Hidup atau mati

115 20 14
                                    


Sudah terhitung dua jam pria itu setia duduk disana, menatap wajah pucat yang masih terpejam seakan tak ingin terbuka.

Didepan pintu sana terdapat dua orang tua sang gadis yang melihat pemandangan itu sendu.

"Dir, jangan tidur lama-lama. Gue janji, kalau lo sadar, lo boleh lakuin apapun ke gue. Asal lo bangun, semua keinginan lo gue turutin. Gue janji Dir."

Hening

Percuma

Gak ada yang nyaut.

Lisa masuk, ia mendekat ke arah Uncuk.

"Uncuk.." pria itu menoleh.

"Kamu pulang dulu, Tante gak mau kalau nanti Mami kamu dateng terus ribut-ribut."

"Aku gak bisa pulang Tante, Aku gak bisa pulang kalau Dira belum bangun."

"Kamu suka sama Dira?"

"Bukannya Tante udah tau?"

"Dira sepupu kamu, kamu bisa cari cewek yang lebih baik dari Dira."

"Papi sama Om Hanbin saudara tiri Tan, gak ada hubungan darah, jadi gak masalah."

"Terserah kamu lah, percuma kamu berjuang kalau pada akhirnya Mami kamu gak suka kalian pacaran."

"Uncuk bakal buat Mami suka sama Dira."

***

"Gimana keadaan Dira?" Semua mata menatap kearah dua orang yang tengah berdiri dengan tangan yang saling bertautan.

Aruna menatap datar tautan tangan itu, ia lalu mengalihkan pandangannya saat merasakan matanya mulai memanas.

"Dira belum sadar, dia koma." Balas Ajun mewakili.

Jihoon duduk disamping Ajun, matanya sempat menatap Aruna yang menoleh ke samping kanan, seolah mencampakkannya.

"Gue harap Dira baik-baik aja." Ucap Ame.

"Semua orang juga berharap gitu!" Timpal Somi, entah anak itu hawanya pengen ngegas.

Pintu terbuka, menampakkan Uncuk yang tampak kacau. Kantung mata yang hitam, bibir pucat, mata merah, dia lebih tampak seperti zombie sekarang.

"Ck, istirahat sana, jangan paksain diri lo, ntar pingsan kita juga yang berabe." Lucas menarik Uncuk agar duduk dikursi sampingnya.

"Na, ikut ke dalam yuk." Qiana menarik Aruna agar ikut ke dalam bersama dengan Key. Tiga gadis itu kini melihat sosok Dira yang tampak pucat pasi seperti mayat.

Aruna duduk, menatap wajah itu sejenak.

"Kalau lo bangun, gue janji bakal kasih album iKon buat lo, Blackpink juga, sama Treasure. Beneran deh." Ingin menampar kepala Aruna tapi kasihan, alhasil Qiana hanya menatap kesal pada gadis itu.

"Na, jangan becanda plis." Kesal Key.

"Gue pengen nangis tapi air mata gue gak bisa keluar."

"Mau gue colok?"

"Diem lo Qi, harusnya sekarang lo hibur gue."

"Aruna, disini bukan lo doang yang sedih, kita semua sedih. Dira pasti sadar kok."

Dan setelah Qiana mengucapkan itu, jemari Dira tiba-tiba bergerak.

"Tuh kan dia sadar.. ini gimana?" Qiana heboh, dan Key segera menekan bel disamping ranjang Dira untuk memanggil dokter.

Semua orang diluar bingung, karena tiba-tiba dokter dan para perawat berlari pelan ke kamar Dira.

"Dok, tangannya tadi gerak." Qiana menujuk tangan Dira yang masih bergerak pelan.

"Bisa kalian tunggu diluar?" Key lalu menarik Aruna dan Qiana agar segera keluar.

"Ada apa Na?" Tanya Lisa khawatir.

"Tangan Dira tadi gerak Tan."

"Terus gimana?"

"Tante Lisa tenang ya, ada Qiana disini." Disituasi seperti ini, bocah tengil itu masih sempat-sempatnya melontarkan kalimat itu. Untung Lisa sayang.

"Gimana Dok keadaan anak saya?" Tanya Hanbin saat Dokter keluar dari dalam.

"Pasien sudah sadar, tapi ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Bisa kita bicara di ruangan saya?"

"Iya Dok Bisa."

"Kita boleh masuk kan Dok?" Tanya Haruto.

"Boleh, tapi hanya dua orang."

"Terima kasih Dok."

Disaat orang tua Dira berbicara dengan Dokter, Aruna yang sedari tadi masih berdiri di depan pintu pun segera masuk sebelum oknum lain yang masuk ke dalam.

"Cla.." Aruna tak mimpi, disana memang benar gadis bernama Dira itu sudah sadar. Dan tengah memijat kepalanya yang pusing.

"Cla gimana? Apa yang sakit?" Dira menoleh, "Na, Alex mana?"

Bersamaan dengan pertanyaan Dira, seseorang telah masuk ke dalam kamar itu dan kini ia diam membisu setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dira.

Alex? Siapa itu Alex?

"Alex?" Tanya Aruna memastikan, ia menoleh kearah pintu. Uncuk yang seakan paham segera keluar tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Dia kenapa keluar? Dasar sepupu beeadab."

"Lo gak inget apapun?"

"Ingetlah, lo Aruna, gue Dira, dia tadi Uncuk."

"Bukan, maksud gue kenapa tiba-tiba tany__"

"Dira.." ucapan Aruna terhenti. Ia menatap Lisa dan Hanbin yang berjalan kearahnya.

"Aruna, ayo keluar.. Om mau bicara sama kamu dan yang lain." Hati Aruna was-was.

***

Di ruangan Dokter beberapa menit yang lalu.

"Pasien mengalami cidera di kepala. Dan itu berakibat pada ingatan Pasien."

"Maksud dokter?"

"Pasien mengalami Amnesia."

"__ terjadi benturan dan itu mengakibatkan retaknya dinding otak. Pasien kehilangan sebagian ingatannya, kemungkinan hanya ingatan beberapa tahun silam yang dapat ia ingat."

"Tapi anak saya bisa sembuh kan Dok?"

"Bisa, tapi secara perlahan. Pasien harus menjalani terapi dan pengobatan secara rutin."

"Apa orang disekitar juga bisa berpengaruh Dok?"

"Tentu, tapi jika bisa jangan terlalu memaksa pasien untuk mengingat semuanya. Karena itu dapat berakibat fatal pada ingatan pasien."

"Baik Dok, terima kasih. Kami permisi."

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang