###
Yola menatap takut-takut Ben yang kini menatapnya datar. Sungguh ia tak suka jika Ben berekspresi datar seperti itu.
"Kakak mau bicara apa?" Dengan sedikit berani ia mencoba memulai pembicaraan.
"Lo pacaran sama Ajun?" Yola mengangguk ragu, walau memang benar jika ia dan Ajun memiliki hubungan.
"Gue udah bilang sama orang tua gue kalau perjodohan kita batal."
"Iya, gue juga udah bilang sama Mama Papa."
"Gue cuma pesen, coba lo pikirin lagi perbuatan lo sekarang. Dan jangan salahin gue kalau orang tua lo marah sama lo, karena lo sendiri yang minta perjodohan itu dibatalin." Setelah mengucapkan kalimat itu dengan nada datar, Ben pergi dari hadapan Yola. Mata gadis itu memanas, ia teringat pada Ame dan Aruna, ia sadar , sangat sadar jika yang ia perbuat salah, tapi ia juga tak bisa terus menerus bersama Ben yang jelas-jelas mencintai Aruna bukan dirinya. Sedangkan Ajun, pria itu juga mencintainya, bukan mencintai Ame, dan ia tau satu fakta lagi jika Ame akhir ini dekat dengan Jihoon, pacar Aruna. Semua mudah asal Aruna dan Jihoon berakhir, Ame bersama Jihoon dan Ben bersama Aruna. Ini semua terasa sulit karena Aruna, iya karena Aruna.
"Arghh.. kenapa semua orang nyalahin gue?! Kenapa seakan-akan gue yang paling berdosa disini? Harusnya gue gak lemah, harusnya gue bisa lawan mereka.. gue gak punya siapa-siapa lagi sekarang, Qiana udah benci sama gue.. kenapa harus gue?!!"
***
Pritttt..
Aruna mulai mendribble bola basket, ia terus mendribble hingga kini satu lompatan saja ia akan berhasil mencetak gol, dan yap Aruna sudah mencetak satu gol. Hari ini pelajaran Olahraga, timnya melawan tim Sella, ya mereka satu kelas tapi dibagi. Permainan terus berlanjut, tim Aruna unggul 2 point dari tim Sella.
Namun ditengah permainan, tiba-tiba sesuatu terjadi.
Bugh..
"Aruna.." semua orang terkejut melihat Aruna yang menutup wajahnya yang barusan terkena lemparan bola basket.
Aruna merasakan cairan kental mengalir dari hidungnya. Ia terus mengumpat di dalam hati, "Are you okay Aruna?" Pak Jinan melihat sisi kanan wajah Aruna yang memerah, ia tak dapat melihat jelas wajah Aruna karena gadis itu masih menutupinya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Aruna segera berlari keluar lapangan. Ia terus menutupi wajahnya, dan berlari tanpa peduli dengan kepalanya yang terasa pening. Bukan UKS tujuan Aruna, melainkan kamar mandi. Dengan cepat Aruna membersihkan wajahnya dan mengusap darah yang sedari tadi tak mau berhenti.
"Aruna.." suara kedoran pintu dan panggilan namanya tak ia gubris, kini ia hanya perlu menghentikan darah yang terus mengalir ini.
"Aruna buka pintunya..!!" Menahan tangis itulah yang Aruna lakukan, kepalanya terasa semakin sakit dan berdenyut hebat.
"ARUNA!!" Airmatanya lolos, itu suara Abangnya, dengan kasar ia mengusap airmatanya dan membuang tisu bekas darah miliknya. Ia mendongak dan mengusap lagi darah itu.
"Dek.. Aruna!!" Aruna segera membasuh wajahnya dengan air setelah ia rasakan darah tak lagi mengalir, tak lupa ia memakai lipstik untuk menutupi bibirnya yang pucat, ia juga mengenakannya di kelopak mata agar tak terlalu terlihat sembab.
Ceklek..
Mata Aruna membulat saat dilihatnya luar toilet sangat ramai, "Lo ngapain sih didalam hah?!" Dira segera memukul pundak Aruna kesal. Dapat Aruna lihat jika gadis itu khawatir padanya.
"Apaan sih lama amat, orang gue tadi abis boker."
"Ah anjing, nyesel gue udah khawatir." Aruna tertawa mendengar jawaban Dira, matanya lalu menatap Ajun yang mengusap wajahnya kasar. Tak mengatakan apapun pada Aruna, Ajun segera pergi dari sana. Dan yah rasanya mata Aruna kembali memanas melihat sikap Abangnya. Memang semenjak kejadian saat itu, kejadian dimana Ajun mengatakan jika ia lebih memilih Yola daripada Ame, hubungan Aruna dan Ajun tak lagi seperti saudara. Padahal tadi ia sudah bahagia saat Ajun memanggil namanya, dan panggilan Dek yang sering Ajun ucapkan saat memanggil Aruna.
"Lo baik-baik aja kan?" Tanya Ame, ia sadar dengan situasi ini.
"Iya, gue mau ke uks mau tidur, tolong bilang ke Pak Jinan ya." Setelah mendapat anggukan dari para sahabatnya, Aruna berjalan menuju uks, meninggalkan para sahabatnya yang menatap punggung Aruna yang terlihat rapuh.
"Me, jangan lanjutin."
***
"Aruna tadi kenapa?" Tanya Cio pada kekasihnya. Mereka kini tengah berada di kedai Coffe, mampir pulang sekolah.
"Kena bola basket."
"Siapa yang ngelemparin bolanya?"
"Sella.."
"Sella yang anak pindahan dari kelas sebelah kamu itu?"
"Iya, tau gak sih Bee, aku tuh sebel banget sama dia, dia tuh selalu cari perkara."
"Ya namanya juga troublemaker. Tapi gimana keadaan Aruna?"
"Dia gak papa sih, cuma tadi dia ke toilet, aku gak tau dia di dalam ngapain, tapi pas ditanya malah jawab dia habis boker. Kan gak nyambung. Udah gitu tadi hidungnya merah banget lagi."
"Kamu khawatir sama Aruna?"
"Ya jelaslah, dia sahabat aku, walaupun banyak orang nilai kalau dia nakal lah, urakan, tapi dia itu tetep sahabat aku, jelas aku khawatir, dia aja khawatir banget waktu kamu putusin aku dulu."
"Ya gak usah dibahas lagi Bee, itu kan bagian dari rencana."
"Halah, kalau Key itu orang lain, udah aku jamin kamu bakal diteror sampai mati sama Key."
"Tapi sayangnya Key nya itu kamu.."
"Hm, awas aja kalau kamu putusin aku lagi, jangan tanya sama aku kalau rumah kamu kelempar sampai ke Merauke."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉