Membingungkan

125 22 0
                                    

###

Key duduk di sofa milik rumah Cio, hari ini ia memang sedang berada di rumah pria itu. Rumahnya juga sedang sepi karena Papa Jinu sedang berada di luar kota. Hanya ada asisten rumah tangga dan dirinya, Cio tengah pergi keluar untuk membeli sesuatu.

Karena bosan, Key memilih untuk menuju dapur, membantu Bi Yana memasak.

"Bi, Key bantuin ya."

"Jangan Non, nanti tangan Non Key gak cantik lagi loh."

"Gak papa kali Bi, kan Key bentar lagi mau jadi istri. Hehe.."

"Non Key jadinya kapan nikah sama Den Cio?"

Dengan tangan yang fokus memegang pisau untuk memotong bawang, Key menjawab, "Doain aja dulu Bi, Key belum bilang sama Mama Papa."

"Tapikan Pak Jinu udah tau Non, beliau juga udah restuin kan? Pasti orang tua Non Key restuin, secara kalian udah pacaran lima tahun. Masak gak boleh sih."

"Bisa aja Bi, kan kita masih sekolah. Baru juga kelas dua SMA, pasti orang tua Key bakal pikir dua kali buat ngasih keputusan."

"Non Key cinta banget ya sama Den Cio?"

"Kalau ditanya soal cinta, Key cinta lah Bi sama Cio, nyatanya Key mau balikan sama Cio yang jelas-jelas udah buat Key sakit hati. Mana ada sih cewek yang mau sama si anak kerdil itu, haha."

"Non Key marah gak kalau Den Cio suka sama cewek lain." Pergerakan tangan Key terhenti, ia lalu menatap Bi Yana yang menatapnya serius.

"Maksud Bibi apa?"

"Bukan apa-apa sih Non, namanya hidup itu pasti ada rasa bosan. Kalau orang bosan pasti bakal cari sesuatu yang baru kan? Nah sama, sebuah hubungan pasti bakal kayak gitu Non."

"Cio bukan tipe orang yang kalau bosan cari cewek lain Bi. Key percaya kok sama Cio, dia bakal cari seribu cara biar gak bosen sama tingkah Key yang kadang masih kekanakan."

Bi Yana tersenyum, padahal tadi dia cuma ngetes Key, tapi Key nya malah dibawa serius. Bi Yana melirik seseorang yang berdiri dibalik tembok pembatas dapur dan ruang makan.

"Non Key cuci tangan gih, udah ditunggu sama Den Cio, biar Bibi aja yang selesain semuanya."

***

Di dalam ruangan musik SMA Treasure kini tampak terdengar rame oleh suara beberapa murid pria kelas tiga. Mereka tengah sibuk bermain alat musik dan bernyanyi tanpa peduli dengan orang yang mungkin mendengar suara bising mereka.

"Ohh best part... Wahahaha.." sekali julid ya bakal tetap julid. Jika yang lain sibuk dengan alat musik ditangannya, maka Jihoon sibuk dengan bibir yang lemes. Sedari tadi ia terus menirukan suara Uncuk saat bernyanyi bersama Dira malam itu.

"Eh btw Cuk, bukan apa-apa ya, gue cuma nanya aja nih. Sebenarnya lo tuh beneran suka sama Dira?" Tanya Lucas dengan tangan yang sibuk memainkan senar gitar.

Suasana seketika nampak hening, Yozi dan Ajun sama-sama meletakkan alat musik ditempat asalnya. Mereka menatap Uncuk dengan penasaran, menanti jawaban pria itu.

"Gak."

"Yang jelas kek kalau ngomong," protes Ajun.

"Ck, gak suka, gue gak suka sama tuh cewek. Puas kalian."

"Terus gunanya apa lo terima dia? Kenapa gak lo tolak?" Tanya Ben yang sejak tadi diam.

"Gue gak kayak lo ya, yang nolak Aruna didepan banyak orang."

Hening. Suasana mendadak canggung karena ucapan Uncuk. Ya disana kan ada pacar dan Abang Aruna. Kenapa dengan enteng tuh manusia ngomong gitu. Kan Jihoon kayak ngerasa gimana gitu.

"Ah elah jan pada baper napa, ayo lanjut ke topik. Terus tujuan lo sebenarnya apa bapak Uncuk?" Lucas kembali mencairkan suasana canggung tadi, ia gak mau aja hanya karena cewek para sahabatnya ini pada baku hantam. Melihat rahang Ben yang sudah mengeras dan Jihoon yang terdiam menatap datar keluar jendela. Kan Lucas ngeri lihatnya, Jihoon mending ngalay aja dari pada sok dingin.

"Terus maksud lo apa? Lo pacaran sama dia cuma karena gak mau nolak dia didepan banyak orang gitu?" Tanya Yozi, ia bingung asal kalian tau.

"Enggak juga."

"Terus?"

Uncuk meletakkan stik drum dan menyenderkan tubuhnya ke tembok dibelakangnya. Ia menghela nafas untuk sejenak, "Kalian yakin mau denger jawaban gue?"

"Ya yakin lah."

"Walau itu bakal buat gue kelihatan brengsek?"

"Bentar, kenapa gue merinding.."

"Diem ngapa anying." Lucas menggaplak kepala Yozi yang sedari tadi ngomong mulu.

"Jadi apa tujuan lo?"

"Gue mau buat dia benci sama gue."

Mereka terdiam, yah brengsek sih, cuma kan tadi mereka sendiri yang ngotot minta jawaban.

"Harusnya lo gak berbuat sejauh itu Cuk." Ucap Ajun tiba-tiba, ya bagaimanapun juga Dira itu masih sepupunya dan jika sampai Haruto mendengarpun ia pasti akan marah.

"Maksud lo?"

"Kalau dari awal lo cuma mau buat dia benci sama lo, gak perlu lo terima dia dan sok perhatian sama dia."

"Karena itu jalannya, dengan itu dia pasti bakal makin cinta sama gue dan gue bakal mudah buat dia benci sama gue. Dan kalau misal gue gak terima dia, gue yakin dia bakal kekeuh ngejar gue. Gue udah bilang, ini bakal brengs__."

"Cla ayo buruan.." kepala mereka tertoleh kearah pintu ruang musik. Mereka mendengar suara seseorang yang tampak familiar ditelinga mereka. Dan nama Cla terucap juga disana. Cla adalah panggilan Aruna pada Dira.

Yozi yang paling dekat dengan pintu pun berinisiatif membuka pintu, dan hal pertama yang mereka lihat saat pintu terbuka adalah seorang gadis yang tengah berdiri menatap kosong ke depan dimana Uncuk berada. Dua dari mereka menatap Dira kaget, dan lainnya menatap datar gadis itu.

"Ayo buruan, lo ngapain disin__" ucapan Aruna terhenti saat ia melihat kedalam ruang musik. Hal pertama yang ia lihat adalah Uncuk yang menatap Dira dengan tatapan yang sulit diartikan. Aruna dapat merasakan ada sesuatu yang terjadi barusan.

"Cla?" Senyuman tiba-tiba tercipta diwajah sayu Anindira. Membuat semua orang ngeri melihat senyuman itu.

"Ah hai kakel cogan, kalian jago main alat musiknya. Ayo Na kita lanjut jalan." Dira memegang erat lengan Aruna, dengan kaki yang masih sedikit terasa sakit Dira berjalan menjauh dari ruang musik. Meninggalkan enam pria yang menatap aneh pintu ruang musik.

Yang ada dibenak mereka hanyalah satu, apa Dira mendengar semuanya?

###

High School WaijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang