"SELLA!!""Key..." Dira menahan tubuh Key yang berjongkok dengan tangan kanan yang menggantung di udara.
Matanya terpejam tak kuasa melihat pemandangan dibawah sana. Dira segera membantu Key berdiri, ia terlalu takut berada di roof top tanpa pembatas ini.
Ia tak tau apa yang terjadi sebelum kejadian, yang ia lihat hanyalah Key yang berlari menuju ujung roof top. Dan dari situlah ia sadar apa yang tengah terjadi.
***
Ajun mengacak rambutnya frustasi. Kenapa, kenapa semua ini terjadi pada orang-orang di sekitarnya?
Pada akhirnya ia menangis, Jihoon tak tega melihat sahabatnya menangis. Ia mendekat, menepuk pundak Ajun, mencoba memberi kekuatan pada pria yang kini tampak rapuh itu.
"Selamat sore."
Perhatian mereka teralihkan pada dua sosok polisi yang berdiri di depan Key.
"Kami dari kepolisian, meminta saudari untuk ikut kami guna di mintai keterangan tentang kejadian yang terjadi pada jam 2 siang di roof top rumah sakit."
"Maksud Bapak apa?" Tanya Cio yang sedari tadi ada disamping Key.
"Maaf Dik, kami tidak ada urusan dengan Adik. Kami ada urusan dengan Adik ini." Ucap salah satu polisi sambil menunjuk Key.
"Saya gak salah Pak. Buat apa saya ikut ke kantor polisi."
"Silahkan jelaskan itu di kepolisian nanti."
"Tapi Pak.."
"Adik hanya dimintai keterangan nanti."
"Kalau gitu saya ikut Pak." Ucap Dira.
"__ saya juga ada di tempat kejadian."
"Baik."
"Kamu tenang aja, aku bakal baik-baik aja."
"Iya aku percaya sama kamu. Aku bakal nyusul nanti."
"Iya."
Cio menatap pasrah Key yang saat ini tengah berjalan diantara polisi.
"Brengsek.. kali ini gue gak bakal lepasin lo."
"Ada apa lagi ini Tuhan?" Sungguh, Rose tak tau harus berbuat apa. Putrinya kritis dan dua sahabat putrinya harus membuat laporan atas kejadian mengerikan tadi.
***
"Apa yang kalian bicarakan sebelum korban melakukan tindakan bunuh diri?"
"Kami tidak membicarakan apapun, saya hanya menahan dia untuk tidak loncat." Balas Key datar.
"Tapi dari cctv jelas terlihat jika kalian membicarakan sesuatu."
"Saya hanya menahannya agar tidak loncat Pak. Selain itu, sebelum dia pergi, dia mengatakan sesuatu pada saya."
"Apa yang dia katakan?"
"Dia ingin pergi jauh, bersama Ibunya."
"Ibunya? Tapi Ibu dari korban__"
"Telah meninggal kemarin." Sela Key cepat.
Pria berseragam coklat itu menatap sekilas wajah Key yang tampak serius, ia lalu menghela nafas.
"Baik kalau begitu, kamu boleh pergi. Terima kasih atas laporan yang kamu berikan."
Tanpa mengucap sepatah kata pun, Key keluar dari ruangan tamaran itu. Ia melihat Dira yang tampak gelisah.
"Dir.." Dira menoleh, lalu beranjak dan dengan segera memeluk Key.
"Lo aman kan Key?"
"Iya.."
Dira melepas pelukannya, "Kita ke rumah sakit sekarang."
***
Semua bernafas lega setelah mendengar penjelasan Dokter Riyan. Aruna baik-baik saja, ia memang sempat kejang dan itu karena cairan yang disuntikkan Sella pada cairan infus milik Aruna. Tapi cairan itu tak berbahaya sampai bisa membuat seseorang meninggal.
"Kalian tidak perlu khawatir, Aruna sekarang baik-baik saja. Kalau begitu saya permisi."
"Terima kasih Dokter." Balas Rose ramah, ia lalu melihat kearah Ajun yang terlihat seperti orang frustasi.
"Bang.." Ajun mengusap wajahnya kasar dan menolehkan kepalanya kearah sang Bunda.
"Iya Bun?"
"Pulang, mandi terus istirahat. Bunda gak mau kalau kamu sakit. Jihoon tolong anterin Ajun pulang ya."
"Iya Tante.."
Jihoon mengode Ajun untuk segera berdiri dari duduknya. Mereka lalu melangkah pergi, meninggalkan beberapa orang yang masih setia berjaga di depan ruangan Aruna.
"Hun, Sella gimana?" Jihoon sedikit terkejut dengan pertanyaan Ajun. Ia bingung harus mengatakan apa.
"Eee.. dia, dia di urusi sama pihak rumah sakit."
"Gue merasa bersalah sama dia."
"Kenapa? Karena waktu itu?"
"Hm.."
"Yang lo lakuin bener Jun, gak perlu merasa bersalah. Ini udah takdirnya, dia udah ditakdirin buat pergi sekarang. Berhenti salahin diri lo sendiri dan fokus jaga Aruna."
Pendek haha :)
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉