###
"Aruna.." langkah Aruna terhenti saat sebuah suara memanggilnya. Dengan bibir yang terpaksa tersenyum, Aruna menoleh menghadap kearah Jihoon.
"Kenapa?"
"Pulang bareng, gue anter ayo." Jihoon menarik lengan Aruna, namun gadis itu malah diam tak bergeming. Jihoon mengeryitkan dahinya, "Ayo Na.."
"Eh iya.."
Suasana parkiran masih ramai karena memang bel pulang baru berbunyi sepuluh menit yang lalu. Aruna merasa kepalanya terasa pening, langkahnya terhenti, ia memegang kepalanya yang terasa ingin pecah.
Dalam hatinya ia berucap, "Jangan sekarang.""kenapa?"
"Mm.. gak papa kok, yaudah ayo pulang." Aruna menahan rasa sakit yang semakin menjalar di kepalanya. Ia dengan cepat mengenakan helm yang Jihoon sediakan untuknya, ah bukan, tentu bukan hanya untuknya, mungkin saja helm ini sudah dijajah kepala gadis selain dirinya :)
"Pegangan." Aruna melingkarkan tangannya diperut Jihoon, menyenderkan kepalanya kepundak pria itu. Sejauh ini, belum ada tanda-tanda jika ia sudah membuka hati untuk Jihoon. Ia memang sakit saat melihat Jihoon yang dekat dengan gadis lain, tapi Aruna pikir itu hanya rasa tak terima karena status mereka yang pacaran. Mana ada gadis yang terima pacarnya genit-genit ke cewek lain. Namun disatu sisi ia merasa bersalah pada Jihoon, apa karenanya Jihoon merasa tak bebas? Kadang pertanyaan itu yang selalu hinggap dibenaknya. Apa ia membuat pergaulan Jihoon dengan gadis lainnya terganggu?
Sekarang, hanya satu yang ia pikirkan. Apa ia perlu mengakhiri hubungan ini agar Jihoon dapat bergerak bebas, ia tahu mungkin dalam hatinya Jihoon teramat kesal padanya, Jihoon pasti kesal dengan sikap Aruna yang seakan tak peduli dengan kehadiran Jihoon dihidupnya. Dapat ia rasakan sesuatu mengusap punggung tangannya lembut. Aruna semakin mempererat pelukannya pada pria itu.
Aruna mengernyit heran saat Jihoon justru menghentikan motornya didepan kedai yang sering ia datangi. "Ayo turun." Aruna mengikuti langkah Jihoon yang masuk ke kedai itu.
"Ngapain kesini?"
"Makan dulu gue laper."
"Oh."
"Nanti malam lo ada acara gak?" Aruna benar-benar tersenyum kecut, ia pacaran namun serasa pdkt an. Pertanyaan macam apa itu? Jika berniat mengajak pergi pasti langsung to the point.
"Ada, gue mau pergi sama temen-temen gue." Kesal? Jelas Aruna kesal, entah itu yang Aruna rasakan. Ia pun asal mengatakan hal itu. Siapa tau para sahabatnya mau ngajak dia pergi.
"Oke.." hanya oke?
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Setelah hening menyelimuti, akhirnya Aruna membuka suara. Jihoon mematikan ponselnya, ia menatap Aruna lekat. Menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya.
"Gue mau putus."
Hening..
Namun seketika keheningan pecah saat Jihoon malah tertawa dengan kerasnya.
"Lucu?!" Tawa Jihoon terhenti saat melihat ekspresi wajah Aruna yang benar-benar serius.
"Ekhm, lo lagi bercanda kan Na?"
"Gue gak bercanda, gue juga gak lagi ngelucu."
"Kenapa?" Baiklah, sisi lain Jihoon terlihat. Pria itu kini menatap datar Aruna.
"Ya kita lebih cocok jadi temen dari pada pacar."
"Segampang itu Na? Lo yang nembak gue lo juga yang putusin gue?"
*Auto inget, kau yang mulai kau yang mengakhiri, kau yang berjanji kau yang mengingkari :)
"Iya gampangkan? Lumayan juga buat nambahin list mantan Bang." Jihoon menatap malas Aruna yang mulai memanggilnya Bang. Padahal sebelumnya Aruna tak pernah memanggilnya dengan panggilan itu.
"Gak lucu Na."
"Ya emang gue gak ngelucu." Balas Aruna enteng.
"Kasih alasan yang jelas."
"Gak ada alasan, gue cuma mau putus."
"Hah, lo sama brengseknya sama Abang lo Na." Sekali kedip, maka air itu akan mengalir dipipinya. Bagaimana bisa Jihoon dengan entengnya mengatakan itu? Padahal alasan Aruna menghentikan semua ini juga karena pria itu, karena ia tak mau menghalangi Jihoon yang sedang mencoba mendekati Ame, sahabatnya.
"Gimana kemarin waktu sama Ame? Seru gak?" Lebih baik menghindari ucapan yang menyakitkan, itulah Aruna. Ia mengalihkan pembicaraan, berharap Jihoon sadar akan alasan Aruna mengakhiri semuanya.
"Lo.."
"Iya gue tau. Gue tau semuanya Bang, maaf udah jadi penghalang antara lo sama Ame. Doa gue terbaik buat kalian berdua. Nanti kalau semisal ada masalah sama Ame, lo bisa curhat sama gue, mungkin sedikit ngasih solusi. Gue tau semua makanan kesukaan Ame." Papar Aruna santai. Sangat santai.
"Na__"
"Oh ya satu lagi, Ben nembak gue tadi malam. Gue seneng tau, dan bentar lagi gue bakal nerima dia." Senyum diwajah Aruna sudah mewakili betapa bahagianya gadis itu. Wajah Jihoon berubah sendu seketika. Ia memang salah, harusnya ia tak terlalu dekat dengan Ame, tapi.. akh ini semua sudah berlanjur, dan kini ia mendapat kan balasannya. Aruna memutuskannya dan parahnya lagi Aruna mungkin akan menjalin hubungan dengan Ben.
"Oh ya, Kayaknya dramanya bakal selesai. Gue sama Ben, Lo sama Ame, Bang Ajun sama Yola. Impas kan? Jadi gak usah pada rebutan, emm gimana kalau nanti malam kita triple date? Seru keknya." Sungguh Jihoon merasa bersalah, mendengar ucapan Aruna yang terlampau panjang, membuat hati Jihoon semakin bersalah. Aruna jarang bicara panjang lebar, tapi ia berhasil membuat gadis itu tak mau berhenti bicara.
"Na.. pliss jangan ngomong gitu."
"Maaf ya Bang, selama ini gue gak cinta sama lo. Maaf juga udah jadiin lo pelampiasan."
Aruna berdiri, tepat saat pesanan mereka datang. Setelah meminum minumannya, Aruna melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meninggalkan Jihoon yang merasakan sesak didadanya.
"Maaf Na, tapi gue gak bisa jauhin Ame."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
High School Waiji
FanfictionJudul awal => Kampung Waiji Sekarang => High School Waiji Jngn lupa voment and follow 😉