Ultah

159 24 12
                                    

###

Semua sudah siap, tinggal menunggu Ajun pulang. Hari ini Ajun ulang tahun yang ke 19, *ceritanya 19

Ame tengah sibuk merias kue ultah yang ia buat dengan bantuan Bunda Roje, bukan lebih tepatnya ia yang membantu. Buah ceri ia letakkan ditengah dan tak lupa lilin angka 1 dan 9 ia pasang. Ajun sendiri tengah pergi dengan Jihoon, tentu Aruna yang menyuruh Jihoon untuk mengajak Abangnya itu pergi entah kemana, yang jelas nanti pas jam 11.59 Ajun udah ada di depan pintu. Mau teleportasi juga gak papa.

Ya ini emang tengah malam, Ame rela nangis-nangis ke Mamanya buat minta izin untuk pergi ke rumah Aruna. Bukan cuma Ame, banyak kok yang dateng, Dira sama Miya doang tapi. Ame gak bisa maksa yang lain buat ikut, kasihan rumah mereka jauh.

Jam terus berputar, dan ketukan dipintu membuat semua orang terdiam. Aruna mematikan lampu dan Dira bersiap di depan pintu, ceritanya mereka mau ngerjain Ajun. Mau nimpuk tuh muka sok ganteng pake tepung.

Ceklek

Dannnnnnn

Baaa

Dira melempar tepung yang ada dibaskom, alhasil wajah tampan Ajun dan juga bajunya berubah warna menjadi putih.

Lampu menyala dan,

"Happy birthday Ajuna.." Ajun menatap datar semua manusia yang ada di dalam rumahnya. Tak ada senyum atau emosi yang lain. Ame dengan ragu maju ke arah Ajun dan menyodorkan kue yang ia hias tadi.

"Happy birthday Kak," Ajun menatap datar kue tar itu, ia lalu melirik sengit Dira yang menampilkan wajah santai. Tatapannya lalu beralih pada Aruna yang berdiri di samping Azwan dan Miya. Ia kembali melihat ke arah kue, melirik sekilas Ame yang terlihat gugup. Dengan satu kali tiupan, api dililin itu padam.

"Pada tegang banget mukanya elah." Semua cengo, mereka kira Ajun akan marah karena di timpuk tepung si Dira.

"Wah enak nih kue, siapa yang buat?" Ajun mengambil alih kue yang dipegang Ame, "Yang buat Ame, tadi Bunda bantuin dikit." Ucap Bunda Roje, Ame terkejut dengan ucapan Bunda Roje, padahal kan tadi dia cuma bantu lihat doang.

"Udah mending sekarang Abang potong kuenya." Suruh Azwan yang tak tahan melihat kue tar yang menggoda itu.

"Iya-iya.." Ajun melangkah ke ruang tamu, ia meletakkan kue tar di atas meja, setelahnya ia lalu memotong kue. "Potongan pertama buat Bunda sama Ayah." Ajun lalu menyuapkan kue itu pada Ayah dan Bundanya. Ia lalu memotong kue lagi, "potongan kedua buat adik-adik gue, Aruna sama Azwan." Secara bergantian Ajun menyuapkan kue itu pada Aruna dan Azwan.

"Dan potongan ketiga, buat seseorang.." Ame menatap Ajun harap-harap cemas. "Potongan ketiga buat Ame yang udah buat kuenya. Aa.." Ame benar-benar tak menyangka, buat orang yang udah buat kuenya dia bilang. Hah, yang buat kuenya tuh Bunda Roje, Ame gak ngapa-ngapain. Ame dengan miris membuka mulutnya, Ajun tersenyum dan menepuk kepalanya pelan setelah menyuapkan kue tar itu pada Ame.

"Jangan berharap pliss, lo gak seistimewa itu di hidup Ajun."

*Tenang Ame, author tau perasaan kamu.

***

Ben terus melangkah menuju uks, kepalanya terasa pening, ia butuh istirahat. Ia segera masuk ke uks dan membaringkan tubuhnya disalah satu ranjang, matanya terpejam dan perlahan mulai masuk ke dunia mimpi.

Disisi lain, Aruna tengan berlari ke uks untuk bersembunyi dari kejaran badak bercula. Eh astaghfirullah Aruna gak boleh gitu, masak Bu Aini guru cantik dibilang Badak bercula.

Ia membuka pintu UKS lalu menutupnya dari dalam, nafasnya memburu karena berlari cukup jauh. Aruna lalu melangkah ke salah satu ranjang yang berada dipojok, dengan cepat ia membuka gorden yang menjadi pembatas antara ranjang satu dengan ranjang lainnya, namun tiba-tiba..

"Aaaaa...!!"  Aruna terkejut dengan apa yang ia lihat, ia lalu membekap bibirnya sendiri agar seseorang di luar tak mendengar teriakannya. Ben yang mendengar teriakan tak kalah terkejut, ia terbangun dengan detak jantung yang berdebar tak karuan.

"Aruna..!!" Ben dan Aruna sama-sama menoleh ke arah pintu uks, Bu Aini sudah ada di depan pintu uks, dan suara pintu dibuka membuat Aruna panik. Ben yang juga sama paniknya segera menarik Aruna hingga Aruna jatuh ke pelukannya. Dengan cepat Ben menarik Aruna ke samping lemari dekat tembok, ada sedikit ruang yang cukup untuk bersembunyi. Aruna menahan nafasnya saat Ben menepis jarak diantara mereka, posisi mereka berhadapan, dan benar-benar sempit, mengingat tubuh Ben yang besar.

"Aruna..!! Ibu tau kamu disini.. keluar kamu..!" Bu Aini mencari dimana Aruna berada, namun nihil ia tak melihat anak itu.

Aruna memejamkan matanya cemas, takut-takut Bu Aini menemukannya. Mata dan mulut gadis itu terbuka saat merasakan ada sesuatu yang berjalan ditangannya, Ben yang tau jika Aruna akan berteriak segera membekap bibir Aruna dengan bibirnya. Tak ada pilihan lain, tangannya tak bisa terangkat mengingat tubuhnya terasa terjepit. Mata Aruna membulat, tubuhnya terasa kaku. Ben menciumnya, demi apa?! Apalagi tatapan mata pria itu benar-benar membuatnya gila. Ben terus menatapnya, menyorotkan sebuah rasa yang Aruna tak tau apa itu.

Ben tak lagi mendengar suara Bu Aini, ia lalu melepas ciuman, oh bukan, dekapan bibirnya dan menatap Aruna. "Sorry, tangan gue gak bisa diangkat." Aruna hanya terdiam kaku sambil terus menatap Ben dengan mata yang sudah memerah menahan tangis.

Ben yang sadar akan tatapan itu segera berusaha mundur dan membiarkan Aruna keluar dari tempat persembunyian. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Aruna keluar dari Uks meninggalkan Ben yang merasa bersalah.

***

Jihoon yang baru dari toilet tak sengaja melihat Aruna yang berjalan dengan cepat menuju taman belakang sekolah. Jihoon yang memang dasarnya tukang kepo, segera mengejar Aruna. Ia melihat punggung gadis itu yang naik turun, Jihoon mendekat, melihat Aruna yang menangis sambil mengusap kasar bibirnya, "Aruna.." gadis itu menoleh, melihat jika itu Jihoon dengan cepat ia memeluk pria itu.

"Lo kenapa?" Jihoon khawatir, siapa sih yang gak khawatir kalau pujaan hatinya nangis. Aruna hanya menggeleng, ia terus menangis sampai seragam Jihoon mungkin sudah jadi pulau sekarang :)

Dirasa sudah cukup tenang, Jihoon melepas pelukan Aruna, menatap Aruna lekat. "Ada masalah?"

"Lo sayang kan sama gue?" Tanya Aruna, Jihoon hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Jadi cowok gue."

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang