Gadis itu menatap datar gadis yang tengah berbaring lemah diatas ranjang rumah sakit."Gue benci sama lo. Bener-bener benci, melebihi rasa benci gue ke Key."
"Kalau aja lo gak tinggalin gue dan tetep ada buat gue. Dapat gue pastiin ini semua gak akan terjadi, gue gak akan lakuin hal gila yang bakal bahayain hidup gue sendiri. Ini semua salah lo Na!"
"Lo harus temani Ibu disana. Ibu butuh teman, dan lo tau, teman yang Ibu gue butuhin itu lo."
"Dari pada lo gak dibutuhin di dunia ini. Cuma jadi hama diantara sahabat dan keluarga lo, lebih baik kalau lo jadi teman Ibu disana. Jadi, selamat tinggal Aruna."
***
Tiga gadis itu terus berlari menyusuri koridor rumah sakit. Menuju ruangan yang entah mengapa terasa jauh.
Miya menambah kecepatan berlarinya, agar ia dengan cepat sampai di ruangan yang ia dan dua sahabatnya tuju. Tanpa menunggu aba-aba, Miya menyentuh knop pintu ruangan tersebut saat sampai.
Tangannya sudah siap membuka, namun pergerakannya terhenti saat ia merasakan seseorang memutar knop pintu dari dalam. Tangannya melemah, membiarkan pintu dibuka dari dalam.
Matanya membulat merah, melihat siapa yang membuka pintu tersebut. Jantungnya berdegup kencang, matanya melirik kearah Aruna yang terbaring di dalam sana.
Brukk..
"Akh.." Miya terjatuh karena dorongan dari orang tersebut.
"Dira Key kejar dia!" Ucap Miya yang berusaha berdiri, ia kembali melihat Aruna. Dengan segera ia masuk dan melihat kondisi gadis itu.
Tak ada yang aneh, namun ia merasakan suatu yang ganjal. Ia melihat cairan infus yang terlihat berbeda, lalu kembali melihat Aruna.
Ia tampak ragu, namun ia terus memperhatikan cairan infus itu. Perhatikan nya teralihkan saat tubuh Aruna tiba-tiba kejang.
"Aruna.."
"Aruna.." gugup, bingung, khawatir, semua rasa menjadi satu. Tangannya yang gemetar menekan tombol di dekat ranjang Aruna.
"Dokter!!"
***
Nafas Key tersengal, ia terus berlari walau kakinya sudah terasa tak kuat dan mati rasa. Dira tertinggal di belakang, gadis itu merasa pusing karena terus berlari. Dan Key memutuskan untuk mengejar orang tadi sendiri.
Namun ia tak boleh menyerah, ia harus mengejar orang itu walau sampai ke ujung dunia. Langkahnya terhenti saat melihat pintu roof top tertutup, ia tak salah lihat. Tadi orang itu berlari ke atas, dan ia yakin tujuannya adalah roof top.
Pintu roof top terbuka, ia melangkah pelan, mendekati manusia yang ia kejar sedari tadi.
"Sella.." gadis itu berbalik, ia mundur.
"Stop atau gue loncat."
"Oke gue bakal berhenti, tapi lo juga jangan mundur." Ucap Key yang masih melangkah pelan.
Sella berhenti, begitupun Key yang ikut berhenti. Ia tak mau mengambil resiko jika Sella loncat.
"Gue mau tanya, dan lo harus jawab." Ucap Key hati-hati.
"Jelasin kenapa lo keluar dari ruangan Aruna?" Sella diam tak bergeming, menatap Key penuh amarah dan rasa gelisah.
"Sella plaese, jelasin semuanya dan gue gak bakal kasih tau hal ini sama siapa pun."
"Enggak, lo bohong.. lo pasti bakal bongkar semuanya."
"Iya, tapi gue gak bakal bawa nama lo. Percaya sama gue. Jadi siapa dalang di balik semua ini?!" Perlahan, Key mendekat. Namun ia kembali terhenti setelah melihat Sella melangkah mundur.
"Apa untungnya buat gue kalau gue kasih tau? Gak ada kan?"
"Gue bakal kasih apa yang lo minta."
"Gue mau Cio."
Key tertawa hambar, "lo gila? Banyak hal di luaran sana, gak harus Cio."
"Gue cuma mau dia."
"Terus dengan lo dapet Cio, lo bakal bahagia? Percuma Sel, gue kasih Cio pun dia gak akan cinta sama lo." Baiklah, katakanlah Key sudah tersulut emosi. Jika berhubungan dengan Cio, maka ia selalu emosi.
"Sama, dengan gue jelasin semuanya pun gak akan ada gunanya buat lo."
"Ada, gue bisa tau siapa yang selama ini bertindak gila."
Sella diam.
"Sella plaese, jelasin sama gue. Cuma ada kita berdua disini. Gue pastiin lo bakal aman, gak akan gue biarin lo masuk perangkap mereka."
"Haha, lo udah tau tapi berlagak gak tau?"
"Maksud lo?"
"Iya.. lo bener.. mereka yang udah buat gue kayak gini. Gue pikir, kalau gue ikutin semua yang mereka mau, gue bakal aman. Nyokap gue bakal sembuh dan hidup bahagia sama gue. Tapi nyatanya, mereka bohong. Mereka bilang, mereka bakal biayain hidup gue, iya mereka bayar gue, mereka cukupi kebutuhan gue, tapi percuma kalau pada akhirnya Nyokap gue pergi." Sella menangis, mengeluarkan semua uneg-uneg yang selama ini ia pendam dan hampir membuatnya gila.
"Jadi kenapa lo lakuin itu sama Aruna? Lo pikir lo keren karena lempar dia pake gelas? Semua orang anggap lo gila tau gak."
Sella tiba-tiba tertawa, "Lo tau? Gue emosi, gue marah karena dia gak peduli sama gue. Gue kesel sama dia, kenapa dia gak peduli sama gue sedangkan dia peduli sama Qiana. Gue iri Key, gue iri. Lihat dia sesayang itu sama kalian semua buat gue iri.. dulu dia juga peduli sama gue, tapi gara-gara mereka, Aruna jadi jauh dari gue."
"Stop Sella, udah cukup semuanya. Sekarang bilang, siapa mereka yang lo maksud?"
"Gak tau, gue capek. Rasanya gue pengen ikut sama nyokap gue, pergi jauh.." Key menatap was-was Sella yang terlihat seperti orang depresi.
"Sella tenang.."
"Key, bilang sama sahabat-sahabat lo.. gue minta maaf, dan buat Aruna. Gue sayang sama dia, sorry udah ganggu kalian."
"Sella stop.." Sella terus berucap tak jelas, ia juga terus mundur, kini gadis itu sudah dekat dengan ujung roof top.
"Ibu.."
"SELLA!!"
"Sella.."
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉