58. MAS KAWIN?

7.4K 587 19
                                    

[Aku yakin, pasti kalian semua tahu bagaimana cara menghargai penulis.]

Jangan lupa vote, coment, dan bagikan ke teman-temannya atau sosmed.

Huwaa, udah satu minggu nggak update cerita ini. Nungguin nggak? Tenang bentar lagi end, kok.

Mau happy ending ?

atau

sad ending?

Typo bertebaran.

Happy reading.

***

58. MAS KAWIN?

"Bagaimana dengan taruhan kita?" tanya Gevin membuka pembicaraan. Gevin yang tengah mengelap peluhnya yang bercucuran langsung menoleh ke arah Albarian.

Gevin, cowok yang menggunakan seragam basket itu meneguk kasar air mineral yang ada di tangannya.

Albarian berlari sambil mendribble bola lalu melakukan lay up shoot. Gol. Cowok itu membiarkan bola basket itu terjatuh lalu menoleh ke arah ke-tiga sahabatnya yang duduk di bangku, di tepi lapangan.

Albarian menghampiri ke-tiga sahabatnya itu. Tanpa basa-basi, cowok itu merebut botol minum yang ada di tangan Gevin lalu meneguknya kasar. Sedangkan, Gevin menatap nanar botol minumnya yang diteguk habis oleh Albarian. "Itu, kan bekas gue?"

Albarian mememberikan kembali botol air mineral kosong itu langsung ke tangan Gevin. "Gue nggak perduli. Kita semua adalah sahabat. Kalian semua udah gue anggap seperti saudara gue sendiri. Di sinilah kita bisa melihat betapa pentingnya solidaritas dalam persahabatan."

Gevin menaikkan satu alisnya acuh. Cowok itu menatap tajam tempat sampah yang tidak berjarak jauh dari tempatnya duduk. Dia melemparkan botol mineral itu ke dalam tempat sampah. Masuk.

Gevin menoleh ke arah Albarian yang tengah membuka baju basketnya lalu duduk sambil menjulurkan kaki di atas lantai. "Taruhan kita bagaimana?"

Albarian menyampirkan baju basketnya di pundaknya.

"Iya, gue udah nggak sabar buat ditraktir," sambung Bayu.

Plak.

Bryan menepis kepala Bayu kasar. "Giliran gratisan aja lo gercep."

Bayu menoleh -menatap sinis ke arah Bryan. "Bilang aja lo juga mau."

Bryan terkekeh miris. "Kalau gratisan, sih." jeda Bryan. "Gue juga mau, hehehehe."

Plak.

"Sakit, anjir," umpat Bryan saat kepalanya ditepis oleh Bayu.

"Lo, kan udah jadian sama Zelia. Jadi, lo harus traktir kami bertiga. Nggak usah uang, kami hanya perlu makanan selama satu minggu." Gevin melirik ke arah Bayu dan Bryan. "Yoi, nggak, bro?"

"Yoi, bro!" seru Bayu dan Bryan serentak.

Di sisi lain. Dari kejauhan, lebih tepatnya di balik pagar pembatas lapangan basket terlihat seseorang cowok yang mengenakan jaket hitam tengah mengintip dari balik pagar pembatas. Davandra merekam percakapan mereka berempat.

Raut wajah Davandra terlihat kesal. Dia sudah berusaha untuk merelakan Zelia kepada Albarian. Tapi, apa? Cowok itu hanya menjadikan Zelia sebagai bahan taruhannya saja.

"Gue sangka lo bakalan buat Zelia bahagia, Al. Tapi, lo hanya jadiin dia taruhan. Dasar munafik lo! Lo bilang, lo bakalan jagain Zelia. Tapi, apa?"

Davandra menatap nanar hasil rekamannya lalu beranjak dari sana. Cowok itu sudah tidak terlihat lagi.

Di sisi lain, Albarian menghela nafas kasar lalu menatap ke arah ke-tiga sahabatnya. "Kalau urusan itu kalian semua tenang aja. Gue bakalan traktir kalian di kantin selama satu minggu."

Raut wajah Albarian berubah menjadi sendu. "Tapi, gue bingung. Gue benar-benar mencintai Zelia. Tapi, Bokap gue bakalan nikahin gue dengan Karina."

Bryan menatap heran ke arah Albarian. "Ha? Nikah?"

"Berarti udah ada rencana buat atur malam pertama, dong?" timpa Bayu.

Gevin menoleh ke arah Bayu. "Anjir, gue nggak kebayang. Saat malam pertama, pasti Al dan Karina main cakar-cakaran." Gevin terkekeh miris.

Albarian menatap sinis kedua sahabatnya itu. "Bangsat kalian!"

Albarian menghela nafas panjang. "Gue nggak mau nikah sama Karina."

Bryan bangkit lalu menghampiri Albarian. Dia merangkul bahu sahabatnya itu. "Gue paham, kalau lo memang tidak mencintai Karina. Setidaknya lo bisa menjaga perasaan dia. Ingat, dia juga sahabat lo dari kecil."

Albarian menjauhkan tangan Bryan dari bahunya lalu bangkit -berjalan ke arah bola basket dengan bertelanjang dada. Dia men-dribble bola lalu melempar bola basket itu ke pagar pembatas dengan kuat.

Bruk.

"Arkh!" Albarian mengerang sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginan gue." ucap Albarian.

"Gue berada di pilihan yang berat. Seharusnya gue tidak bertemu dengan Karina."

"Gue benci alur hidup gue." ucap Albarian. "Tidak ada yang perduli dengan perasaan gue!"

Bryan, Gevin, dan Bayu saling bertatapan sendu. Mereka tersenyum kecil lalu berjalan beriringan dan berangkulan -menghampiri Albarian.

Bryan mencoba merangkul bahu Albarian. "Ingat, lo masih punya kita bertiga. Sahabat yang akan selalu ada buat lo. Kita semua sudah seperti saudara. Jika, lo susah kami juga susah. Jika, lo bahagia, kami juga bahagia."

Albarian mendongak lalu tersenyum ke arah ketiga sahabatnya itu. Mereka melepaskan rangkulan lalu berbaring di atas lantai lapangan basket. Mereka mendongak menatap langit.

"Semua akan indah. Seperti langit yang kelam dan berubah menjadi cerah saat sang matahari datang." ucap Bryan. "Begitu juga dengan hidup. Semua akan indah pada waktunya. Jika, takdir sudah berkata. Kita hanya bisa menerima dan menjalankannya."

"Bijak, memang bijak," celutuk Bayu.

Albarian tersenyum. "Sebentar lagi Zelia ulang tahun. Gue mau ngasih sesuatu ke dia."

"Apaan?" tanya Gevin.

"Mas kawin," jawab Albarian.

"Mas-mas?" tanya Bayu heran.

"Bukan mas-mas bego!" kesal Gevin.

"Trus apaan?" tanya Bryan.

"Mas-ter chef," jawab Gevin.

"Fix! Gobloknya natural pemberian dari Tuhan," celah Bryan.

"Apakah gue harus menikahi Karina?" tanya Albarian.

-oOo-

See you next part!


Albarian dan Zelia [ Open Pre-order ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang