Tentang Suka

140 22 3
                                    


"Makan."

Miya meringis, ini manusia satu niat ngasih makan orang apa hewan? Makanan dilempar seenaknya.

"Tangan gue masih sakit Thur.." baiklah, Miya centil nan manja sudah kembali. Arthur menghela nafas, ia lalu duduk dikursi dekat ranjang. Mengambil bubur yang tadi ia beli diluar, Miya tak mau memakan makanan yang disediakan rumah sakit, jadi Arthur harus rela malam-malam cari bubur hanya untuk Miya.

Sudah hampir tiga hari Miya dirawat, dan kata dokter besok mungkin Miya sudah boleh pulang. Cukup membosankan tinggal di tempat monoton ini, pagi hingga siang akan sepi, mungkin hanya pembantunya yang datang untuk menjaganya. Dan siang sampai sore mungkin para sahabatnya yang akan membuat gaduh tempat ini, lalu malam harinya akan ada Dobby atau Arthur yang datang menjaganya. Menyenangkan karena Arthur menemaninya tidur. Miya berharap dengan seringnya Arthur disampingnya, pria itu dapat membuka hatinya untuk gadis itu.

"Lo belum suka juga sama gue?" Pertanyaan itu kembali muncul setelah beberapa hari tak terdengar. Arthur meletakkan mangkuk itu diatas nakas, menatap intens mata Miya yang entah mengapa terlihat indah. Coklat terang sama seperti matanya.

"Lo mau tau jawabannya?" Miya mengangguk antusias.

"Dipikiran lo, apa jawaban gue?" Tanya Arthur lagi.

"Iya, lo suka sama gue."

"Itu jawaban gue.."

"Ha?"

"Tapi boong."

"Apaan? IQ gue 2G."

"Gue gak suka sama lo bego!"

***

"Kak, dicari cowok tuh.." Aruna yang tadinya tengah rebahan sambil bernyanyi ria seketika terdiam. "Siapa?" Beonya.

"Temen Abang kamu." setelahnya Bunda Rose memilih pergi dari kamar putrinya.

"Temen Abang? Siapa? Jihoon? Enggak mungkin, kalau dia paling dateng sendiri kekamar." Tak mau mati penasaran, Aruna segerea turun dari ranjangnya dan keluar dari kamar. Berlari kecil menuju ruang tamu tanpa peduli dengan apa yang ia pakai saat ini. Hotpants hitam dengan tanktop biru :)

Langkahnya terhenti saat melihat punggung pria yang tak asing baginya tengah melihat pigura fotonya.
"Ben?"

Pria itu menoleh, tersenyum tipis dan berjalan menghampirinya.

"Ngapain kesini?"

"Mau ngajak lo pergi, maukan?"

"Ohh, oke bentar gue ganti baju dulu."

"Gue kira lo mau pake itu."

"Iss dasar mesum.." Ben hanya terkekeh geli melihat ekspresi wajah Aruna yang kesal, ia lalu duduk menunggu Aruna yang tengah bersiap.

Tak butuh waktu lama, gadis itu kini sudah ada didepannya dengan setelan yang benar-benar membuat Ben oleng. Celana pendek hitam setengah paha dengan kaos putih polos yang dibalut baju kotak-kotak lengan panjang.

"Ayo buruan, keburu malam."

"Gak pamitan dulu?"

"Udah tadi, ayo.." Aruna menarik lengan Ben hingga dihalaman rumahnya.

Layaknya pasangan kekasih, Aruna memeluk Ben dari belakang. Bukan apa-apa, jaga-jaga kalau jatuh. Sedia payung sebelum hujan guys.

Motor berhenti, bingung itulah yang Aruna rasakan saat ini. Ia tak tau tempat apa ini, dan kenapa Ben mengajaknya kemari?

"Kita ngapain kesini?"

"Gue mau kenalin lo sama temen-temen gue.. ayo.." Ben menggenggam tangan Aruna erat, membawanya ke kumpulan orang-orang yang kini sedang bercanda ria.

"Weh yo broo, akhirnya lo dateng juga. Karatan gue nungguin lo. Waw sape nih, boleh juga.." pria berambut gondrong dengan dua tindik ditelinga kanan itu menatap Aruna dari bawah sampai atas, jelas itu membuat Aruna risih.

"Punya gue, jangan macem-macem lo." Ben dengan nada tegas mengucapkan kalimat itu, dan membuat para teman-temannya bersiul menggoda Ben yang bersikap berbeda dari biasanya.

"Jangan bilang kalau dia yang namanya Aruna.." sahut gadis berambut ungu yang duduk dipojok.

"Kok dia tau nama gue?" Tanya Aruna pada Ben, namun parahnya Ben menghiraukannya dan memilih menanggapi ucapan temannya.

"Iya dia Aruna, gimana?"

"Okelah, cocok sama lo.. tapi lebih cocok kalau sama gue. Haha.." baik, pria barusan cukup tampan. Bolehlah buat Aruna yang lagi jomblo ini 🙂

Ben hanya tertawa, ia lalu menarik Aruna agar duduk dikursi kayu. Aruna melihat sekitar, bentuknya seperti gubuk, bukan rumah tapi mirip rumah. Kecil namun nyaman, anehnya ada TV dan kulkas juga disini. Halamannya pun tak seberapa dan tadi Aruna sempat melihat ada danau disamping tempat.

"Gue Milen, lo Aruna kan?" Aruna membalas jabatan tangan itu, tak berucap ia hanya mengangguk. Ia memang irit bicara jika pada orang yang belum ia kenal.

"Ini basecamp alien, makanya bentukan mereka gak jelas semua." Gadis bernama Milen itu duduk disamping Aruna, menjelaskan tempat apa ini sebenarnya.

"Kalian masih sekolah?" Tanya Aruna ragu, bukan apa-apa ia bertanya seperti itu, melihat penampilan mereka yang terlalu urakan itu membuat bibir Aruna ingin bertanya. Ia sadar, ia juga urakan, tapi kan tak sebar-bar mereka.

"Kita gak sekolah, kita kerja. Kalau kita milih sekolah, berarti kita secara gak langsung ngubur diri kita sendiri, kita mana ada uang buat sekolah."

"Kerja apa?"

"Ngamen."

"Ben juga?"

"Enggaklah, dia orang kaya, gak mungkin ngamen, kalaupun dia mau, kita gak bakal ijinin dia ngelakuin hal itu."

"Kenapa?"

"Kita gak mau Ben kena masalah gara-gara ikut cara kita, cukup kita aja yang sering di gebukin orang gara-gara dikira maling." Asap rokok tertiup keluar dari bibir Milen, percayalah, sebar-barnya Aruna dan para sahabatnya, tak pernah ia berniat mencicipi rasa rokok.

"Lo pacaran sama Ben?"

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang