Anindira

108 22 55
                                    


Dress putih yang awalnya bersih tanpa noda kini bersimbah banyak darah. Tak jelas kronologi kejadian, yang terpenting adalah nyawa korban.

*Kok jdi kyk berita :)

"Aruna.." Lisa berlari kearah gadis yang tengah berdiri didepan pintu ruang UGD, menatap kosong ruangan yang mungkin akan menjadi tempatnya juga nanti.

"Aruna, dimana Dira?"

"Aruna jawab Tante." Tubuh Aruna luruh, rasanya kakinya tak mampu menahan tubuhnya. Yang ada di ingatannya hanyalah darah, darah, dan darah.

"Bang gimana keadaan Kak Dira?"

Uncuk menggeleng pelan, bibirnya terlalu malas untuk sekedar mengucap satu kata.

"Ma tenang, Dira pasti baik-baik aja." Hanbin menarik tubuh Lisa kedalam dekapannya. Ia melihat kearah Aruna yang masih terduduk lemas didepannya.

Matanya lalu melirik Haruto yang juga menatap sendu pintu ruang UGD, "Haruto.." pria itu menoleh, tanpa kata Hanbin mengisyaratkan pada putranya untuk membantu Aruna berdiri.

"Kak Na, ayo.." Haruto membantu Aruna berdiri, ia juga menuntun Aruna untuk duduk disamping Uncuk.

Tak hanya Aruna, semua sahabat Dira pun ada disana. Namun mereka berkalut dengan pikiran masing-masing.

Pintu ruangan terbuka, semua orang sontak menoleh, mendekat dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Dokter.

"Keluarga pasien?"

"Iya Dok.."

"Pasien mengalami benturan yang cukup keras di kepala, kami harus segera melakukan operasi, silahkan tanda tangani ini bila anda setuju." Hanbin segera menarik  kertas yang dibawa oleh suster, dengan cepat ia menandatangani surat itu.

"Lakukan yang terbaik untuk anak saya."

***

"Na, ganti baju gih, baju lo banyak noda darah." Tetap diam, menatap kosong lantai yang terasa dingin. Key menatap Ajun yang berada disampingnya, meminta Ajun untuk membujuk Aruna.

"Dek, kita pulang nanti kita kesini lagi." Ajun pasrah, adiknya seperti tak punya minat untuk bertahan hidup.

"Danny kenapa kamu malah pergi? Pertunangan kita batal gara-gara kamu pergi gitu aja." Dan ini, suara itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Ia menatap tajam gadis bergaun putih yang tengah memarahi Uncuk yang tampak diam tak bereaksi.

Aruna berdiri, berjalan mendekati Nabila yang masih terus berceloteh.

"Nabila." Bibir Nabila berhenti berceloteh, ia menoleh menatap Aruna yang tampak sangat kacau.

"Ap__"

Plakk..

"Aruna!" Semua orang menatap tak percaya pada Aruna yang tiba-tiba menampar Nabila.

Miya yang ingin menghampiri mereka dicegah oleh Somi, "Kita lihat aja dulu."

"Ini pasti ulah lo, lo kan yang udah buat Dira kecelakaan? Kenapa lo lakuin itu? Kenapa?"

"Maksud lo apa?!"

"Gak usah pura-pura bego, lo kan dalang dari semua ini."

"Aruna, apa hubungannya gue sama kecelakaan Dira? Lo tau kan kalau tadi gue ada di rumah Danny."

"Lo terlalu buta sama cinta, sampai segala cara lo halalin supaya lo bisa dapat apa yang lo mau. Jangan pikir gue gak tau niat busuk lo."

Nabila diam, matanya melihat sekilas kearah Uncuk yang hanya diam menatap pintu bercat putih itu.

"Siapa korban selanjutnya? Gue? Atau sahabat gue yang lain? Atau bahkan keluarga Dira? Lo bener-bener licik, lo licik.. LO LICIK!!"

"Arghh.."

"Aruna stop!!" Jennie mencoba melepas tangan Aruna yang dengan kuat menjambak rambut Nabila.

"Akh.." Aruna terjatuh, karena Jennie mendorongnya.

"Jennie kamu apa-apaan sih?" Rose murka, ia tak suka melihat sikap Jennie pada putrinya.

"Anak kamu gak punya tata krama, dia gak sopan, dia nyakitin Nabila, tunangan Danny."

"Udah ini di rumah sakit, kalau kalian cuma mau ribut jangan disini." Ucap Hanbin lirih.

"Tapi anak it__"

"Mami stop.. Papi bawa Mami pulang, dan satu hal yang harus Mami tau, Uncuk gak mau tunangan sama Nabila."

Semua terasa kacau, Uncuk pergi dari kerumunan yang membuatnya semakin pusing. Mino segera membawa Jennie dan Nabila pergi dari rumah sakit. Sedangkan June menenangkan dua wanita yang berarti untuknya.

"Abang bawa Azwan pulang, udah malam, nanti Ayah sama Bunda nyusul." Ucap June pada putra pertamanya.

"Kalian juga pulang, udah malam, besok kalian kesini lagi."

"Iya Om, kami pamit."

Kini hanya tersisa Aruna dan kedua orangtuanya serta orang tua Dira. Mereka masih menunggu operasi selesai.

Aruna menatap Lisa yang merenung, gadis itu beranjak, lalu duduk disamping kanan Lisa. Tangannya terangkat untuk memeluk Lisa, memberi kehangatan pada seorang Ibu yang mengkhawatirkan putrinya.

"Dira pasti kuat kok Tante, Runa yakin Dira baik-baik aja, Tante gak boleh sedih." Lisa menatap wajah Aruna yang lesuh, ia tersenyum simpul lalu membalas pelukan Aruna.

"Anggap aja Runa ini Dira, kata Tante dulu kan Runa sama Dira itu kayak anak kembar. Tapi kalau kata Bunda, Dira itu cantik, kalau Runa itu imut, menurut Tante gimana?" Hanbin tersenyum kala melihat senyum dibibir Lisa semakin lebar setelah mendengar ucapan Aruna.

"Kalian sama-sama cantik, menurut Tante kalian gak ada bedanya." Lisa mengecup singkat puncak kepala Aruna, disini bukan hanya dia yang berduka, namun semua orang yang menyayangi Dira juga bersedih.

Termasuk pria yang sedari tadi membisu, diam tak berkata sedikitpun. Otaknya seakan menolak namun hatinya menerima.

Tak mungkin kan jika Uncuk mencintai Dira?

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang