"Bagus gak?" Miya sibuk mengecat kukunya dengan cat kuku warna hitam. Biar suweg kayak Bang Bobby iKon."Na, pinjem daleman lo dong." Semua mata mengarah pada Dira yang dengan santainya berjalan hanya dengan handuk ditubuhnya.
"Ck, gue males pulang, tadi udah beli baju tapi gue lupa beli daleman. Gak mungkin kan daleman gue yang ini gue pake lagi."
"Ih Dira jorok..." Ucap Ame kala Dira dengan tololnya mengangkat daleman miliknya keatas, kayaknya otaknya sedikit geser setelah gadis itu kecelakaan.
"Ya tinggal ambil aja lah Dir, itu daleman lo pliss jangan dipamerin, gak enak gue lihatnya."
"Kenapa? Lagian bagus kok, nih lihat motifnya gambar tengkorak, unyu gin__"
Bughh..
"Aww.." barusan, sebuah sandal jepit melayang mengenai kepala Dira, dan Key lah pelakunya. Ya gimana ya, dia enek lihat tingkah gak jelas Dira.
"Faghh." Key hanya tertawa melihat Dira yang menunjukkan jari tengah pada dirinya.
Jam kini menunjukkan pukul sepuluh malam, dan sekarang para gadis itu tengah berbaring di lantai yang beralaskan karpet hitam.
"Menurut kalian, cinta itu apa?" Tanya Ame tiba-tiba.
"Cinta itu logika." Balas Somi dengan mata terpejam.
"Kalau gue, cinta itu uang." Mereka lantas menoleh kearah Miya yang sibuk menatap kuku-kukunya yang terlihat cantik.
"Apa?" Tanya Miya saat sadar jika dirinya tengah diperhatikan. Para sahabatnya hanya menggeleng.
"Cinta itu kenyamanan." Ame menatap Yola yang barusan mengucapkan kalimat itu, benar memang, baru kali ini Ame setuju pada Yola. Cinta itu kenyamanan.
"Menurut gue si pakar cinta, cinta itu perasaan. Iya kan?" Aruna tertawa mendengar penuturan Qiana, dari dulu cinta kan emang perasaan.
"Ngapain lo ketawa?" Qiana sewot kala melihat Aruna yang tertawa, dan tak lupa Dira yang ikut tertawa setelah mendengar tawa Aruna. Biasalah, kalau temen lo ketawa, yang lain bakal ketawa walaupun gak paham dia lagi ngetawain apa.
"Gak papa, pengen ketawa."
"Menurut lo cinta itu apa Dir?" Tanya Ame.
"Gue? Cinta itu imajinasi. Kalau lo denger kata cinta, otak itu pasti refleks berimajinasi, wah cerdas banget gue." Jawab Dira dengan rasa percaya diri yang menembus langit ke sekian.
"Cinta itu nafsu. Kalau kata gue mah, pacaran tanpa ciuman itu kayak sayur kurang garam. Rasa nafsu yang dibungkus dengan kebohongan yang disebut cinta."
"Jadi cinta itu kebohongan dong, bukan nafsu." Sahut Qiana.
"Ya nafsu lah, ngapain kebohongan."
"Kan tadi lo bilang, rasa nafsu yang dibungkus dengan kebohongan yang disebut cinta, jadi ya maksud lo cinta itu kebohongan."
"Suka-suka gue lah, yang jawab kan gue ngapain lo ikut campur?"
Mereka tiba-tiba terdiam mendengar perkataan Key yang panjang lebar, ada yang aneh. Biasanya kan Key itu bucin, pasti arti cinta menurutnya sangat berkesan, tapi kenapa malah anu.
Kalau udah gini mah, mereka cuma bisa diam dan berkata dalam hati, "Terserah anak Bapak Leeteuk lah."
"Aruna?" Panggil Ame, gadis yang dipanggil menoleh, "Apa?"
"Cinta itu?"
Aruna menatap Ame cukup lama, ia lalu kembali menatap langit-langit kamarnya, "Cinta itu tipuan. Kalau menurut lo?" Tanyanya pada Ame.
"Kalau gue, cinta itu naluri." Balasnya dengan menatap Aruna.
Tenang, mereka gak belok kok.
"Okeyyy, sekarang waktunya nonton film." Key beranjak, ia lalu memilih film yang akan mereka tonton.
Kini, mereka fokus dengan film yang tampil di layar kaca dikamar Aruna.
"Uwaaaaa!!"
"Bangke, kaget njir.." Dira mengusap dadanya karena kaget dengan jeritan yang terdengar dari film itu. Iya mereka lagi nonton film horor, lebih jelasnya mereka lagi nonton film It. Itu loh film tentang badut psikopat.
"Eh lari bego, malah bengong. Lari njir.." Qiana meremas bantal dengan penuh emosi. Dia emosi sama pemainnya yang gak lari malah bengong lihat badutnya. Harusnya kan lari.
"Kan gue bilang juga apa, lari.. malah bengong. Mati kan lo."
"Berisik Qi." Tegur Somi.
"Ya maap, gue kan esmosi."
"Gue ngantuk." Ucap Ame.
"Ngantuk apa takut?" Tanya Miya dengan senyum mengejek.
"Ngantuk njing."
"Lah si Ame ngegas."
"Bodo amat lah gue ngantuk." Ame tertidur dengan posisi berada diantara Aruna dan Miya.
Lambat laun, mata mereka ikut terpejam. Hanya menyisakan Somi dan Yola yang masih menunggu ending dari film itu.
"Lo gak tidur?" Yola menoleh saat suara itu terdengar olehnya.
"Belum ngantuk."
"Oh ya, gue mau ngomong sebelum gue tidur. Lo beruntung semua orang nutup mata tentang kesalahan lo, tapi asal lo tau, mulut gue mungkin gak bakal bisa direm kalau sampe lo lakuin kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya. Apalagi itu menyangkut sahabat gue, Aruna dan Ame. Inget itu baik-baik, ini bukan ancaman. Tapi peringatan."
Dan percayalah, baru kali ini Yola mendengar Somi berbicara panjang padanya walau itu adalah sebuah ancaman menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉