"Ngapain lo siram Qiana kemarin?" Tanya Pria yang sibuk memainkan rubik ditangannya."Gue tolongin lo."
"Haha ngapain juga, lagian percuma lo lakuin itu. Dia udah tau."
"Ck, kan gue udah bilang. Jangan sampai dia tau." Marah salah satu gadis yang tadinya tengah memikirkan sesuatu.
"Cha, mau sampai kapan? Gue udah lakuin semuanya. Dan lo gak pernah kasih gue apa yang gue minta."
"Lo minta apa?"
"Kita jadian."
"Lo gila? Lo tau kalau gue sukanya sama A__"
"Oke.. gue bakal bongkar semua."
"Jangan-jangan.. iya Acha bakal jadi cewek lo." Sela gadis berambut cokelat itu cepat.
"Maksud lo apa? Lo jadiin gue tumbal nya?" Sedangkan gadis dengan nama Acha itu marah.
"Cha, ini semua juga lo yang mau. Kalau lo mau berhasil, ya ini caranya."
"Tapi gimana kalau mereka tau? Gak mungkin gue jadian sama Yozi. Mereka bakal curiga, terutama Arthur!" Ucap Acha penuh amarah.
"Kita bisa sembunyi, gue sayang sama lo Cha."
"Oke kita jadian, tapi cuma satu bulan. Dan ada satu hal yang perlu lo lakuin lagi, Yozi!"
***
Sibuk melamun, itulah yang dilakukan Dira. Dia terlihat seperti orang tua yang banyak pikiran.
"Jadi, Aruna Jihoon Ame itu terjebak cinta segitiga?" Tanyanya pada Miya setelah berpikir panjang tadi.
"Iya, gue sering lihat Ame sama Aruna yang saling canggung."
"Seinget gue, Ame sukanya sama Ajun deh."
"Nah itu, gue juga mikir, kok bisa secepat itu Ame berpaling dari Ajun ke Jihoon."
"Gak tau gue ah pusing."
"Dir, lo sekarang udah hampir inget semuanya. Gimana kalau nanti tiba-tiba lo ketemu Alex?"
Dira menghembuskan nafasnya, "Ya gue bakal bilang kalau ingatan gue udah pulih."
"Terus Bang Uncuk?"
"Gak tau, biarin dia lah. Pusing gue mikirin tuh cebol."
"Kita harus benar-benar cari tau siapa dalang dibalik semua ini Dir, gue gak mau kita terus-terusan di teror."
"Gue yakin kalau itu semua ulah Nabila. Dia pasti dalang di balik semua ini."
"Gimana kalau itu Acha?"
Dira menatap Miya yang tampak berpikir, "Ini bukan karena dia sering deket-deket Arthur kan?"
"Enggaklah, gue nebak gitu karena satu hal. Lo inget waktu gue di culik di rumah Pitaloka?"
"Hm."
"Waktu itu yang gue denger emang suara Nabila. Tapi, waktu itu gue sempet cakar satu tangan yang nutupin mata gue. Dan lo tau, bekas cakaran itu ada sama Acha."
"Mereka kerja sama Mi."
Mereka terdiam sebentar, namun mereka tiba-tiba saling menatap.
"Sella.."
***
Airmata yang sejak tadi ditahan kini akhirnya lolos. Pandangannya memburam, ia terduduk lemah setelah menyadari jika apa yang ada di depannya ini adalah nyata.
"Ibu.. hiks.." tak ada seorangpun selain dirinya di tempat itu. Tempat peristirahatan terakhir seorang yang sudah tiada.
Hidupnya serasa berakhir, Ibunya telah tiada.
"Ibu.. kenapa Ibu tinggalin Sella?"
Nafasnya tercekat, ia ingat pada orang yang dulu selalu membuat Ibunya tersenyum. Dan permintaan terakhir Ibunya adalah melihat senyum pria itu, namun semuanya telah berakhir. Ia tak dapat mengabulkan keinginan Ibunya.
"Sella minta maaf Bu.." entah sudah berapa kali kata maaf itu terucap dari bibirnya. Ia menyesal karena disaat Ibunya menutup mata, ia tak berada di samping Ibunya. Dan justru bersama tiga orang gila yang sekarang tak ada disampingnya saat ia hancur.
"Sella janji bakal akhirin ini semua. Ibu udah tenang disana, dan sekarang waktunya Sella lakuin apa yang harus Sella lakuin."
"Sella bakal buat dia ketemu sama Ibu disana. Pasti Ibu bahagia karena lihat dia nanti."
"Ibu tunggu ya."
Partnya dikit :)
Yg pnting up awokwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉