Nabila sedari tadi mondar mandir tak jelas di ruangan yang hanya ada dirinya sendiri. Memikirkan kejadian akhir-akhir ini yang sering membuatnya cemas. Seperti yang dilihat, sebelum kejadian mengerikan itu terjadi. Sella sempat berbicara pada Key, namun ia tak tau pasti apa yang mereka bicarakan. Hatinya terasa cemas, ia takut jika Sella mengatakan yang sebenarnya pada Key.Pintu ruangan terbuka membuat Nabila menatap kearah pintu. Terlihat Yozi yang tampak lelah, entah apa yang membuat pria itu tampak kelelahan.
"Ada apa?" Tanya Nabila.
"Kita harus berhenti Bil, gue gak bisa lanjutin ini semua. Ini buat gue gila tau gak."
"Terus lo pikir kalau lo berhenti, orang-orang gak bakal tau kesalahan lo gitu? Jangan salah Yoz, lo berhenti sama aja lo terjun ke kuburan lo sendiri."
"Gue gak peduli, sebelum semuanya terlambat. Gue tau, mereka bukan orang pendendam. Persetan sama perasaan gue ke Acha, gue udah gak peduli sama hal itu. Kalian cuma manfaatin gue." Dada pria itu naik turun, Yozi lalu memutar tubuhnya dan pergi dari hadapan Nabila tanpa peduli dengan panggilan dari gadis itu.
"Arghh sial.."
***
Ruangan yang awalnya terasa monoton itu kini tengah dipenuhi tawa dan candaan banyak orang.
Aruna terus tertawa mendengar perdebatan antara Haruto dan Justin yang mampu menghibur hatinya. Sudah cukup lama rasanya dia tak tertawa selebar ini.
"Lo lihat tuh si Qiana, lo bilang dulu gak suka sama dia gara-gara dia kalau makan suka belepotan. Tiap ditanya kenapa, jawabannya ih gue ilfil sama tuh bocil. Makan aja masih belepotan."
"Apa lo bilang?!" Murka Qiana pada Justin. Tangannya sudah siap untuk memukul wajah tampan membahana milik Justin, tapi tangannya lebih dulu ditahan oleh pria itu.
"Yang bilang cowok lo sendiri ya Maemunah."
"Haruto!!" Qiana merengek menatap Haruto yang hanya cengengesan. Sedangkan yang lain hanya tertawa melihat tingkah mereka.
Saat tengah sibuk dengan tawa mereka, seseorang tiba-tiba datang membuka pintu ruangan membuat perhatian mereka teralihkan.
Miya dan Dira sudah saling menyenggol, melihat kearah Yoshi yang tampak terengah-engah, mungkin ia datang kesini berlari. Sedangkan Qiana merapatkan tubuhnya pada Haruto, memegang erat jaket pria itu dan tak mau menatap Yoshi yang tengah menatap kearah Aruna.
"Oh hai Bang Yozi.. sini gabung sama kita." Ucap Aruna dengan nada canggung. Ia bingung harus bersikap seperti apa, setelah mendengar penjelasan dari sahabatnya mengenai siapa Yozi, itu sedikit membuatnya ngeri melihat pria itu.
"Gue mau bilang sesuatu sama kalian." Matanya melihat mereka secara bergantian. Dan tibalah tatapannya berhenti tepat di Qiana.
"Lo udah tau kan siapa gue Qi?" Qiana yang awalnya tak mau melihat kearah Yoshi kini menatap Yozi ragu.
"Ee--" Qiana melihat Miya yang menganggukkan kepalanya. "Ee-- iya.."
"Lo mau ngomong apa Yoz?" Tanya Ajun yang sudah kepo pada apa yang akan dikatakan pria itu.
"Gue dalang dari semua ini." Semua orang terkejut, termasuk Miya dan Dira. Bukan, bukan itu yang sebenarnya.
"Bilang yang sebenarnya Bang!" Pinta Miya.
"Dalang? Dalang apa? Dalang di wayang kulit itu?" Sebenarnya, mempunyai teman seperti Justin itu ya lumayan buat menghibur diri. Tapi kadang juga, seorang seperti dia harus ditenggelamkan disaat-saat serius seperti ini.
"Diem dulu lo!" Titah Dira dengan mata melolot.
"Gue yang selama ini neror kalian."
"Bentar, gue gak paham. Maksud lo.. lo dalang dari semua ini.. apa lo juga yang udah buat Dira kecelakaan waktu itu." Tanya Uncuk yang sedari tadi hanya diam dipojokan. Dira menatap pria itu, hatinya kembali berdesir, banyak kejadian yang terjadi. Namun kenapa harus kecelakaan yang terjadi padanya yang diungkit pria itu.
"Hem, semuanya. Gue juga yang teror Key waktu itu." Key hanya menatap Yozi datar, berbeda dengan Cio yang sudah tersulut emosi. Namun Key mencoba membuat pria itu tenang agar tak terjadi keributan di rumah sakit.
"Soal Miya?" Tanya Arthur singkat, dan percayalah. Miya sudah terbang sekarang.
"Iya, itu gue."
"Jadi gue berantem sama temen gue sendiri? Pantes gue gak asing sama suara lo." Arthur tertawa mengejek, sebenarnya ia tau. Tapi entah karena ia terlalu masa bodoh atau malas mencampuri urusan orang. Jadi ia diam.
"Gue juga berantem sama Haruto."
"Hah?" Haruto mengerutkan keningnya bingung. Lalu ia melihat Yozi yang mengeluarkan kalung tengkorak yang tertutupi bajunya.
Seketika itu juga, Haruto bersiap untuk berdiri. Namun dengan cepat Qiana menarik jaket pria itu agar Haruto tetap diam di tempat.
"Gue bakal tanggung jawab sama kesalahan gue. Kalian bisa laporin gue ke polisi, atau apapun itu, gue bakal terima."
"Dosa-dosa lo udah kelewat Yoz, gak bisa buat ditebus. Lo buat Dira hilang ingatan, Qiana sama Key trauma, Ame sama Miya masuk rumah sakit. Gue yakin lo yang tambahin cairan itu ke minuman dia." Ucap Jihoon dengan nada datar.
Miya tiba-tiba berdiri, "Pliss bilang yang sebenarnya Bang, ini bukan 100 persen kesalahan lo."
Yozi melirik Miya sekilas, ia lalu berucap dengan lantang. "Gue yang udah buat lakuin semua itu Mi, gue dalang dibalik semua kejadian ini!"
"Nggak! Lo mau nanggung dosa mereka? Kalau lo pake cara kayak gini, lo salah. Satu singa ketangkep, gimana sama singa lainnya? Percumalah lo yang di tangkap tapi temen lo enggak. Sama aja bohong."
"Laporin gue ke polisi." Jihoon tertawa kecil, "Setelah apa yang lo lakuin ke kita?"
"Lo mau dihukum mati?" Tanya Justin.
"Bentar.. ini bukan murni kesalahan Bang Yozi. Dalang sebenarnya itu Acha bukan Bang Yozi!" Ucap Miya membuat semua orang terkejut.
"Mi, ini masalah kita bersama bukan masalah pribadi." Timpal Ajun.
"Ini bukan masalah pribadi! Mereka yang mukulin gue! Nabila, Acha, Sella.. mereka yang mukulin gue waktu itu.. lo inget kan Bang? Jelasin ke mereka, siapa Acha dan Nabila sebenarnya!" Miya tak mampu menahan air matanya, ia terlalu kalut dan itulah yang terjadi. Ia menangis.
Yozi hanya diam, fokus menatap Aruna yang bersandar pada dinding ruangan.
"Bang Yozi pliss! Ini juga buat kebaikan lo bego! Bilang ke mereka kalau lo cuma babu disana! Bang Yozi!!" Arthur berdiri, menarik Miya untuk duduk kembali.
"Kesempatan lo cuma hari ini. Bilang ke mereka yang terjadi sebenarnya, mereka berhak dapat hukuman juga. Sama kayak lo!" Ucap Dira tenang.
Yozi masih terdiam dengan posisi yang sama.
"Bang, kita bakal percaya sama apa yang lo bilang nanti. Jadi gue mohon, bilang kalau bukan lo dalang dari semua ini." Pinta Aruna, ia juga tak mau melihat Yozi seperti ini. Yozi selalu baik padanya, walau itu hanya pura-pura. Namun selama ini, yang ia lihat dari pria itu hanyalah ketulusan bukan kepura-puraan.
"Ini semua karena Acha."
Wehhh panjang loh ini.
:)
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉