Sudah seminggu berlalu, semua kembali normal. Bersekolah seperti biasa.Hanya saja ada sedikit perbedaan.
Ajun yang biasanya selalu meninggalkan Aruna dan Azwan tiba-tiba mengajak dua adiknya untuk berangkat sekolah bersama.
Arthur yang biasanya malas menjemput Miya tiba-tiba sudah berada di depan rumah Miya setiap paginya.
Uncuk yang biasanya mencoba mendekati Dira tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Em lelah mungkin.
Haruto, pria itu sekarang menjadi bucin seorang Qiana, entah pake pelet apa gadis itu, bisa buat Haruto terpikat.
Ben, ah rasanya pria itu seperti bunglon. Atau buaya? Minggu ini sama si A, minggu depannya sama si B, lanjutnya lagi sama si A, terus si B, gitu terus sampai jadi pak kyai.
Dan satu lagi, pasangan yang Alhamdulillah nya sudah bertunangan dua hari yang lalu. Gak percaya kan? Sama, aghu juga gak percaya kalau Key sama Cio tunangan nya dadakan kayak tahu bulat.
Kini, kantin terasa sepi tanpa adanya cogan kelas tiga yang biasanya kumpul dipojok ruangan. Nyatanya ruang musik lebih mengoda dari pada masakan Mbak Aida yang menggugah selera.
Qiana yang baru saja memesan makanan segera berbalik, namun kakinya yang ingin melangkah tiba-tiba kaku saat matanya menatap mata hitam legam itu.
"Hai Qi.." malam itu, Qiana ingat, semuanya seakan baru dimulai kembali.
"Ha--hai.." ingin tak membalas, tapi rasanya tak enak.
"Gue mau pesen makanan dulu." Qiana mengangguk menanggapi ucapan Yola. Gadis itu menunduk sejenak, lalu dengan mantap ia melangkah ke meja dimana para sahabatnya berada.
"Gue tiba-tiba kangen sama Yola." Suara gelak tawa yang awalnya membahana itu seketika terhenti, digantikan oleh keheningan yang membuat canggung sekitar.
Tak ada yang menyahuti ucapan Qiana, semua terdiam. Qiana lalu menatap Aruna yang seakan tak peduli pada apa yang diucapkan olehnya tadi.
"Na, lo masih dendam sama Yola?"
Mata Miya membola, ia yang berada didekat Qiana pun menginjak kaki gadis itu.
"Aw anjir sakit sat."
"Kenapa lo nanya gitu?"
"Ya karena disini yang ada masalah sama Yola kan lo."
"Gue pikir bukan gue yang ada masalah sama dia."
"Terus siapa kalau bukan lo?"
"Ya yang sadar aja."
"Lo nyindir gue?" Sahut Ame.
"Gue gak nyindir lo."
"Terus tadi itu__"
"Please stop!" Dira menggebrak meja kantin agar tiga manusia itu berhenti adu mulut.
"Kalian bisa gak, gak usah adu bacot. Gue gak mau ya, cuma gara-gara masalah cowok kalian jadi berantem."
"__ dan lo Qiana, stop bahas yang gak perlu dibahas. Masalah Yola, kalau lo pengen balik lagi kayak dulu sama dia, kita gak masalah. Begitu pun juga Yola, kalau mau balik lagi ke kita, kita bakal terima."
"Gue gak pernah dendam sama dia." Semua mata mengarah ke Aruna.
"__ jadi kalau lo mau ajak dia gabung lagi sama kita, gue gak masalah." Gadis itu beranjak, lalu pergi keluar dari kantin. Meninggalkan para sahabatnya yang diam terpaku.
***
"Arthur aku pulang bareng ya." Miya menatap datar gadis berkacamata didepannya. Enteng banget kayaknya tuh mulut ngomong gitu.
"Iya."
Mata Miya melotot tajam, "Ekhm!! Ada orang disini kalau lo lupa, Saudara Arthur." Jelas ia kesal, Arthur kan bawa motor bukan mobil. Terus nanti tuh si Acha ditaruh dimana? Gak mungkin kan satu motor bertiga, dikira cabe-cabean apa.
"Lo naik taksi."
"Ha?! Se-easy itu lo nyuruh gue naik taksi?" Oke, penyakit alay Miya kembali kumat.
"Gue harus antar Acha Mi."
"Gak bisa gitu dong, oke lo pilih. Antar gue atau antar Acha, kalau lo antar Acha, lo gak bakal ketemu gue selamanya." Arthur mendelik tak suka, tak suka pada sikap Miya yang lebay maksudnya.
"Yaudah."
"Apa?!"
"Yaudah, gue tetep antar Acha. Palingan lo juga bakal muncul di depan gue lagi." Miya kesal, sedangkan Acha tertawa setan. Dan Miya ingin mencabik-cabik wajah sok polos itu sekarang.
"Oke, jangan harap lo bisa ketemu sama gue."
Pergi.
Hilang.
Dan lupakan.
Bye.
***
Dira menatap kosong jalanan lewat jendela mobilnya. Ia sedang mode badmood sekarang, jadi mohon jangan diganggu.
Biasanya ia membawa mobil, namun hari ini ia meminta diantar oleh Papa tersayangnya. Bapak Hanbin.
Ingatan beberapa hari lalu dimana ia menerima undangan yang benar-benar nyata bertuliskan nama Danny dan Nabila membuatnya merasa tertampar kenyataan.
Kali ini bukan kabar burung atau berita hoax, namun benar-benar real. Uncuk dan Nabila memang akan bertunangan. Dan sekarang ia seperti orang gila yang tak punya pikiran. Otaknya seakan lepas dari kepalanya karena sibuk memikirkan hal-hal tak jelas mengenai Uncuk.
Tak terasa airmatanya tiba-tiba mengalir, ah apa secinta ini ia pada Uncuk hingga takut kehilangan pria itu?
"Dira?" Papa Hanbin menatap anak gadisnya yang tampak melamun, ia meraih tangan Dira dan mengusapnya pelan.
"Sayang?"
Dira tersadar, ia dengan cepat mengusap air matanya dan menoleh kearah Hanbin.
"Iya Pa?"
"Udah sampai, ayo turun."
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
Fiksi PenggemarJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉