18. ANAK KUCING

17.4K 1.5K 12
                                    

[Aku yakin, pasti kalian semua tahu bagaimana cara menghargai penulis.]

Jangan lupa vote, coment, dan bagikan ke teman-temannya atau sosmed.

Happy reading.

***

18. ANAK KUCING

Zelia terus menangis di sudut kamarnya sambil mendekatkan kedua lututnya dan melingkari kedua tangannya di lututnya. Sudah berapa tisu habis oleh gadis itu.

Di tangannya adalah tisu terakhir yang dia lempar ke lantai. Saat dia mengambil tisu lagi, dia menyadari kalau tisunya sudah habis. Terlihat tisu yang berserakan dimana-mana.

"Gue nggak mau berhenti sekolah, hiks."

"Tidak pernah sedikitpun niat baik gue dipandang oleh orang lain, di mata mereka, seakan-akan gue yang bersalah." lanjut Zelia bermonolog.

Tak lama kemudian seorang wanita masuk ke dalam kamar Zelia. Wanita itu menghampiri Zelia. Zelia mendongak ke arah  Felisia yang berdiri di hadapannya.

Zelia bangkit lalu memeluk Felisia. "Bunda, maafin Ze. Ze nggak bisa mengejar cita-cita Ze untuk menjadi seorang Hakim. Ze sudah menghancurkan cita-cita itu. Hiks."

"Nggak papa, mungkin itu bukan catatan takdir kamu. Bunda akan selalu dukung apapun cita-cita kamu," ucap Felisia sambik mengelus lembut rambut Zelia.

Zelia melepaskan pelukannya mendongak ke arah Felisia. "Maafin Ze Bunda, hiks."

Felisia menyeka air mata Zelia. Wanita itu mengalihkan wajahnya ke samping.

Uhuk! Uhuk!

Sontak Felisia mendapati darah segar di telapak tangannya. Mungkin saat dia batuk tadi, batuk berdarah. Felisia mengepal erat telapak tangannya agar darah itu tidak terlihat oleh Zelia.

"Bunda nggak papa?" tanya Zelia khawatir sambil memegang pundak Felisia.

"Bunda nggak papa. Bunda pergi dulu, ya." pamit Felisia beranjak meninggalkan Zelia.

Zelia menatap kepergian Felisia hingga Felisia menutup pintu kamarnya.

"Maafin Ze Bunda."

Dari balik dinding kamar Zelia. Felisia bersandar sambil menatap nanar darah segar yang berserakan di telapak tangannya sambil menahan isakkan tangis sedangkan air mata terus bercucuran dengan sendirinya.

_ALBARIAN_

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seorang cowok yang mengenakan seragam sekolah sedang turun dari motor sportnya berwarna putih.

Albarian berjalan menghampiri sebuah rumah yang dikira-kira itu adalah rumah Zelia. Cowok itu tepat berada di depan pintu kayu yang terlihat sederhana dengan lapisan cat berwarna putih.

Tok tok tok

"Bunda!" panggil cowok itu dari luar.

Ceklek.

Tak lama kemudian pintu itu terbuka. Albarian mendapati seorang wanita dengan selendang yang dililitkan di lehernya.

Albarian menyalami punggung tangan Felisia lalu menatap ke arah Felisia. "Bunda apa kabar?"

"Alhamdulillah, bunda sehat-sehat saja," jawab Felisia tenang.

Albarian melirik ke dalam rumah. "Zelia mana?"

"Dia ada di dalam kamar, katanya dia 'berhenti sekolah'. Sebenarnya bunda sedih. Tapi, ya mau bagaimana lagi, bunda juga bingung."

Albarian menoleh ke arah Felisia. "Al, boleh masuk ke kamar Ze nggak, bund?"

Albarian dan Zelia [ Open Pre-order ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang