya menjatuhkan airmata.

"Hai Anindira, gimana kabar kamu? Apa baik? Aku harap kamu baik. Kalau kamu udah baca surat ini, berarti aku udah jauh dari kamu. Aku cuma mau bilang sesuatu, aku titip Aruna. Cuma kamu yang bisa aku percaya, dan cuma kamu yang tau rahasia tentang aku. Aku harap kamu tetap jaga rahasia itu, sampai kapanpun, tolong jaga rahasia itu__" Dira tak tau, ia menangis tanpa sebab. Kepalanya masih terasa nyeri, namun ia sangat ingin melanjutkan membaca surat itu.

"Aku minta maaf Dira, maaf karena udah buat kamu sama Alex berpisah. Jaga diri baik-baik Dira, aku sayang sama kamu.
Maxime Cristiano.."

Dira mengusap airmatanya, "Max tulis surat ini buat gue? Tapi kenapa?"

"Akhh.." bayangan tentang tangisan Aruna dikoridor rumah sakit mulai mengitari pikirannya. Dan tak lupa Alex yang datang dan menarik Aruna ke pelukan pria itu.

"Max.."

Tangisnya pecah, "Max!!"

"Dira.." pintu kamar terbuka, Lisa masuk dan melihat Dira yang kesakitan.

"Dira kamu kenapa?"

"Max.."

"Max? Dira udah ya, kamu istirahat sekarang." Lisa menyingkirkan album foto itu dan membantu Dira untuk berdiri. Ia lalu membawa putrinya ke tempat tidur.

"Dira tenang ya, kamu istirahat, jangan pikirin apapun."

Dira mulai tenang, matanya terpejam namun bibirnya berguman "Max.."

***

"Gue mau ngomong Me."

"Mau ngomong apa?"

"Soal hubungan kita."

Ya haha

Spoilerr dluuu

Bye

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang